www.Allah.com www.Muhammad.com @Tafsir Al-Qur'an oleh Nabi Pujian dan kedamaian kepadanya Lewat Hadis Sahih 1337 Hadis Sahih, 900 Keistimewaan, 830 Tafsir Karya Pakar Kutipan Kenabian(Muhaddis),Habib Abdullah Talidi Habib Ghumari dari Tanjir, Maroko Terjemahan Bahasa Indonesia dan Inggris oleh (Aisyah) Nadriyah, Jamiatul Hamida (Zainab Al Haddad) 1741 Sub-Titles by Khadijah Abdullah Darwish dan Norkhadejah Darwish Khadim al Hadith Ahmed Darwish (c) 1431H -2010M Allah.com Muhammad.com Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Alkitab (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya dan tidak mengadakan baginya kebengkokan. (Al-Kahf-18: 1) Maha Suci Alloh yang telah menurunkan Alfurqon (Al-Quran) kepada hamba-Nya (Muhammad) agar dia menjadi pemberi peringatan bagi seluruh alam (jin dan manusia). (Al-Furqan-25: 1) Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak ada baginya sekutu dalam kerajaan dan tidak ada bagi-Nya penolong dari kehinaan dan agungkanlah Dia sebesar-besarnya." (Al-Isra'-17, 111) Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi dan bagi-Nya segala puji di hari keabadian. Dan Dia Yang Maha Bijaksana, Maha teliti. (Saba'-34: 1) Pujian, kedamaian, dan keberkahan, semoga selalu terlimpah, kepada sebaik-baik makhluk, dan Rasul termulia, Nabi Muhammad, yang suci dan menyucikan, juga kepada keluarganya, yang suci dan mengumpulkan keutamaan, serta para sahabatnya yang terpilih. Al-Quran adalah perlindungan dan jalan, menuju keselamatan dan kebahagiaan, merupakan pokok agama, konstitusi sistem hukum, hukum keadilan, serta perkataan yang terperinci. Al-Quran itu nikmat yang agung, dan kebanggaan, serta zikir bagi umat. Didalam Al-Qur'an, terkandung berbagai ilmu pengetahuan, kebenaran, pengajaran tentang akidah, ibadah dan akhlak, tata aturan kemasyarakatan, hukum-hukum pidana dan perdata, peperangan, keuangan, hak asasi manusia, urusan-urusan sosial dan hubungan internasional. Tidak ada kitab yang mengumpulkan semua itu selain Al-Qur'an. Al-Quran merupakan Risalah Allah Yang Maha Tinggi kepada para penyembah-Nya. Diturunkan kepada makhluk utama, dan Rasul terbaik, Nabi Muhammad, putra Abdullah, Bani Abdul Mutholib, Bani Hasyim, semoga pujian, berkah, rahmat , kedamaian, dan keselamatan, terlimpah kepadanya, beserta keluarganya, serta seluruh umatnya. Allah telah memerintah kepadanya, agar menyampaikan risalah-Nya, kepada seluruh penyembah-Nya, supaya mereka mengetahui, dan sepanjang hidup mereka, berada dijalan yang terang, sehingga mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di hari keabadian. Diantara anugerah agung dan kasih sayang Allah Yang Maha Tinggi pada umat, adalah menjadikan kitab suci ini, dalam bahasa arab, yang merupakan bahasa termulia dengan beragam bidang-bidangnya. Selama masa kenabian, bangsa arab yang mendengar sebuah ayat maupun surat, dalam Kitab Allah (Al-Qur'an), mereka memahami makna-maknanya, dan bukti-bukti (dalil-dalil) nya, juga mengetahui susunan kalimat, beserta penjelasan, dan ilmu-ilmu yang terkandung didalamnya. @Penjelasan Nabi pujian dan kedamaian kepadanya kepada Al-Quran yang Mulia Al-Quran benar-benar kitab petunjuk bagi seluruh manusia. Datang dengan ajaran baru terpercaya. Di dalam Al-Qur'an, terdapat perkara-perkara, dan struktur kalimat, yang tidak diketahui bangsa Arab sebelumnya. Maka Allah Yang Maha Tinggi menerangkan, dan menjelaskannya melalui Nabi Muhammad, pujian dan kedamaian kepadanya, dengan menurunkan wahyu kepadanya. Karenanya Allah berfirman, "Dan Kami turunkan kepadamu (Muhammad) Az-Zikr (Al-Qur'an) agar kamu menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan." (An-Nahl-16: 44) "Dan Kami tidak menurunkan atasmu (Muhammad) Al-Kitab melainkan agar menjelaskan kepada mereka yang berselisih di dalamnya, serta menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman." (An-Nahl-16: 64) Nabi, pujian dan kedamaian kepadanya, telah menerapkan Al-Qur'an pada dirinya sendiri, dalam segala ucapan, perbuatan, persetujuannya, petunjuk dan perikehidupannya. Karena itu bersabda dalam hadis berikut ini: "Perhatikanlah, dan sungguh aku telah diberi Al-Qur'an, dan yang sepertinya menyertainya." Hadis sahih di riwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud dalam "Sunnah" dan Tirmidzi dalam "Ilm" . Yang diberikan kepadanya menyertai Al-Qur'an, yaitu sunnahnya yang mulia, dengan beragam bagian dan macamnya. Setiap ucapan dan perbuatannya -selama masa kenabian- berbau harum semerbak, tidak termasuk urusan-urusan pribadinya. Nabi Muhammad adalah keterangan global dan terperinci dari Al-Qur'an, yang mana telah menjelaskan, perkara-perkara yang samar didalamnya, menafsirkan isinya, menentukan hal-hal yang khusus dari perkara yang umum,dsb. Maka menjadikan seluruh isi Al-Qur'an, menjadi jelas bagi sahabat-sahabatnya. Imam Syafi'i, semoga Allah meridainya, berkata: Setiap perkataan Rasulullah, pujian dan kedamaian kepadanya, adalah penjelasan Al-Qur'an, dan setiap yang diucapkan para ulama', adalah penjelasan sunnah. Nabi Muhammad, pujian dan kedamaian kepadanya, sungguh telah menjelaskan, kepada para sahabatnya, kata-kata dan makna-makna, yang ada didalam Al-Qur'an. Allah berfirman, "Agar kamu menjelaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka." (An-Nahl-16: 44) Abu Abdurrohman As-Sulami, semoga Allah merahmatinya, berkata: Para pembaca Al-Qur'an seperti Usman bin Affan, Abdullah bin Mas'ud, dan lainnya, semoga Allah meridhai mereka, melaporkan bahwa mereka telah belajar Al-Qur'an dari Nabi, pujian dan kedamaian kepadanya. Di setiap sepuluh ayat, mereka benar-benar telah memahami, segala ilmu dan amalan, yang terkandung didalamnya, baru kemudian melanjutkan pada ayat berikutnya. Mereka berkata : Kami telah mempelajari Al-Qur'an, beserta ilmu-ilmunya serta mengamalkannya. Dengan perkenan, dan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi, Syekh Talidi telah meneliti, dan mengumpulkan hadis Nabi, pujian dan kedamaian kepadanya, tentang tafsir yang sahih, maupun yang menyerupainya. Diambilnya dari hadis sahih, serta dari Kumpulan dan Induk Sunnah Muhammadiyah yang masyhur. Inilah kitab tafsir, berdasarkan hadis sahih yang pertama kali. Adapun kitab-kitab yang ada sebelumnya, telah tercampuri hadis-hadis lemah (maudu'). Ada perkataan Imam Ahmad, semoga Allah merahmatinya, yang terkenal: Tiga perkara, yang kerap tidak memiliki asas, yaitu tafsir, menceritakan tentang peperangan, dan sejarah peperangan. Biasanya tidak ada dasar hadis, dan sanad yang sahih, namun jika ternyata ada banyak sahihnya, itu lebih baik. Alhamdulillah, dalam tafsir ini, seluruh hadisnya adalah sahih. @Tafsir Menurut Ulama Tafsir menurut bahasa adalah penjelas, penerang, dan penyingkapan tujuan, dari kata-kata (lafadz-lafadz) yang sukar. Begitulah kesimpulan menurut pakar bahasa. Adapun menurut istilah, yaitu ilmu untuk bisa memahami kitab Allah, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya, menunjukkan hukum-hukumnya. sumber penafsirannya melalui antara lain dari Ilmu bahasa, tasrif, nahwu, ilmu bayan, ushul fiqh, qira'a>t (versi bacaan al-Quran), pengetahuan sebab-sebab turunnya ayat, serta ilmu na>sih{ mansu>h} (penggantian hukum dengan hukum yang lain). Dengan kata lain, tafsir adalah menyingkap makna-makna Al-Qur'an, dan penjelasan panjang lebar kata-kata yang sukar, dan sebagainya, maupun makna-makna yang tampak, dan sebagainya. Orang Islam Butuh Tafsir Al-Qur'an Melalui Kalam (Perkataan) Nabi (pujian dan kedamaian kepadanya) Sepanjang masa, manusia akan selalu butuh Ilmu tafsir Al-Qur'an. Hendaknya mempelajari dengan menghafal kata-katanya, dan memahami maknanya, serta bukti-bukti (dalil-dalilnya). Setiap muslim wajib mengetahui ilmu tafsir dan merupakan keharusan dalam satu wilayah tertentu terdapat orang yang benar-benar ahli dalam ilmu tafsir. Dengan memahami Al-Qur'an, meskipun secara global, dapat membantu dalam menghayati apa yang terkandung di dalamnya, ketika membacanya. Orang yang tidak memperhatikan hal ini, tidak akan bisa merasakan buah kelezatan Al-Qur'an, bagaikan nasehat dengan janji dan pesannya, ibarat dalam kisah-kisah cerita, dsb. Adapun manfaat menghayati Al-Qur'an yaitu, untuk mempertebal keimanan, meningkatkan kecintaan kepada Allah, menguatkan keyakinan, sebagai zikir dengan menyebut Nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya, serta bukti-bukti keesaan-Nya, serta menangis karena takut akan kebesaran dan keagungan-Nya, sarana menjauhkan diri dari kehidupan yang melalaikan,dan sebagai amal untuk hari keabadian. Allah berfirman, "Kitab (Al-Qur'an) Kami telah menurunkannya kepadamu penuh berkah agar menghayati ayat-ayatnya dan untuk mengingatkan orang-orang yang berakal." (Sad-38: 29) "Maka apakah tidak menghayati Al-Qur'an atau hati mereka sudah terkunci? (Muhammad-47: 24) @Empat Kategori Tafsir Para Ulama membagi tafsir dalam empat kategori: Pertama: Apa yang bisa difahami oleh siapapun yang membacanya, baik orang yang berilmu, maupun orang awam. Seperti firman Allah Yang Maha Agung tentang orang munafik: "Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'janganlah berbuat kerusakan di bumi!' mereka menjawab, 'sesungguhnya kami melakukan perbaikan (pembaharu)'. Perhatikanlah! sungguh merekalah para perusak, akan tetapi tidak merasa." (Al-Baqarah-2: 11-12) Ayat diatas sangat jelas, dan tidak samar maknanya bagi siapapun. Demikian pula, dalam firman-Nya ini: "Sungguh beruntung orang-orang beriman. Yang mereka didalam shalat mereka merendahkan hati (khusyu'). (Al-Mu'minun-23: 1-2) Ayat tersebut juga bisa diketahui dan difahami maknanya oleh siapa saja, baik orang pandai dalam ilmu agama, maupun tidak. Demikian pula misalnya ayat tentang hukum-hukum Allah, kewajiban-kewajiban agama, dan bukti-bukti keesaan. Setiap orang dapat mengerti makna keesaan, dari firman Allah berikut ini: "Maka ketahuilah bahwa sungguh tidak ada tuhan selain Allah." (Muhammad-47: 19) Bahwasanya Allah Yang Maha Besar, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam ketuhanan. Lafadz "tidak ada" maknanya secara bahasa sangat jelas, yakni menunjukkan ketiadaan. Sedang "selain" menunjukkan pengecualian. Makna kalimat diatas, akhirnya menyempit, dalam arti bisa difaham siapa saja. Bahkan orang biasa pun, bisa mengerti dalam firman-Nya berikut ini, "Mendirikan shalat." (Al-An'am-6: 72) "Dan tunaikanlah zakat." (Al-Baqarah-2: 43) "Karena itu, barangsiapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah." (Al-Baqarah-2: 185) "Dan melakukan tawaf sekeliling rumah tua." (Al-Hajj-22: 29) "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (hari keabadian)." (Al-Hasyr-59: 18) Jelas sekali, ayat-ayat diatas bermakna "kerjakan", yang berarti kewajiban untuk dilakukan. Demikian pula, dalam firman Allah, Yang Maha Besar, berikut ini: "Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan...." (An-Nisa'-4: 23) Tentunya ayat tersebut, bisa dimengerti maknanya, sekalipun bagi orang biasa. Kedua: Apa yang dapat dimengerti, menurut bahasa orang arab, baik dari susunan kata-katanya, makna-makna, maupun dalil-dalilnya, dimana terkandung kaidah-kaidah nahwu, shorof, bahasa dan balaghoh didalamnya. Karena Al-Qur'an, diturunkan dengan lisan orang arab, maka mereka memahaminya, kecuali adanya ajaran baru, yang datang disertai hadis. Ketiga: Apa yang bisa difahami, oleh orang yang benar-benar pandai dalam keseluruhan ilmu, dan kaidah-kaidah, dimana membantunya lebih sempurna, untuk memahami Al-Qur'an, berisi kaidah-kaidah ushul dan fiqih. Keempat: Apa yang hanya diketahui, oleh Allah Yang Maha Agung maknanya, seperti Ilmu rahasia Kitab-Nya, pengetahuan tentang Dzat-Nya, dan kegaiban-Nya, yang kesemuanya itu, dikuncinya sendiri, tidak diketahui siapapun. Juga seperti beberapa ayat pembuka surat dan ayat tentang sifat-sifat-Nya, yang seringkali menyebabkan kesalahpahaman, menyangka adanya keserupaan (sedang Allah berbeda dari makhluk-Nya), sebagaimana firman Allah berikut ini, "Yang Maha Pengasih, diatas singgasana menakdirkan." (Taha-20: 5) Menyikapi ayat ini, kita wajib beriman menurut apa yang dikehendaki Allah, Yang Maha Tinggi, dan tidak mencari-cari bagaimana dan seperti apa sebenarnya. Demikian pula setiap ayat tentang sifat Allah, dalam Al-Qur'an, yang menampakkan keserupaan dengan Makhluk-Nya, seperti: tangan, kanan, kaki, pendengaran, penglihatan, perkataan, sombong, tertawa, senang, marah, dsb. Maka semua keserupaan itu, tidak bisa disimpulkan (ijtihadkan), dan diartikan (ta'wil), kecuali dengan pernyataan yang datang dari Nabi, pujian dan kedamaian kepadanya, tentang ayat tersebut, atau hadis sahih, ataupun kesepakatan para ulama'. @Perkara-perkara yang tidak boleh dijelaskan, kecuali dengan Hadis Sahih Kita harus mengetahui, hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur'an, namun tidak boleh menyelami perkataan (kalam) itu, kecuali dengan mendengar langsung dari Nabi, pujian dan kedamaian kepadanya, atau dari sahabat-sahabatnya, yang telah menyaksikan turunnya wahyu. Mereka mengabarkan, apa yang dilihat, dan didengarnya, dari Nabi, pujian dan kedamaian kepadanya, hingga sampai pada kita sekarang, yang mencakup, sebab-sebab turunnya Al-Qur'an (Asbabun Nuzul), Ilmu penggantian hukum (Nasikh Mansukh), aneka bacaan, ragam bahasa, kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu, aneka kejadian di alam semesta, tentang urusan hari keabadian (akhirat), keadaan alam kubur, hari kebangkitan dan penghitungan, surga, neraka, dsb. Perkara-perkara itu, didasarkan atas mendengar langsung dari Nabi, pujian dan kedamaian kepadanya, dan pelaporan yang kuat dan benar. Sangat diharamkan perkataan atau pelaporan, tanpa dasar yang kuat. @Sumber penafsiran Sumber penafsiran al-Quran, meliputi tiga hal: Al-Qur'an yang mulia. inilah sumber paling sah, dan tertinggi. Alangkah indahnya Al-Qur'an, ketika terdapat satu ayat yang samar maknanya, maka menjadi jelas di ayat lainnya. Jika ada kalimat yang kurang bisa dipahami, maka ada kalimat lain yang bisa memahamkannya dalam Al-Qur'an. Begitu juga, hal-hal yang bersifat umum di satu tempat, akan menjadi khusus di tempat yang lain, dsb. Demikianlah Al-Qur'an, menjadi sumber asal tafsir. Pembahasan terbesar hal tersebut, terdapat di tafsir Ibnu Katsir. Syekh Talidi banyak mencurahkan perhatian pada tafsir Ibnu Katsir. Di masa ini, kitab Syekh Muhammad As-Syinqithi, semoga Allah merahmatinya, berjudul "Adhwa'ul Bayan Fi Idhohil Qur'an Bil Qur'an", berisi pembahasan tafsir yang mengagumkan, terdiri dari sembilan jilid. Penafsiran rasul. Penafsiran ini memiliki penjelasan yang lebih meluas, dari Al-Qur'an. Berjilid-jilid buku, maupun kitab tentang sunnah kenabian, yang semuanya itu menafsiri dan menjelaskan al-Quran secara global dan rinci. Wajib diketahui, bahwa Nabi, pujian dan kedamaian kepadanya, telah menerangkan makna Al-Qur'an kepada para sahabatnya, sebagaimana menjelaskan pada mereka kata-katanya, dan lain sebagainya. Ucapan para sahabat, semoga Allah meridai mereka, seperti empat khalifah, Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar, Ubay bin Ka'ab, dan lain-lainnya, semoga Allah meridhai mereka, yang telah menyaksikan jalan turunnya wahyu, maka penafsiran mereka, kembali pada dua perkara: Mendengar langsung dari Nabi, pujian dan kedamaian kepadanya, dan yang menyaksikan turunnya wahyu. Mereka juga melihat bukti-bukti (dalil-dalil), karena itu, penafsiran mereka sebaik hadis sahih. Mereka menjadi hujjah (dasar kuat), dalam tafsir. Mereka yang memahami bahasa Al-Qur'an, dengan mendalam, karena mereka, orang arab asli. Mereka sendiri, adalah hujjah (dasar kuat), dalam tafsir. @Sejarah Tafsir Selama masa kenabian, jaman sahabat, dan generasi setelahnya, ilmu tafsir dihafalkan, dan telah melekat didada. Mereka hafal diluar kepala, dan sangat memahaminya, sehingga tidak membukukannya. Adapun di masa-masa sesudahnya, orang-orang yang pandai dibidang tafsir, banyak yang meninggal dunia, sehingga supaya tidak hilang, dan bisa sampai pada generasi selanjutnya, maka mulai ditulis penafsiran mereka, yang berasal dari Nabi, pujian dan kedamaian kepadanya, sahabat, dan generasi setelah sahabat. Ulama'-ulama' besar, yang pertama kali berjasa, mengambil penafsiran mereka yang pandai dibidang tafsir, dan membukukannya, yaitu Abdur Razzaq As-sona'ani, Ibnu Sibeh, Ibnu Jarir At-Tobari dan Ibnu Abi Hotim, serta orang-orang terdahulu yang seperti mereka. Kemudian ada Al-Bagowi, yang menghidupkan sunnah. Dimasa selanjutnya, ada Imam Ibnu Katsir dan As-suyuti. Selama tiga abad sejak kehadiran Islam, penafsiran yang ada, masih murni dan asli. Ketika ditulis induk sunnah yang besar, dikhususkan sebagian besar bagian-bagiannya, dalam bab-bab tafsir. Penulis-penulis yang terkenal dalam Ilmu Tafsir yaitu, Imam Bukhari, Nasa'i, Tirmidzi, dan lain-lainnya, dimana kitab karya mereka, dikenal dengan "Sembilan Kitab Termasyhur"(pembahasan tafsir, terdapat didalam sebagian isi kitab mereka). Sedang kitab tafsir yang masyhur lainnya, tidak bersanad, yaitu seperti Tafsir Nasafi, Tafsir Qurtubi, Mafatihul Ghoibi karya Ar-Rozi, Lubabut Ta'wil karya Al-Khozin, Al-Bahr karya Abi Hayan, Ruhul Ma'a>niy karya Alusi, dsb. @Kitab Tafsir Yang Bagus Dan memadai Banyak orang yang bertanya, manakah kitab tafsir yang bagus, yang bisa mengantarkan pemahaman kepada firman Allah dengan sempurna. Jawabannya adalah, bahwa kitab tafsir terbaik, lengkap, dan padat isinya adalah kitab tafsir karya Muhammad bin Jarir At-Tobari, guru para ahli tafsir dimana Imam Nawawi berkomentar tentangnya, "Dalam umat ini, tidak ada yang menyamai kitab tafsirnya." Imam Suyuthi juga berkomentar, "Dia adalah ahli tafsir yang besar, dan agung." Sebelumnya, Abu Hamid Asfaroyini juga berkomentar, "Andaikan seseorang, sampai harus bepergian, ke negeri Cina, untuk menggapainya, tetap tidak akan bisa sebanding dengannya." Setelah Ibnu Jarir, ada tafsri Ibn Kathi>r. tafsir ini lebih bagus dari segi pengumpulan hadis, pernyataan sahabat (atsar), dan menunjukkan asal datangnya dari induk hadis, dan pokok-pokoknya, yang berbagai macam, beserta opini, dan ringkasan yang berguna. Banyak yang mengakui, kelebihannya ini, seperti Suyuthi dalam kitabnya, Zarqoni dalam "Syarah Mawahib", dan Ibnu Ja'far Al-Kittani dalam "Risalah Mustatrofah". Kitab Tafsir Suyuthi "Duru Mantsur" tentang tafsir, dengan pelaporannya, disusun dengan sangat baik, yang seandainya dia tidak meringkas, dan telah menyelesaikannya, niscaya menjadi kitab terbaik di alam. Berikut ini, beberapa kitab tafsir, yang baik dan mencukupi: 1. Tafsir Ibnu Katsir 2. Tafsir Rozi, Mafatihul Ghoib 3. Tafsir Alusi, Ruhul Bayan 4. Tafsir Qurtubi Kitab-kitab tersebut, merupakan kitab tingkat tinggi, dalam Ilmu Tafsir. Kitab tafsir nomor 1 sampai dengan 3 diatas, sudah sangat mencukupi, untuk dijadikan pegangan, dalam memahami Al-Qur'an, secara lebih mendalam, dari berbagai sisinya. Adapun kitab ilmu tafsir pertengahan, atau yang lebih rendah tingkatannya, namun cukup juga, untuk dijadikan panduan, dalam menghayati ayat-ayat Al-Qur'an, bisa memakai salah satu, dari kitab-kitab ini: Tafsir Nasafi, Baidowi atau Khozin. Sedang kitab tafsir, yang ditulis oleh, ulama'-ulama' dimasa sekarang, diantaranya yaitu: Tafsir Sofwatut Tafasir, ataupun Muqtatof Min Uyunit Tafasir. Insya Allah, kitab-kitab ini, dapat mencukupi. Kitab ilmu tafsir, yang ada di tangan anda sekarang ini, lebih utama, dari kitab-kitab diatas, karena inilah, tafsir Al-Qur'an oleh Nabi, Pujian dan kedamaian kepadanya, lewat hadis-hadisnya yang sahih. @Ilmu-Ilmu Yang Mendukung, Dalam Memahami Al-Qur'an Ilmu apakah yang terpenting, supaya bisa memahami Al-Qur'an yang mulia, yang sesuai, dengan standar ukuran manusia? Jawabnya, adalah ilmu-ilmu berikut ini: Pertama : Ilmu bahasa arab, dengan beragam bidangnya, seperti: Kaidah-kaidah Nahwu, membahas perubahan makna, dari suatu kata Tasrif, membahas perubahan bentuk kata Istiqoq Mengetahui makna-makna kosakata, dalam bahasa arab, baik arti yang sebenarnya, maupun arti kiasan. Ilmu Balaghoh, meliputi: Bayan, Ma'ani, dan Badii'. Ini sangat penting, dalam ilmu tafsir. Yang kesatu, mengetahui kalimat-kalimat khusus, perbedaan-perbedaannya, kejelasan, dan kesamarannya; yang kedua, mengetahui susunan-susunan yang khusus, dalam kaitan pemberian maknanya; yang ketiga, mengetahui ilmu membaguskan kalimat. Inilah ilmu-ilmu pokok yang pertama. Kedua: Ilm al-Qira>'a>t (versi bacaan al-Quran) baik yang mutawatir, atau a>h}a>d tapi yang s}ah}i>h}. Dengan ilmu ini kita bisa mengetahui manakah bacaan yang paling unggul, disamping ada manfaat yang lain. Ketiga: Ilmu Asbabun Nuzul, untuk mengetahui makna ayat berdadarkan sebab-sebab diturunkannya. Ini sangat penting, untuk mengerti makna suatu ayat. Keempat: Mengetahui ilmu penggantian hukum (Nasikh Mansukh), supaya bisa diketahui, kepastian yang harus dikerjakan, dari yang digantikan, atau yang diangkat hukumnya. Para ahli tafsir menyebut, bahwa ayat yang diangkat hukumnya, tidak lebih dari dua puluh ayat. Kelima : memiliki ilmu yang luas dan mendalam tentang Sunnah Kenabian, yaitu sumber pokok kedua dalam ajaran Islam dan penjelasan Al-Qur'an yang detail dan terperinci. Sangat disayangkan sekali, karena banyak penafsir yang rabun, dengan mendatangkan hadis lemah, dusta dan ingkar dalam penafsiran mereka, yang mana itu semua diketahui, dikalangan para ulama' ahli hadis. Ini adalah aib besar, terjadi pada orang yang tidak memiliki pemahaman mendalam, di bidang ilmu hadis. Keenam : Mengerti benar Prinsip-prinsip agama (Ushuluddin), dan Kaidah-kaidah Keislaman. Memahami apa yang wajib ada pada Allah, dan pada Utusan-utusan-Nya, yang mustahil, maupun yang diperbolehkan, dsb. Ketujuh: Adanya pengetahuan mendalam, tentang prinsip-prinsip hukum Islam. Supaya mengerti, cara membuat bukti (dalil) dalam hukum, dan memerincinya, sesuai kebutuhan. Ilmu ini sangat penting, dalam hukum-hukum agama Islam. Siapapun yang menguasai ilmu-ilmu pendukung ini, dengan mudah akan dapat memahami Al-Qur'an, menurut standar ukuran manusia, meski tidak hafal seluruh bagiannya secara mendetail, namun mengerti asas dan pokok, dalam bagian-bagiannya secara umum. Sehingga, jika menemukan suatu permasalahan, segera kembali pada referensi tersebut. Dan perkara itu mudah, bagi siapapun yang dimudahkan Allah, Yang Maha Agung. Adapun orang yang tidak mampu menguasai, ilmu-ilmu pendukung tersebut, maka hendaknya, kembali pada kitab tafsir pertengahan, untuk membantunya memahami, makna-makna Al-Qur'an, lebih mendetail, sehingga bisa menghayatinya, dan menikmati buahnya. Semoga Allah, Yang Maha Memberi Petunjuk, memberi pertolongan, menuju jalan yang lurus. @ Tujuan Al-Qur'an yang mulia Tujuan-tujuan pokok dalam Al-Qur'an, meliputi: Keesaan Allah (tauhid), hukum-hukum, kisah-kisah, akhlak, dan atau sebagaimana, yang tercantum berikut ini: Pertama: Pengesaan Allah (tauhid), dan undangan untuk, lebih mengenal Allah, Yang Maha Agung. Keimanan dan memberi kesaksian, untuk menyembah-Nya sendirian, dan pelarangan menjadikan sekutu bagi-Nya. Meluber penyebutan ketuhanan Allah, dan pemeliharaan-Nya, Nama-nama-Nya, Sifat-sifat-Nya, beserta perincian-perinciannya, yang mana, ini semua khusus terdapat, di surat-surat yang diturunkan di Mekah (Makkiyah). Kedua : Penjelasan tentang makhluk, dan berbagai inovasi, dalam penciptaannya, yang mana tertuang, di setiap surat, dan bukti-bukti, yang menunjukkan keesaan-Nya, dsb. Serta adanya kehidupan abadi, sesudah kematian. Ketiga : Perkataan-Nya tentang kematian dan alam kubur; kejadian hari kiamat, dan tanda-tandanya; kebangkitan dari kubur, dan persiapan penghitungan; masa ketika penghitungan; keadaan di hari kiamat; detik-detik penghitungan amal; jembatan yang melintasi neraka, untuk menuju surga (sirath), pembalasan amal; surga neraka, dan sifat-sifatnya; serta kenikmatan, dan siksa ,yang dijanjikan, bagi para penghuninya. Keempat: Penjelasan jalan yang lurus, yaitu Akidah (keimanan), Islam (meliputi ibadah, dan urusan-urusan sosial keislaman), dan Ihsan (budi pekerti yang luhur, disertai ketulusan hati (ikhlas)); dan kehendak Allah, supaya anak cucu Nabi Adam menerapkannya. Terdapat penyebutan, tingkah laku yang membersihkan jiwa, menerangi hati, dan tentang teguh pendirian (istiqomah), serta keharusan beramal. Disertai juga, penyebutan kebalikannya, yaitu orang-orang yang hina, dan yang menjerumuskan diri dalam kehancuran, mereka tercela dalam agama, dari segi kemanusiaan, dan fitrahnya. Kelima : Penyebutan segala kenikmatan, yang dianugerahkan Allah, kepada para Utusan (Nabi)-Nya, orang-orang terpercaya, para syuhada' (mereka yang mati membela agama Allah), orang-orang saleh, para ulama' yang mengamalkan ilmunya, orang-orang beriman yang baik, beserta segala sifat, dan keadaan lahir mereka, serta orang-orang, yang didekatkan dengan Allah. Keenam : Penjelasan kekufuran, orang-orang yang kafir, kesesatan, orang-orang zalim, para pendosa, orang-orang munafik, dan nasib, serta akhir perjalanan mereka, di dunia dan akhirat. Juga keputusan Allah, Yang Maha Agung, atas mereka. Ketujuh: Terdapat kisah-kisah para Nabi, beserta umat-umat mereka, dan bagaimana Allah, telah memberi mereka pertolongan (kemenangan), dan menghancurkan para penentangnya. Menerangkan juga, hal ihwal dan kegigihan mereka, menghadapi orang-orang yang ingkar. Kisah-kisah tersebut, memenuhi sepertiga dari Al-Qur'an. Kedelapan: Menerangkan hukum-hukum, dalam ajaran Islam, seperti: ibadah, urusan-urusan sosial keislaman (muamalah), hukum-hukum pidana dan perdata, hukum waris, hubungan perkawinan, jihad, perikehidupan Nabi, urusan politik dan konstitusi keislaman, sistem pemerintahan, dan hubungan internasional keislaman. Kesembilan: Penyebutan berbagai ilmu pengetahuan, dan aneka peristiwa dimasa lalu, yang tidak kita ketahui sebelumnya, maupun peristiwa, dimasa yang akan datang. Terkandung fakta-fakta ilmiah, yang tidak diketahui manusia, kecuali sebagiannya saja, dan masih terdapat ilmu-ilmu, yang masih belum bisa diungkap manusia. 1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang[1]. 2. Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3]. 3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 4. Yang menguasai[4] di hari Pembalasan[5]. 5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan[7]. 6. Tunjukilah[8] Kami jalan yang lurus, 7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9] Makna ayat perkata dalam Mukhtas}ar tafsi>r al-T{abariy: Dengan menyebut nama Allah, aku memulai dan membaca(ÈöÓúãö Çááøóåö ) Yang Maha Pengasih ( ÇáÑøóÍúãóäö ) Yang Maha Penyayang ( ÇáÑøóÍöíãö ) Segala pujian itu milik Allah( ÇáúÍóãúÏõ áöáøóåö ) Tuhan semesta alam (ÑóÈøö ÇáÚóÇáóãöíäó) ö(ãóÇáößö íóæúãö ÇáÏøöíäö) Lafadz al-din dalam kalimat ini ditakwilkan dengan Hari Perhitungan dan pembalasan amal-amal, yakni hari dibalasnya manusia dengan perhitungan amal-amal ( ÅöíøóÇßó ) Hanya kepadamu (äóÚúÈõÏõ) Kami tunduk dan merendahkan diri (äóÓúÊóÚöíäõ)Kami minta pertolongan agar selalu mematuhimu dan pertolongan atas semua urusan-urusan kami (ÇåúÏöäóÇ) berikanlah kami taufik dan ilham (ÇáÕøöÑóÇØó) Jalan (ÇáãõÓúÊóÞöíãó) Yang jelas dan tidak ada kelokan/bengkokan. Orang Arab menggunakan lafadz “As-Siro>t}” dalam pengertian semua pekerjaan dan perkataan yang bersifat lurus atau bengkok. Maka diberi sifat Mustaqim (lurus) karena kelurusannya, dan diberi sifat Mu’awwaj (bengkok) karena kebengkokannya. (ÕöÑóÇØó ÇáøóÐöíäó ÃóäúÚóãúÊó Úóáóíúåöãú) Mereka adalah para malaikat, nabi, siddiqin (orang-orang yang terpercaya), orang-orang syahid, dan orang-orang yang saleh (ÛóíúÑö ÇáãóÛúÖõæÈö Úóáóíúåöãú) Mereka adalah orang-orang Yahudi (æóáÇó ÇáÖøóÇáøöíäó) Mereka adalah orang-orang Nasrani Penafsiran ayat menurut al-Tali>diy Surat Al-Fatihah yang mulia ini, termasuk diantara surat-surat yang diturunkan di Mekah (Makkiyah). Terdiri dari tujuh ayat. Merupakan miniatur (intisari) dari Al-Qur'an, karena di dalamnya terkandung tujuan-tujuan pokok Al-Qur'an secara global. Tujuan al-Quran Al-Quran memiliki tujuan dasar, di antaranya adalah membicarakan tentang tauh}i>d, hukum, kisah-kisah, akhlak, dan secara terperinci telah kami jelaskan dalam kitab "dala>'il al-Tawh}i>d int}ila>qan min al-Qur'a>n wa al-Kauwn" hal 47. Diantara tujuan itu adalah: Pertama: Keesaan, ajakan untuk mengenal kepada Allah yang mulia dan agung, iman, dan memantapkan keimanan itu untuk menyembah-Nya semata, larangan menyekutukan Allah, dan memperbanyak menyebut-Nya, mengingat ketuhanan-Nya, nama-nama-Nya, dan Sifat-sifat-Nya dengan semua macam-macamnya…terutama pada beberapa surah Makkiyah (surah yang diturunkan di Mekah). Kedua: Menjelaskan tentang penciptaan alam ini, dan hal itu banyak sekali ditunjukkan di setiap surah, hal itu menunjukkan atas keesaan Allah…dan kebangkitan setelah kematian. Ketiga: Membahas tentang kematian, kubur, terjadinya hari kiamat dan tanda-tandanya, Kebangkitan (Ba’ts dan Nasyr), tempat kembali, berbagai keadaan di hari kiamat, perhitungan, jembatan, hari pembalasan, surga, neraka beserta sifat-sifat keduanya, dan hal-hal yang Allah persiapkan bagi penghuninya daripada kenikmatan dan azab. Keempat: Menjelaskan tentang jembatan (al-s}ira>t} al—mustaqi>m) dan jalan Allah yang lurus, menyebutkan tentang akhlak-akhlak luhur yang mendidik jiwa-jiwa, menerangi hati, mengarahkan agar istiqomah serta menyebutkan lawan-lawan akhlak yang rendah dan hina, yang menghina agama, kemanusiaan dan kesucian. Kelima: Menyebutkan kenikmatan yang diberikan kepada para nabi, Siddiqin (orang-orang yang terpercaya), para syuhada’ (orang-orang yang mati syahid), orang-orang soleh, orang-orang alim yang mengamalkan ilmunya, orang-orang mukmin yang jujur serta sifat-sifat dan perbuatan mereka yang baik, dan ada orang-orang yang muqorrob (dekat pada Allah). Keenam: penjelasan tentang kekufuran dan orang-orang kafir, orang-orang durhaka, orang-orang yang zalim, orang-orang yang berdosa, orang-orang munafik. Menerangkan juga tentang tempat mereka kembali dan akibat-akibat bagi mereka di dunia dan di akhirat serta sunnatullah yang mulia dan agung terhadap mereka. Ketujuh: Menyebutkan kisah-kisah para nabi bersama umat-umat mereka dan bagaimana Allah menolong mereka dan menghancurkan musuh-musuh mereka, menerangkan tentang kesepakatan dan perselisihan mereka…dan kisah-kisah ini menempati sekitar sepertiga Al Qur’an. Kedelapan: menjelaskan hukum-hukum syariat seperti ibadah, muamalah, kriminal, hukuman-hukuman Allah, warisan, hubungan suami istri, peperangan (jiha>d), perjalanan hidup nabi, masalah politik dan undang-undang, peraturan hukum, dan yang berhubungan dengan pemerintahan…. Kesembilan: menerangkan tentang ilmu-ilmu dan pengetahuan, membicarakan tentang hal-hal gaib yang dulu dan yang akan datang, menerangkan fakta-fakta ilmiah yang tidak memberi petunjuk manusia untuk mengetahuinya kecuali pada saat ini, dan didalamnya terdapat beberapa ilmu, rahasia-rahasia, dan hakikat-hakikat yang manusia tidak mampu menjangkaunya. Keistimewaan surah Al Fatihah Tujuan-tujuan tersebut di atas dan dan berbagai jenis dan macamnya, secara global terkandung dalam surah yang mulia ini yakni surah Al Fatihah. Dari sinilah bisa diketahui rahasia kenapa surah al-Fa>tihah juga diberi nama umm al-kita>b, umm al-Qur'a>n (induk al-Quran) yang tidak terdapat pada surah-surah yang lain. Diantara keistimewaannya adalah bahwa Surah al-Fa>tihah adalah surang yang paling agung dalam Al Qur’an sebagaimana yang akan diterangkan pada surah Al Anfal. Termasuk keistimewaannya pula adalah dicukupkannya solat hanya dengan bacaan surah Al Fatihah menurut semua para imam, dan tidak cukup bacaan yang lain tanpa surah Al Fatihah, kecuali dalam riwayat dari imam Abi Hanifah ra. Keutamaan surah Al Fatihah Dari Abi Hurairah ra, dari Nabi saw, bersabda: “Barangsiapa yang sholat dan tidak membaca surah Al Fatihah maka sholat itu menjadi kurang sempurna – perkataan ini diulang oleh Rasulullah sampai tiga kali, ada yang bertanya kepada Abu Hurairah: kita berada di belakang imam, maka berkata, “Bacalah surah Al Fatihah, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah bersabda, “Allah berfirman, “Aku membagi solat menjadi dua antara aku dan hambaku, dan untuk hambaku apa yang telah dia minta, apabila seorang hamba berkata “ÇáÍãÏ ááå ÑÈ ÇáÚÇáãíä” Allah menjawab, “Hambaku telah memujiku” dan apabila seorang hamba berkata “ÇáÑÍä ÇáÑÍíã” Allah menjawab, “Hambaku telah memujiku” dan apabila seorang hamba berkata, “ãáß íæã ÇáÏíä” Allah menjawab, “Hambaku telah memuliakanku dan kadang menjawab, “Hambaku telah menyerahkan (hidupnya) kepadaku” dan apabila berkata, “ÇíÇß äÚÈÏ æÇíÇß äÓÊÚíä” Allah menjawab, “Ini antara aku dan hambaku dan baginya apa yang dia minta”. Apabila seorang hamba berkata, “ÇåÏäÇ ÇáÕÑÇØ ÇáãÓÊÞíã. ÕÑÇØ ÇáÐíä ÇäÚãÊ Úáíåã ÛíÑ ÇáãÛÖæÈ Úáíåã æáÇ ÇáÖÇáíã . Allah menjawab, “Ini untuk hambaku dan untuknya apa yang dia minta”. (HR Imam Ah}mad dan Muslim dalam bab “Solat”, Abu Daud dan Tirmidzi dalam bab Keutamaan Qur’an, Nisa’i dalam kitab “Al Kubro” dan kitab Mujtaba dan imam Ibnu Majah dalam bab “Solat) Firman Allah “ÛíÑ ÇáãÛÖæÈ Úáíåã æáÇ ÇáÖÇáíä” Dari Addiy bin H}a>tim semoga Allah meridhainya, bahwasanya Nabi bersabda, “Orang yang dimurkai adalah orang Yahudi dan orang yang tersesat adalah orang Nasrani.(HR. imam Tirmidzi, Ibn Jarir, Ibn Hibban, dsb.) & Dan dalam hadis yang mulia terdapat penafsiran dan penjelasan terhadap ayat-ayat yang samar, dari lafadz “ÇáãÛÖæÈ Úáíåã æáÇ ÇáÖÇáíã”. Orang yahudi itu dimurkai karena mereka mengetahui kebenaran tapi mereka menyembunyikannya. Terkait dengan hal ini, telah turun pada mereka firman Allah “Orang-orang yang telah Allah laknat dan murkai”. Adapun orang Nasrani telah tersesat sebab kebodohan mereka dan keikutsertaan mereka terhadap pendeta-pendeta mereka. Dan telah turun pada mereka firman Allah “Sungguh mereka telah tersesat dan menyesatkan.” inilah tafsir yang disepakati oleh para ahli tafsir. Segala puji bagi Allah yang dengan kenikmatan-Nya menjadi sempurna kebaikan-kebaikan dan semoga Allah mencurahkan solawat, salam dan keberkahan pada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarga, istri, Sahabat, kelompoknya selamanya. www.Muhammad.com Surah Kedua: Al-Baqoroh (Sapi Betina) ÓæÑÉ ÇáÈÞÑÉ Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Semoga Allah mencurahkan sholawat, salam dan keberkahannya pada Junjungan kita Nabi Muhammad, keluarga, Sahabat, istri, dan kelompoknya Surah yang mulia ini diturunkan di Madinah, termasuk surah paling panjang di dalam Qur’an yang agung, karena ayatnya berjumlah 286 ayat. Surah ini termasuk induk dari tujuh surah yang panjang, yang paling utama, yang paling mencakup semua tujuan-tujuan, dasar-dasar dan pondasi agama, sehingga tidak ada satu pun dari tema atau tujuan Al-Qur’an kecuali tersebut di dalam surah ini, baik secara global ataupun terperinci. Surah ini mencakup pokok-pokok agama seperti keimanan pada Allah, para malaikat-Nya, para rasul-Nya, dan Hari Akhir, Dalam surah ini juga banyak sekali menyebutkan nama-nama dan sifat-sifat Allah. Bahkan Nama “Allah” sendiri disebutkan sekitar dua ratus lima puluh kali, dan nama “Robb” (tuhan) di dalamnya diulang sebanyak tiga puluh tujuh kali, dan di dalam surah ini pula disebutkan nama-nama dan sifat-sifat seperti Ar-Rohma>n (Maha Pengasih), Ar-Rohi>m (Maha Penyayang), Al-Ghofu>r (Maha Pengampun), At-Tawwa>b (Penerima Taubat), Ar-Rouf (Yang Maha Pengasih), Al-‘Azi>z (Yang Maha Mulia), Al-Haki>m (Yang Maha Bijaksana), Al-‘Ali>m (Maha Mengetahui), Al-Ghoniy (Yang Maha Kaya), Al H}ami>d (Yang Maha Terpuji), Al-‘Aliy (Yang Maha Tinggi), Al-‘Adhi>m (Yang Maha Agung), Al-H}ayy (Yang Maha Hidup), As Sha>kir (Yang berterima kasih), As-Shadi>d (Yang Maha Kuat), Al-Badi>’ (Yang Maha Indah), Al-Wa>si’ (Lapang), As-Samii>’ (Yang Maha Mendengar), An-Nashi>r (Maha Penolong), Al-Bas}i>r (Yang Maha Melihat), Al-Ba>ri’ (Maha Membuat), Al-Muh}i>t} (Yang Maha Meliputi), Al-Qo>dir (Yang Maha Kuasa), Al-Wa>h}id (Yang Maha Esa), dan lain sebagainya. Surah ini membahas tentang kerasulan (pengutusan nabi dan rasul), Al-Qur’an, Surga, Neraka. Dan di dalamnya juga membicarakan tentang sholat, puasa, zakat, haji, hukum-hukum rumah tangga, ekonomi, sumpah, nadzar, makanan, minuman, denda, wasiat, penggadaian, hutang, persaksian, dan lain sebagainya yang termasuk akhlak-akhlak, keutamaan-keutamaan, dan tujuan-tujuan syariat. Hal inilah yang membuat Abdullah bin Umar ra tetap mau mempelajarinya selama delapan tahun. Keistimewaan surah Al-Baqoroh Surah ini memiliki keistimewa daripada surah-surah lain. Sebagian surah ini diturunkan di Mekah dan sebagian lain diturunkan di Madinah, dengan beberapa keistimewaan yang tidak terdapat pada surah lainnya, antara lain: 1. Menyebutkan tingkatan manusia yakni dalam masalah hidayah (petunjuk) dan kesesatan, dan hal itu ada pada permulaan awal surah sampai ayat dua puluh. Mereka adalah: orang-orang mukmin yang murni, orang-orang kafir yang murni, dan orang-orang munafik. 2. Menyebutkan perumpamaan yang pertama kali dalam Al-Qur’an dan memberi perumpamaan orang-orang munafik dengan api dan air. Lihat ayat 17-20 3. Awal mula wahyu Allah yang ditujukan pada semua hambanya dengan memerintahkan mereka agar menyembah-Nya, ayat 21 4. Menyebutkan nyamuk dan rahasia dibalik perumpamaan nyamuk tersebut, ayat 26 5. Menyebutkan permulaan ayat tentang karunia Allah yang diberikan kepada hamba-hambanya, bahwa semua yang ada di bumi diciptakan untuk mereka dengan baik karena kemurahan Allah dan anugerah bagi hambanya, ayat 29 6. Diistimewakan dengan mengisahkan cerita nabi Adam – semoga salam tetap atasnya – bersama para malaikat – semoga salam tetap terlimpah atas mereka – dan iblis yang terlaknat, diantara semua surah-surah yang diturunkan di kota Madinah, dan cerita itu disebutkan dan diulang pada surah yang diturunkan dikota Mekah, ayat 30-39 7. Pemberitahuan Allah kepada para malaikat-Nya bahwasanya Allah akan menjadikan dibumi seorang Khalifah, ayat 30 8. Nikmat Allah kepada nabi Adam, as, dan pengagungan serta pemuliaannya dengan mengajari nabi Adam beberapa nama dan penyebutannya, ayat 31-33 9. Allah menyebut bani Israil dan mengingatkan mereka akan kenikmatan yang telah Allah berikan pada mereka, hal itu sekitar sepertiga surah, yang berada pada permulaan ayat 40 sampai akhir ayat 123 10. Celaan bagi orang yang memerintahkan orang lain untuk berbuat kebaikan dan kebajikan tapi dia melupakan dirinya sendiri, ayat 44 11. Menceritakan tentang kisah bani Israil dan perkataan mereka kepada nabi Musa –semoga salam tetap atasnya –: “Kami tidak puas dengan satu macam makanan saja maka berdoalah pada tuhanmu agar mengeluarkan apa-apa yang tumbuh dibumi untuk kita”, ayat 61 12. Menceritakan kisah tentang sapi, penghidupan orang yang telah mati, pemberitahuannya tentang orang yang telah membunuhnya, dan pelajaran yang terkandung di dalamnya, ayat 67-73 13. Menceritakan tentang ayat (tanda kebesaran) Allah yaitu berupa terbelahnya batu disebabkan takut kepada Allah dan kebesaran-Nya serta keluarnya sungai-sungai dan sumber-sumber air dari batu tersebut dengan pancarannya yang deras, kemudian jatuhnya dan terpecahnya batu tersebut berkeping-keping karena takut pada Allah. Lihat ayat 74 14. Bahwasanya orang Yahudi itu manusia yang paling rakus (tamak) manusia terhadap kehidupan dunia ini jika dibandingkan dengan umat-umat lain, ayat 96 15. Permusuhan orang-orang Yahudi dengan malaikat Jibril itu merupakan permusuhan yang jelas (tampak), ayat 97 dan 98 16. Pernyataan bahwa nabi Sulaiman suci atau bersih dari sihir. Hal ini karena orang-orang Yahudi menghubungkan sihir itu dengannya secara dusta dan bohong, ayat 102 17. Menyebutkan tentang Harut dan Marut dan apa yang ditugaskan kepada mereka berdua untuk mengajari sihir (sebagai ujian untuk manusia) setelah mereka berdua memberikan nasehat, ayat 102 18. Disyariatkannya naskh (pembatakan atau penggantian satu hukum dengan hukum lain yang lebih baik) dalam Islam bahwasanya Allah mendatangkan dengan sesuatu yang lebih baik dari yang dinasakh itu atau dengan sesuatu yang sebanding dengannya, ayat 106 19. Menerangkan bahwasanya tidak ada seorangpun yang lebih zalim (aniaya) dari orang yang telah mencegah manusia untuk mengingat Allah di masjid-masjid, ayat 114 20. Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak rela pada orang-orang Islam sampai orang Islam menjadi seperti mereka, ayat 120 21. Doa kekasih Allah (Nabi Ibrahim) – semoga Allah meridhoinya – akan terutusnya Rasulullah – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluaga beliau – ayat 129 22. Wasiat Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’kub – semoga salam tetap atas keduanya – kepada anak-anaknya agar mengikuti agama Islam dan teguh di dalam agama Islam hingga (datangnya) kematian, ayat 132 23. Cerita pemindahan kiblat dan kririkan orang-orang Yahudi yang terjadi ketika itu; dan kewajiban untuk menghadap kiblat dan mengarahkan diri kepadanya dari segala arah penduduk bumi, ayat 142-150 24. Allah mengutamakan umat Muhammad bahwasanya mereka merupakan umat moderat (pertengahan) yakni yang baik dan adil, ayat 143 25. Disyariatkannya mengucapkan lafadz “Istirja’ (Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Rooji’uun) ketika ditimpa musibah, dan pahala orang sabar ketika mengalami musibah, ayat 153-157 26. Penyebutan tentang bukit Shofaa dan Marwah serta sa’iy diantara keduanya dan keduanya merupakan simbol agama Allah, ayat 158 27. Hukum bagi orang yang menyembunyikan ilmu dan agama yang benar yang telah diturunkan oleh Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung, ayat 159-160 28. Menerangkan tentang hukum yang berkaitan dengan darah (penghilangan nyawa), dan bahwasanya Qishash (hukuman balasan yang setimpal) bagi orang yang membunuh merupakan kehidupan bagi ummat manusia (sebab akan meninggalkan efek jera), ayat 178, 179 29. Menerangkan tentang kewajiban puasa Ramadhan, dan hukum-hukumnya, ayat 183-187 30. Menerangkan tentang i’tikaf (berdiam diri dalam masjid dengan niat ibadah) dan sebagian hukum-hukumnya. I’tikaf itu hanya sah jika di masjid, ayat 187 31. Pelarangan terhadap pemberian suap kepada penegak hukum untuk mengambil harta manusia atau orang lain secara dosa, ayat 188 32. Allah menciptakan bulan sabit dan rahasia yang ada didalamnya, serta hukum-hukum yang berkaitan dengannya, ayat 189 33. Perintah Allah untuk berperang, dan larangan untuk berperang di tanah haram Mekah kecuali untuk mempertahankan diri (dari serangan yang datang lebih dahulu), ayat 190-194 34. Larangan untuk menjerumuskan (melemparkan) diri pada kehancuran (atau kebinasaan), dan hal ini berlaku secara umum, ayat 195 35. Kewajiban untuk menyempurnakan haji dan umrah bagi orang-orang yang sudah masuk kepada keduanya, ayat 196 36. Pemboikotan dalam haji dan umrah serta hal-hal yang diharuskan pada saat itu, ayat 196 37. Disyariatkannya pembayaran fidyah (tebusan) diwaktu haji dan umrah bagi orang yang melakukan hal-hal yang diharamkan (pada saat ihram hajji atau umrah), ayat 196 38. Disyariatkannya haji secara tamattu’ (umrah dahulu kemudian haji) dan apa-apa yang berkaitan dengannya, ayat 196 39. Menerangkan tentang waktu-waktu haji (miiqoot zamaniy), ayat 197 40. Dibolehkannya berdagang ketika haji dan hal itu tidaklah berdosa, ayat 198 41. Disyariatkannya untuk meninggalkan Arafah (setelah wuquf) dan singgah di Muzdalifah, ayat 198 dan 199 42. Disyariatkan untuk menyebut nama Allah di hari-hari yang telah ditentukan yakni hari-hari ketika berada di Mina (hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Dzul Chijjah), ayat 200-203 43. Menerangkan ayant yang pertama kali turun tentang tercelanya minuman keras dan berjudi, ayat 219 44. Larangan menikahi wanita-wanita musyrik dan pelarangan untuk menikahkan laki-laki musyrik, ayat 221 45. Penyebutan tentang haid, dan larangan untuk mendatangi (mengumpuli) perempuan yang sedang haid sampai mereka suci (bersuci atau mandi besar), ayat 222 46. Allah menjadikan perempuan (ibarat) sebagai ladang bagi kaum laki-laki, ayat 223 47. Penjelasan tentang iilaa‘ yaitu sumpah untuk tidak menggauli istri, ayat 226 dan 227 48. Penjelasan tentang ‘iddah (masa tunggu setelah perceraian) bagi wanita (yang masih berada dalam usia haid) yang dicerai yang mana mereka ber‘iddah dengan hitungan tiga kali suci, ayat 228 49. Penjelasan bahwa suami yang telah mencerai isterinya memiliki hak untuk merujuk kembali istri yang telah dicerainya itu selama masih berada dalam masa ‘iddah, apabila keduanya menginginkan perdamaian, ayat 228 50. Penyebutan hak-hak suami-isteri, dan bahwasanya masing-masing dari mereka mempunyai hak atas yang lainnya, ayat 228 51. Penjelasan macam-macam talak (perceraian), dalam hal ini suami masih memiliki hak untuk rujuk, ayat 229 52. Pensyari’atan khulu’ (talak tebus) dan penebusan sang istri atas dirinya dari sang suami jika keduanya takut tidak adanya keharmonisan dan tidak mampu untuk menjaga hak-hak suami-istri, ayat 229 53. Penjerlasan tentang perceraian yang mana dengannya seorang istri menjadi haram bagi suaminya (yakni tak bisa merujuknya kembali), ayat 230 54. Larangan untuk membahayakan istri (dalam bentuk apapun, baik secara fisik maupun mental atau kejiwaan) karena hal itu merupakan suatu penghinaan terhadap ayat-ayat Allah, ayat 231 55. Larangan untuk mencegah seorang istri untuk kembali pada suaminya yang pertama setelah diceraikan yang mana keduanya saling menginginkan dan keadaan menjadi baik antara keduanya, ayat 232 56. Penjelasan tentang masa penyusuan yang disyariatkan diantara suami-istri, ayat 233 57. Penjelasan tentang iddahnya seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya, ayat 234 58. Larangan untuk melamar perempuan di masa iddahnya, ayat 235 59. Hukum syari’at (kebolehan) talak sebelum penentuan mahar (mas kawin) dan sebelum terjadinya hubungan suami istri, dan aturan cerai sebelum terjadinya hubungan suami istri dan sebelum penentuan mahar atau mas kawin, dan apa yang wajib dalam hal tersebut 236 dan 237 60. Diwajibkannya untuk menjaga sholat wustho yaitu sholat asar, 238 61. Kisah bani Israil yang mana mereka keluar dari rumah-rumah mereka karena takut kematian kemudian Allah mematikan mereka lalu menghidupkannya, ayat 243 62. Penyebutan kisah T{olu>t bersama Jalu>t dan pelajaran yang dapat diambil dari cerita itu, ayat 246 – 252 63. Penyebutan tentang ayat kursi yang merupakan ayat paling mulia dalam Al Qur’an, ayat 255 64. Penyebutan tentang kisah orang durhaka yang menantang nabi Ibrahim dalam urusan Tuhannya, ayat258 65. Kisah seorang laki-laki yang lewat di suatu desa yang telah hancur, kemudian Allah mematikan orang itu selama seratus tahun kemudian menghidupkannya kembali, dan pelajaran yang dapat dipetik dari cerita itu, ayat 259 66. Kisah tentang kekasih Allah (Kholiilulloh, yaitu nabi Ibrahim) – semoga salawat dan salam tetap bersamanya – bersama burung-burung dan bukti kuasa Allah dalam menghidupkan mereka, ayat 260 67. Pelipat-gandaan pahala sedekah sampai tujuh ratus kali lipat, ayat 261 68. Celaan terhadap sikap mengungkit-ungkit dalam bersedekah, dan sesungguhnya itu dapat menggugurkan pahalanya, ayat 262 – 264 69. Sebuah perumpamaan yang sangat indah bagi orang yang suka bersedekah dan sedekah itu sendiri, ayat 265 – 266 70. Barangsiapa yang telah diberi hikmah (kebijaksanaan, yakni ketepatan antara perbuatan dan perkataan) maka dia telah diberi kebaikan yang banyak, ayat 269 71. Pengharaman bermuamalah dengan cara riba dan ancaman keras bagi orang yang berbuat riba, ayat 275 – 279 72. Petunjuk untuk memberi penangguhan (atau menunggu) orang yang kesusahan dalam membayar hutang atau memaafkannya, ayat 280 73. Penyebutan ayat yang paling terakhir turun dari ayat-ayat Al Qur’an secara mutlak, ayat 281 74. Penyebutan ayat yang paling besar yang ada dalam Al Qur’an yakni ayat yang menerangkan tentang hutang piutang, ayat 282 75. Penjelasan tentang orang yang bersaksi dan tentang kesaksian, serta hal-hal yang berkaitan dengan itu, ayat 282 dan 283 76. Disyari’atkannya gadai (rungguhan) ketika tidak adanya kepercayaan, ayat 283 77. Penyebutan tentang akhir surah Al-Baqoroh dan keutamaan-keutamaan yang datang mengenai ayat itu, ayat 284 – 286 Inilah sebagian kesimpulan yang bisa diambil dari surah yang agung ini yang tidak terdapat pada surah lainnya. Bagi seseorang yang menelitinya dengan penuh penghayatan, bisa jadi akan menemukan kesimpulan lain yang belum kami sebutkan. Hanya kepada Allah kami meminta pertolongan Keutamaan surah Al-Baqoroh Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda: áÇó ÊóÌúÚóáõæúÇ ÈõíõæúÊóßõãú ãóÞóÇÈöÑó Åöäøó ÇáÔøóíúØóÇäó íóäúÝöÑõ ãöäó ÇáúÈóíúÊö ÇáøóÐöíú íõÞúÑóÃõ Ýöíúåö ÓõæúÑóÉõ ÇáúÈóÞóÑóÉö Artinya: “Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian itu kuburan, sesungguhnya setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibaca surah Al Baqoroh.“ Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dalam bab solat. Diriwayatkan pula oleh Tirmidzi dalam bab Keutamaan Al-Qur’an dengan redaksi: Åöäøó ÇáúÈóíúÊó ÇáøóÐóíú ÊõÞúÑóÃõ ÇáúÈóÞóÑóÉõ Ýöíúåö áÇó íóÏúÎõáõåõ ÔóíúØóÇäñ Artinya: “Sesungguhnya rumah yang di dalamnya dibaca surah Al Baqarah maka setan tidak akan memasukinya.“ "Jangan kalian jadikan rumah kalian itu kuburan", kalimat ini mengandung dua pengertian, yaitu: jangan kalian tinggalkan sholat di dalam rumah seperti kuburan-kuburan (sebab makruh seseorang salat di pekuburan) atau jangan mengubur orang mati di rumah kalian sehingga kalian menjadikan rumah kalian itu kuburan. Hadis di atas terdapat keutamaan surah Al Baqarah. Karena keagungan surat ini dan karena rahasia-rahasia dan kekuatan nur (cahaya) ilahi yang ada dalamnya, membuat setan lari dari rumah yang dibacakan surah Al Baqarah. Keutamaan ini tidak terdapat di surah yang lainnya. Diriwayatkan dari Abi Umamah ra. beliau berkata: Aku mendengar Nabi SAW bersabda: ÇöÞúÑóÃõæÇ ÇáúÞõÑúÂäó ÝÅäøóå íóÃúÊöí ÔÝöíúÚðÇ áÃóÕúÍóÇÈöåö¡ ÇöÞúÑóÃõæúÇ ÇáÒøóåúÑóÇæóíúäö: ÇóáúÈóÞóÑóÉó æóÂáó ÚöãúÑóÇäó¡ ÝóÅöäøóåõãóÇ íóÃúÊöíóÇäö íóæúãó ÇáÞíÇãÉ ßóÃäåãÇ ÛãÇãÊÇä Ãæ ÛíÇíÊÇä Ãóæú ÝóÑúÞóÇäö ãöäø ØóíúÑò ÕóæóÇÝøó¡ ÊõÍóÇÌøóÇäö Úóäú ÕóÇÍöÈöåöãóÇ¡ ÇöÞúÑóÃõæÇ ÇáúÈÞóÑóÉó ÝóÅöäøó ÃóÎúÐóåóÇ ÈóÑóßóÉñ æóÊóÑúßóåóÇ ÍóÓúÑóÉñ æóáÇó íóÓúÊóØöíúÚõåóÇ ÇúáóÈóØóáóÉõ Artinya: “Bacalah Al Qur’an karena Al Qur’an akan menjadi syafa’at (penyelamat) bagi orang yang membacanya, bacalah Az-Zahrowain (dua yang cerah / terang) yaitu surah Al Baqarah dan surah Ali Imron, karena keduanya akan datang Hari Kiamat seperti awan, atau seperti dua naungan atau dua kelompok burung dan berbaris yang melindungi pembacanya. Bacalah surah Al Baqarah karena jika kalian melakukannya, kalian akan mendapatkan barokah, dan apabila meninggalkannya akan mendapatkan kerugian dan sihir pun tidak mampu menembusnya.“ (HR. Ahmad dan Muslim dalam bab solat) Diriwayatkan dari Nuwas bin Sam’an semoga Allah meridhoinya, berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: íõÄúÊóì íóæúãó ÇáúÞöíóÇãóÉö ÈöÇáúÞõÑúÂäö æóÃóåúáöåö ÇáøóÐöíúäó ßóÇäõæÇ íóÚúãóáõæúäó Èöåö Ýöí ÇáÏøõäúíóÇ ÊóÞóÏøóãóåõ ÓõæúÑóÉõ ÇáúÈóÞóÑóÉö æó Âáö ÚöãúÑóÇäó Artinya: “Pada Hari Kiamat nanti, Al Qur’an dan pembaca yang mengamalkan isinya di dunia akan didatangkan, sedangkan surah Al Baqarah dan surah Al Imron berjalan didepannya.“ Rasulullah SAW membuat suatu perumpamaan untuk surah Al Baqarah dan surah Al Imron dengan tiga perumpamaan yang aku tidak akan pernah melupakannya. Beliau bersabda: ßóÃóäøóåõãóÇ ÛóãóÇãóÊóÇäö Ãóæú ÙõáøóÊóÇäö ÓóæúÏóÇæóÇäö ÈóíúäóåõãóÇ ÔóÑúÞñ¡ Ãóæú ßóÃóäøóåõãóÇ ÝóÑúÞóÇäö ãöäú ØóíúÑò ÕóæóÇÝøó¡ ÊõÍóÇÌøóÇäö Úóäú ÕóÇÍöÈöåöãóÇ Artinya: ”Keduanya bagaikan awan atau naungan yang hitam, diantara keduanya terdapat cahaya, atau mereka bagaikan burung yang membentangkan sayapnya dan berbaris untuk melindungi pembacanya, keduanya membela orang yang membacanya.“(HR. Ahmad, Muslim dan Tirmidzi dalam bab Keutamaan-keutamaan Al Qur’an) Kedua hadits di atas mengandung penjelasan tentang keutamaan surah Al Baqarah dan surah Ali Imron. Kedua surah itu akan datang pada Hari Kiamat membela orang yang membacanya dan yang menghafalnya. Kedua ayat itu juga akan memayungi orang tersebut dari segala keburukan. Kedua hadits juga menjelaskan tentang keutamaan orang-orang yang membaca Al Qur’an yang mengamalkan isinya, dan Al Qur’an itu akan menjadi syafa’at (penolong) mereka. Semoga Allah menjadikan kita orang yang paling mulia di antara golongan orang yang membaca Al Qur’an dan menegakkan hak-haknya, senantiasa menghalalkan apa yang dihalalkannya dan mengharamkan apa yang diharamkannya, dan orang-orang yang membaca Al Qur’an dengan sebenar-benarnya baik di siang hari maupun di malam hari. Amin! Ayat Kursi Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab ra. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: ÃóÈóÇ ÇáúãõäúÐöÑö¡ Ãóíøõ ÂíóÉò ãöäú ßöÊóÇÈö Çááåö ÃóÚúÙóãõ¿ Artinya: “Wahai Abul Mundzir! Ayat manakah dari kitab Allah yang paling agung?“ Aku menjawab: “öAlloohu laa-ilaaha illaa huwal h{ayyul Qoyyuum (Allah, tiada Tuhan selain Dia Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri sendiri; yakni: Ayat Kursi)“. Kemudian dia memegang dadaku dan berkata: “Selamat atas pengetahuanmu wahai Abul Mundzir“, kemudian beliau meneruskan sabdanya: æóÇáøóÐöíú äóÝúÓõ ãõÍóãøóÏò ÈöíóÏöåö Åöäøó áöåÐöåö ÇáÂíóÉö áöÓóÇäðÇ æóÔóÝóÊóíúäö ÊõÞóÏöøÓõ Çáúãóáößó ÚöäúÏó ÓóÇÞö ÇáúÚóÑúÔö Artinya: “Demi Dzat dimana jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya ayat ini memiliki lidah dan dua bibir yang mensucikan Allah Yang Maha Merjai, di kaki Arsy.“ (HR. Ahmad dan Muslim dalam bab sholat, dan Abu Dawud) Hadis di atas menjelaskan tentang keutamaan Ayat Kursi. Ayat kursi adalah ayat yang paling agung dalam Al Qur’an, karena mencakup nama-nama dan sifat-sifat ketuhanan seperti sifat H{aya>t (Maha Hidup), Wah}da>niyyah (Maha Esa), ‘Ilm (Maha Tahu), Mulk (Maha Merajai atau Memiliki), al-Qudroh (Maha Berkuasa) dan juga sifat al-Iro>dah (Maha Berkehendak). Diriwayatkan dari Abi Umamah ra. ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: ãóäú ÞóÑóÃó ÂíóÉó ÇáúßõÑúÓöíöø ÏõÈõÑó ßóáöø ÕóáÇóÉò ãóßúÊõæúÈóÉò áóãú íóãúäóÚúåõ ãöäú ÏõÎõæúáö ÇáúÌóäøóÉö ÅöáÇøó Ãóäú íóãõæúÊó “Barangsiapa membaca ayat Kursi setiap selesai sholat fardhu (wajib) maka tidak ada yang mencegahnya masuk surga kecuali maut.“(HR. An-Nasa>'iy dalam kitab ‘Amalul Yawmi Wal Laylah, Ath-Thobrooniy, dan Ibnu Chibbaan, sebagaimana Al-Mundziriy juga menisbatkan riwayat hadits ini kepada mereka tersebut dan berkata: “Sanad salah satunya sahih.“ Dan juga dikuatkan oleh Al-Haytsamiy dalam Al-Majma‘. Hadits ini memiliki beberapa jalur periwayatan dan hadits pendukung lainnya di antaranya yang diriwayatkan oleh Al-Mughiiroh bin Syu’bah yang dicatat oleh Abu Nu’aim dalam Al-Chilyah-nya, sedangkan sanadnya lumayan.) Dalam hadis tersebut terdapat keutamaan membaca ayat ini setiap selesai sholat dan hal itu dapat mengantarkan seseorang masuk surga. Berikutnya ada sebuah hadits dari Abu Huroiroh dan yang lainnya (tentang Ayat Kursi ini) insya> Allah. Akhir Surah Al Baqoroh (ayat 285 dan 286) Diriwayatkan dari Abi Musa – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasulullah – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: ÇóáÂíóÊóÇäö ãöäú ÂÎöÑö ÓõæúÑóÉö ÇáúÈóÞóÑóÉö ãóäú ÞóÑóÃó ÈöåöãóÇ Ýöíú áóíúáóÉò ßóÝóÊóÇåõ “Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surah Al Baqarah di malam hari maka keduanya akan mencukupinya (dari sholat malam, atau dari membaca Al Qur’an, atau dari keimanan).“(HR. Ahmad dan Bukhori dalam bab Keutamaan Surah Al-Baqoroh, diriwatkan juga oleh Imam Muslim dalam bab Sholat, At-Tirmidziy, Ad-Daarimiy, dan sebagainya) Dari Abdullah bin Abbas ra. berkata: “Ketika Jibril berada di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba terdengar suara dari atas, maka malaikat Jibril mengangkat pandangannya ke arah langit dan berkata: “Pintu langit telah terbuka, padahal pintu tersebut belum pernah terbuka sama sekali sebelumnya. Kemudian turunlah malaikat dari pintu langit itu dan mendatangi Nabi SAW seraya berkata: “Aku memberi kabar gembira bahwa engkau diberi anugerah dua cahaya, yang belum pernah diberikan kepada nabi-nabi sebelummu, yakni: Pembuka Al Qur’an (Al-Faatichah) dan akhir surah Al Baqarah, sungguh tidaklah dibaca satu huruf dari dua surah itu kecuali aku berikan padanya (barokah, rahasia, dan pahala). (HR. Imam Muslim) Diriwayatkan dari Abi Jam’ah ra. berkata: ”Kami makan siang bersama Rasulullah SAW dan Ubaidah bin Al-Jarrooch bersama kami, maka dia bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah ada orang yang lebih baik dari kami? kami telah masuk Islam bersamamu dan telah berperang bersamamu.” Maka Nabi menjawab: äóÚã¡ Þóæúãñ íóßõæúäõæúäó ãöäú ÈóÚúÏößõãú¡ íõÄúãöäõæúäó Èöí æóáóãú íóÑóæúäöíú Artinya: “ya ada, mereka adalah kaum setelah kalian, mereka beriman kepadaku padahal belum pernah melihatku.”(HR. Imam Ahmad dan Hakim dengan sanad yang sahih, sedangkan An-Nuur mengetengahkan hadits ini dalam Al-Majma’ dengan periwayatan Ahmad, Abu Ya’laa, Ath-dan Thobroniy, An-Nuur berkata: “(Periwayatan ini) melalui beberapa sanad dan salah satu sanad Ahmad adalah sahih.” Hadis di atas didukung oleh hadis lain dari sayyidina Umar ra. ia berkata: ”Aku bersama Nabi dan Nabi berkata, “Beritahu aku siapakah orang yang paling utama keimanan” maka mereka menjawab, “Malaikat, wahai Rasulullah!” maka Rasul berkata, “Mereka memang demikian, namun mereka pantas untuk itu, tidak ada yang menghalangi mereka untuk beriman, sedangkan Allah telah memberikan kedudukan yang telah mereka dapatkan, namun orang itu adalah selain mereka.” Kemudian para sahabat menyebutkan para nabi, dan para syuhada’ (orang-orang yang mati syahid) kemudian Nabi pun bersabda: ÃóÞúæóÇãñ Ýöíú ÃóÕúáÇóÈö ÇáÑöøÌóÇáö íóÃúÊõæúäó ãöäú ÈóÚúÏöíú íõÄúãöäõæúäó Èöíú æóáóãú íóÑóæúäöíú¡ æóíõÕóÏöøÞõæúäöíú æóáóãú íóÑóæúäöíú¡ íóÌöÏõæúäó ÇáúæóÑóÞó ÇáúãõÚóáøóÞõ ÝóíóÚúãóáõæúäó ÈöãóÇ Ýöíúåö¡ ÝóåÄõáÇóÁö ÃóÝúÖóáõ Ãóåúáö ÇúáÅöíúãóÇäö ÅöíúãóÇäðÇ Artinya: “mereka itu adalah kaum yang datang setelahku, beriman kepadaku padahal mereka belum pernah melihatku, mereka mempercayaiku padahal mereka belum pernah memandangku, mereka mendapatkan lembaran yang diangkat (Wahyu Allah) dan mereka mengamalkan isinya, mereka itulah golongan yang tingkat keimanannya paling tinggi (pada Allah dan Rasul-Nya)”(HR. Abu Ya’la, Bazzar dan Hakim; dan disahihkan serta dihasankan oleh An-Nuur dalam Al-Majma’. Hadits ini masih memiliki hadits pendukung lain yaitu yang diriwayatkan dari Anas oleh Al-Bazzaar, dan juga diriwayatkan dari Ibnu Umar oleh Al-Hasan bin Arofah) Diriwayatkan dari Abi Umamah ra. berkata: “Rasulullah SAW bersabda: ØõæúÈóì áöãóäú ÑóÂäöíú æóÂãóäó Èöíú¡ æóØõæúÈóì ÓóÈúÚó ãóÑøóÇÊò áöãóäú áóãú íóÑóäöíú æóÂãóäó Èöíú. Artinya: “Beruntunglah orang yang pernah melihatku dan dia beriman padaku dan beruntung…(kata-kata ini diulang oleh Rasul sampai tujuh kali) bagi orang yang belum pernah melihatku tapi dia beriman padaku.”(HR. Imam Ahmad, Ath-T{oya>lisiy, dan Ibnu H{ibba>n; Al-Haythamiy berkata: Para perawinya adalah perawi hadits sahih.” Sedangkan hadits ini juga memiliki pendukung berupa hadits-hadits lain, yaitu dari Anas, Abu Sa’iid Al-Khudriy, dan Abu ‘Abdurrochmaan Al-Juhaniy) Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Yazid berkata: “Kami bersama Abdullah bin Mas’ud sedang duduk-duduk. Kami menyebutkan para sahabat Nabi SAW dan hal-hal yang telah lampau, kemudian Abdullah berkata: “Sesungguhnya perkara (kelebihan) Rasulullah itu jelas (tampak) bagi orang yang telah melihatnya, dan demi Dzat, tiada Tuhan selain-Nya, tidak ada iman yang lebih utama daripada iman dengan yang ghaib (yakni iman kepada Nabi padahal ia tidak melihat dan tidak hidup semasa dengan Nabi).” Kemudian ia membacakan ayat: Ãáã (1) Ðáß ÇáßÊÇÈ áÇ ÑíÈ Ýíå åÏì ááãÊÞíä (2) ÇáÐíä íÄãäæä ÈÇáÛíÈ...ÇáÝáÍæä (5) (HR. Sa'i>d bin Mans}u>r, Ibn H{a>tim dan al-H{a>kim) Hadits-hadits di atas menjelaskan tentang keutamaan iman kepadas sesuatu yang gahib dan itu adalah salah satu sifat orang-orang yang bertaqwa. Sedangkan yang dimaksud ’hal-hal yang gahib’ dalam ayat ini adalah sesuatu yang ghaib menurut pandangan kita dan tidak bisa kita tangkap dengan panca indera. Hal ghaib itu mencakup: iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, Hari Akhir, takdir baik dan buruk, Hari akhir, kehidupan setelah kematian, Kebangkitan, perjumpaan dengan Allah, Hari Pembalasan, surga, neraka dsb. Semua itu adalah ghaib (tidak bisa kita lihat atau belum kita temui), oleh karena itu mempercayai dan membenarkan semua itu merupakan pondasi dari sifat orang-orang yang bertakwa. Mereka akan mendapatkan keberuntungan dari keimanan mereka itu.” Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang ÈöÓúãö Çááøóåö ÇáÑøóÍúãóäö ÇáÑøóÍöíãö Firman-Nya Yang Maha Luhur: [2.1] Alif Laam Miim (ÇáÜã) : Lafadz ini merupakan salah satu nama Al Qur’an. Ada yang berpendapat bahwa lafadz ini adalah pembuka Al Qur’an, sumpah. Ada juga yang berpendapat lafadz ini termasuk rahasia Allah yang tidak mengetahuinya kecuali hanya Allah semata Al-Qur’an diverifikasi (dikukuhkan) oleh Allah 2:2 [2.2] Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa ((((((( ((((((((((( (( (((((( ( ((((( ( ((((( (((((((((((((( ((( : (Ðóáößó ÇáßöÊóÇÈõ) Al Qur’an (áÇó ÑóíúÈó Ýöíåö) : Tidak ada keraguan : (åõÏðì) Cahaya, atau petunjuk (áøöáúãõÊøóÞöíäó) : Orang-orang yang takut Sifat-sifat orang-orang yang tidak beriman (kafir) 2: 6 & 7 [2.6] Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman (((( ((((((((( ((((((((( (((((((( (((((((((( ((((((((((((((( (((( (((( ((((((((((( (( ((((((((((( ((( (Åöäøó ÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ) Mereka yang ingkar (kafir). Secara bahasa kata kufr berarti: menutup (ÓóæóÇÁñ Úóáóíúåöãú) Sama saja, yakni ini seperti itu. Terambil dari kata At-Tasaawiy (persamaan) (ÃóÃóäÐóÑúÊóåõãú) Kamu peringatkan mereka [2.7] Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat (((((( (((( (((((( ((((((((((( (((((((( (((((((((( ( (((((((( ((((((((((((( ((((((((( ( (((((((( ((((((( ((((((( ((( (ÎóÊóãó Çááøóåõ) :Allah menyegel (mencap) (Úóáóì ÞõáõæÈöåöãú æóÚóáóì ÓóãúÚöåöãú æóÚóáóì ÃóÈúÕóÇÑöåöãú ÛöÔóÇæóÉñ) : Ghisha>wah: penutup. Penipuan orang-orang munafik dan permisalan tentang mereka 2: 8-16 [2.8] Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman (((((( (((((((( ((( ((((((( (((((((( (((((( (((((((((((((( (((((((( ((((( ((( ((((((((((((( ((( (yakni orang-orang munafiq yang menampakkan keimanan di lisannya dan namun menyimpan atau menyembunyikan kekafiran di hatinya) [2.9] Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar (((((((((((( (((( ((((((((((( (((((((((( ((((( ((((((((((( (((( ((((((((((( ((((( ((((((((((( ((( (íõÎóÇÏöÚõæäó Çááøóåó æóÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ) Mereka menampakkan apa yang bukan dihati mereka (untuk menipu Allah dan Nabi serta orang-orang beriman, namun Allah pun menipu mereka yakni Allah melarang (Nabi dan kaum muslimin untuk) untuk membunuh dan merampas harta mereka (orang-orang munafiq itu)sebab keislaman yang mereka tampakkan, hal itu untuk memperdayakan mereka (menarika mereka perlahan-lahan ke arah kebinasaan / istidrooj), hingga mereka (semakin terjerumus pada kekafiran dan meninggal dunia dalam keadaan demikian sehingga)bertemu Allah dalam keadaan kafir. : (æóãóÇ íóÔúÚõÑõæäó) mereka tidak mengetahui (mengerti atau merasa) [2.10] Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta ((( (((((((((( (((((( ((((((((((( (((( ((((((( ( (((((((( ((((((( ((((((( ((((( (((((((( ((((((((((( (((( (Ýöí ÞõáõæÈöåöã ãøóÑóÖñ) : Marad}: semakna dengan kata “saqom” yang berarti: Penyakit (yakni sakit fisik) namun disini maknanya keraguan dalam kepercayaan hati mereka (Ãóáöíã) : Yakni Menyakitkan [2.11] Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." ((((((( ((((( (((((( (( ((((((((((( ((( (((((((( ((((((((( ((((((( (((((( ((((((((((( (((( ú: ( áÇó ÊõÝúÓöÏõæÇ) (janganlah kalian merusak atau membuat kerusakan) Lafadz al-Isla>h} (memperbaiki atau memperbuat kebaikan) merupakan lawan kata dari al-Ifsa>d yang berarti kerusakan, yakni pekerjaan yang tidak diridhai Allah dan membahayakan manusia. [2.12] Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar (((( (((((((( (((( ((((((((((((((( (((((((( (( ((((((((((( (((( [2.13] Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu ((((((( ((((( (((((( (((((((((( (((((( ((((((( (((((((( ((((((((( (((((((((( (((((( ((((((( ((((((((((((( ( (((( (((((((( (((( ((((((((((((( (((((((( (( ((((((((((( (((( : (ÇáÓøõÝóåóÇÁõ) Kata sufahaa’ ialah bentuk jama’ dari kata safiih yakni Orang-orang bodoh, yang lemah pikirannya, pengetahuannya dangkal sehingga tidak mengerti mana yang bermanfaat dan mana yang madharat. (bahaya). (karena ketidak mengertiannya ini terkadang mereka menyangka dirinya berbuat baik padahal sebenarnya ia sedang berbuat keburukan) [2.14]Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada syaitan-setan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok" ((((((( ((((((( ((((((((( (((((((((( ((((((((( (((((((( ((((((( (((((((( (((((( (((((((((((((( ((((((((( ((((( (((((((( ((((((( (((((( ((((((((((((((( (((( (ãõÓúÊóåúÒöÆõæäó) :Kata mustahzi'u>n semakna dengan kata sa>khiru>n yakni mereka mengejek. [2.15] Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka Çááøóåõ íóÓúÊóåúÒöÆõ Èöåöãú æóíóãõÏøõåõãú Ýöí ØõÛúíóÇäöåöãú íóÚúãóåõæäó (15) óíóãõÏøõåõãú :Allah mengulur-ulur (siksa) mereka (dengan memberi mereka kenikmatan dunia) dan dengan demikian menambah mereka (terjerumus) dalam kedurhakaan Ýöí ØõÛúíóÇäöåöãú : Kata tughyaan adalah berwazan fa’laan terambil dari kata Thoghoo fulaan (yakni si Fulan telah keterlaluan)yakni jika ia melakukan hal-hal yang melampaui batas dan durhaka (atau zalim) íóÚúãóåõæäó (15) :yang buta jiwanya; yang tersesat [2.16] Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk ÃõæáóÆößó ÇáøóÐöíäó ÇÔúÊóÑóæõÇ ÇáÖøóáÇáóÉó ÈöÇáúåõÏóì ÝóãóÇ ÑóÈöÍóÊ ÊøöÌóÇÑóÊõåõãú æóãóÇ ßóÇäõæÇ ãõåúÊóÏöíäó (16) ÇÔúÊóÑóæõÇ :(mereka telah membeli) maksudnya mereka mengambil ÇáÖøóáÇáóÉó :(artinya: kesesatan)yakni maksudnya kekafiran ÈöÇáúåõÏóì :(artinya: dengan petunjuk) maksudnya: dengan keimanan ÝóãóÇ ÑóÈöÍóÊ :(kata robichat terambil dari kata ar-ribch, sedangkan) Kata ar-ribch (untung) adalah lawan kata al-khosaaroh (rugi) dalam perdagangan. ãõåúÊóÏöíä :Muhtadiin semakna dengan rusyadaa’ Yakni Orang cerdik atau orang yang dapat petunjuk @Perumpamaan tentang orang yang yang menjual-belikan (menukar) petunjuk (agama, dengan kesesatan) [2.17] Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat ãóËóáõåõãú ßóãóËóáö ÇáøóÐöí ÇÓúÊóæúÞóÏó äóÇÑÇð ÝóáóãøóÇ ÃóÖóÇÁóÊú ãóÇ Íóæúáóåõ ÐóåóÈó Çááøóåõ ÈöäõæÑöåöãú æóÊóÑóßóåõãú Ýöí ÙõáõãóÇÊò áÇøó íõÈúÕöÑõæäó (17) : ãóËóáõåõãú Kata matsal semakna dengan kata syabah yakni seperti atau semisal. [2.18] Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar) Õõãøñ Èõßúãñ Úõãúíñ Ýóåõãú áÇó íóÑúÌöÚõæäó (18) [2.19] atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir Ãóæú ßóÕóíøöÈò ãøöäó ÇáÓøóãóÇÁö Ýöíåö ÙõáõãóÇÊñ æóÑóÚúÏñ æóÈóÑúÞñ íóÌúÚóáõæäó ÃóÕóÇÈöÚóåõãú Ýöí ÂÐóÇäöåöã ãøöäó ÇáÕøóæóÇÚöÞö ÍóÐóÑó ÇáãóæúÊö æóÇááøóåõ ãõÍöíØñ ÈöÇáúßóÇÝöÑöíäó (19) Ãóæú ßóÕóíøöÈò :Kata shoyyibun dalam ayat itu berarti: hujan, berasal dari kata shooba (al-mathoru)-yashuubu-showban, yakni: turun hujan seperti hujan apabila turun, seperti kata: sayyidun, yang berasal dari kata: saada-yasuudu dan juga jayyidun yang berasal dari kata: jaada-yajiidu ãøöäó ÇáÕøóæóÇÚöÞö : Kata ash-showaa’iq jama’ dari shoo’iqoh yang mana asal maknanya adalah: segala sesuau – baik berupa api atau sebagainya – yang dahsyat yang menghantarkan kepada kebinasaan dan hiloangnya akal (tak sadarkan diri) atau kehilangan fungsi salah sau anggota tubuh.õ ãõÍöíØñ ÈöÇáúßóÇÝöÑöíäó (19) :(Muh}i>th berasal dari kata ih}a>thoh)Ih}a>thoh bermakna berkumpul dan mengelilingi(meliputi) atas segala sesuatu. [2.20] Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jika Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu íóßóÇÏõ ÇáÈóÑúÞõ íóÎúØóÝõ ÃóÈúÕóÇÑóåõãú ßõáøóãóÇ ÃóÖóÇÁó áóåõã ãøóÔóæúÇ Ýöíåö æóÅöÐóÇ ÃóÙúáóãó Úóáóíúåöãú ÞóÇãõæÇ æóáóæú ÔóÇÁó Çááøóåõ áóÐóåóÈó ÈöÓóãúÚöåöãú æóÃóÈúÕóÇÑöåöãú Åöäøó Çááøóåó Úóáóì ßõáøö ÔóíúÁò ÞóÏöíÑñ (20) íóßóÇÏõ ÇáÈóÑúÞõ :Kaada (yakaadu) scara dalam bahasa arab berarti: hampir (qooroba). : íóÎúØóÝõ (kata yakhtofu disini berarti)menyilaukan, asalnya dari kata al-khothf maknanya mengambil. : ÞóÇãõæÇ(Qoomuu artinya : mereka telah berdiri)disini ia bermakna waqofuu (berdiri)dan tahayyaruu (bingung). Dari Abi Sa’id Al Khudri RA. berkata: Rasulullah SAW bersabda: ÇóáúÞõáõæúÈõ ÃóÑúÈóÚóÉñ: ÞóáúÈñ ÃóÌúÑóÏõ ãöËúáõ ÇáÓöøÑóÇÌö íõÒúåöÑõ¡ æóÞóáúÈñ ÃóÛúáóÝõ ãóÑúÈõæúØñ Úóáóì ÛöáÇóÝöåö¡ æóÞóáúÈñ ãóäúßõæúÓñ¡ æóÞóáúÈñ ãõÕóÝøóÍñ. ÝóÃóãøóÇ ÇáúÞóáúÈõ ÇúáÃóÌúÑóÏõ ÝóÞóáúÈõ ÇáúãõÄúãöäö ÝóÓöÑóÇÌõåõ Ýöíúåö äõæúÑõåõ¡ æóÃóãÇøó ÇáúÞóáúÈõ ÇáÃóÛúáóÝõ ÝóáóÞúÈõ ÇáúßóÇÝöÑö¡ æóÃóãøóÇ ÇáúÞóáúÈõ ÇáúãóäúßõæúÓõ ÝóÞóáúÈõ ÇáúãõäóÇÝöÞö ÇáúÎóÇáöÕö ÚóÑóÝó Ëõãøó ÃóäúßóÑó¡ æóÃóãøóÇ ÇáúÞóáúÈõ ÇáúãõÕóÝøóÍõ ÝóÞóáúÈñ Ýöíúåö ÅöíúãóÇäñ æóäöÝóÇÞñ¡ ÝóãóËóáõ ÇúáÅöíúãóÇäö Ýöíúåö ßóãóËóáö ÇáúÈóÞúáóÉö íóãõÏøõåóÇ ÇáúãóÇÁõ ÇáØøóíöøÈõ¡ æóãóËóáõ ÇáäöøÝóÇÞö Ýöíúåö ßóãóËóáö ÇáúÞóÑúÍóÉö íóãõÏøõåóÇ ÇáúÞóíúÍõ æóÇáÏøóãõ¡ ÝóÃóíøõ ÇáúãóÇÏøóÊóíúäö ÛóáóÈóÊú Úóáóì ÇúáÃõÎúÑóì ÛóáóÈóÊú Úóáóíúåö. “Hati itu ada empat, hati yang bersih seperti lampu yang terang, hati yang tertutup dan terikat dengan tutupnya, hati yang terbalik, dan hati yang terbuka. Adapun hati yang bersih adalah hati orang mukmin, di dalam hatinya terdapat cahaya, adapun hati yang tertutup adalah hati orang kafir dan hati yang terbalik adalah hati orang munafik yang mana mereka telah mengetahui kebenaran tapi mereka mengingkarinya, dan adapun hati yang terbuka adalah hati yang terdapat keimanan dan kemunafikan, perumpamaan iman di dalam hati tersebut bagaikan sayuran yang diairi dengan air yang baik, dan perumpamaan kemunafikan di dalam hati bagaikan luka yang dialiri dengan darah dan nanah maka manakah dari kedua materi ini yang dapat mengalahkan yang lainnya, dialah yang menjadi pemenang.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath-Thobroni, dan dinilai sebagai hadits hasan oleh Ibnu Katsir. Allah membuka surah yang mulia ini dengan empat ayat tentang sifat orang-orang mukmin, dua ayat tentang orang kafir, tiga belas ayat tentang orang munafik, dengan itu maka manusia dalam hal hubungan mereka dengan petunjuk dan kesesatan terbagi menjadi tiga macam: Yang mana orang munafik terbagi menjadi dua macam: orang-orang munafik asli yang mana mereka diumpamakan seperti api ãóËóáõåõãú ßóãóËóáö ÇáøóÐöí….. (17) Dan orang-orang munafik yang ragu-ragu, kadang keimanan mereka menyala dan kadang keimanan mereka padam, dan mereka diumpamakan seperti air. Ãóæú ßóÕóíøöÈò ãøöäó ÇáÓøóãóÇÁö Ýöíåö ….. (19) Dan hadis yang telah disebutkan secara terperinci tentang sifat dari golongan-golongan ini telah menjelaskan golongan tersebut. Ibnu Katsir (semoga Allah merahmatinya) berkata dalam tafsirnya: Maka telah diringkas dari kumpulan ayat-ayat ini bahwa orang mukmin itu ada dua macam: orang-orang yang muqorrob (didekatkan oleh Allah) dan orang-orang abroor (suka berbuat baik); dan bahwa orang kafir juga ada dua macam: orang yang mengajak (pada kekafiran) dan orang yang ikut-ikutan (kepada ajakan tersebut); dan orang-orang munafik juga ada dua macam: orang munafik asli dan orang munafik yang memiliki sedikit sifat munafik. Sebagaimana terdapat dalam dua kitab sahih (Al-Bukhooriy dan Muslim), diriwayatkan dari Abdulloh bin ‘Amr dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau –: “Ada tiga tanda, jika seseorang mempunyai ketiga tanda itu maka dia termasuk orang munafik yang murni dan orang yang di dalamnya terdapat salah satu dari ketiganya maka pada dirinya ada satu sifat dari orang munafik hingga dia bisa meninggalkan sifat itu yaitu: orang yang apabila dia berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia melanggarnya, dan apabila dia diberi kepercayaan dia berkhianat.” Begitulah Ibnu Katsir meriwayatkannya. Adapun dalam hadis Al-Bukhooriy dan Muslim tersebut: “Ada empat tanda, barangsiapa yang memiliki keempat tanda itu… “ dalam riwayat ini: “apabila berjanji dia berkhianat, dan apabila bertengkar dia berbuat jahat (mendendam).” Memang di dalam Al-Bukhooriy dan Muslim juga terdapat riwayat: “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia melanggar, dan apabila dipercaya dia berkhianat”, namun riwayat ini dari Abu Huroiroh bukan dari Ibnu ‘Umar. Sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah. @Allah telah memerintahkan kita untuk hanya menyembah-Nya dan mengingatkan kita bahwa hanya Dia Yang Menciptakan kita 2: 21-22 [2.21] Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáäøóÇÓõ ÇÚúÈõÏõæÇ ÑóÈøóßõãõ ÇáøóÐöí ÎóáóÞóßõãú æóÇáøóÐöíäó ãöä ÞóÈúáößõã áóÚóáøóßõãú ÊóÊøóÞõæäó (21) [2.22] Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kaliandan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui ÇáøóÐöí ÌóÚóáó áóßõãõ ÇáÃóÑúÖó ÝöÑóÇÔÇð æóÇáÓøóãóÇÁó ÈöäóÇÁð æóÃóäÒóáó ãöäó ÇáÓøóãóÇÁö ãóÇÁð ÝóÃóÎúÑóÌó Èöåö ãöäó ÇáËøóãóÑóÇÊö ÑöÒúÞÇð áøóßõãú ÝóáÇó ÊóÌúÚóáõæÇ áöáøóåö ÃóäÏóÇÏÇð æóÃóäÊõãú ÊóÚúáóãõæäó (22) ÝöÑóÇÔÇð :Sebagai permadani (alas) dan tempat berpijak æóÇáÓøóãóÇÁó ÈöäóÇÁð :Langit dibangun diatas bumi seperti bentuk kubah yakni ia berfungsi sebagai atap diatas bumi ÃóäÏóÇÏÇð :Jama’ dari kata: nidd yang berarti: yang sebanding, yang sama, atau atau yang setara Firman Allah Yang Maha Luhur: ÝóáÇó ÊóÌúÚóáõæÇ áöáøóåö ÃóäÏóÇÏÇð …. (22) Dari Ibn Mas’ud RA: “Aku bertanya pada Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dosa apa yang paling besar menurut Allah?” Beliau menjawab: “Kamu mempersekutukan Allah sedangkan Allah telah menciptakanmu” aku berkata: “Hal itu sungguh dosa besar.” Lalu aku bertanya lagi: “Kemudian dosa apa lagi?” Beliau menjawab: “Kamu membunuh anakmu karena takut akan makan bersamamu (kurang).” Aku berkata: “Dosa apa lagi?” Beliau menjawab: “Kamu berzina dengan istri tetanggamu.” Diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab tafsir, adab, diat (denda), dan tauhid; juuga diriwayatkan oleh Muslim dalam bab iman, Abu Dawud, At-Tirmidziy dalam tafsir surat Al-Furqoon dan juga An-Nasa-iy dalam tafsirnya. "Adapun yang keterangan dalam ayat ini adalah sabda beliau: “Kamu menjadikan bagi Allah tandingan….” maka menjadikan sekutu bagi Allah itu adalah dosa yang paling besar secara mutlak, kemudian pada urutan setelahnya adalah membunuh jiwa secara tidak benar, dan paling kejinya hal itu adalah yang merajalela pada masa Jahiliyah, yakni pembunuhan anak-anak karena takut akan makanan mereka (yakni takut miskin), kemudian pada urutan berikutnya adalah dosa zina yang. Hal itu merupakan dosa besar yang sangat keji, dan zina yang paling besar dan paling keji adalah berzina dengan istri tetangga. Padahal Islam memerintahkan untuk berbuat baik, memuliakan, menjaga hak-hak tetangga, serta menjaga kehormatannya. Urutan dosa-dosa besar ini tidaklah secara mutlak, maka meninggalkan sholat walaupun satu sholat itu merupakan dosa paling besar daripada membunuh jiwa seseorang disisi Allah, serta lebih besar dari zina, dan melakukan riba juga lebih besar daripada zina. @Allah menantang seluruh manusia jika mereka masih meragukan tentang keotentikan Al-Qur’an maka hendaklah mereka buat satu surat seperti Al-Qur’an 2: 23 & 24 [2.23] Dan jika kalian (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolong kaliaan selain Allah, jika kalian orang-orang yang benar æóÅöä ßõäÊõãú Ýöí ÑóíúÈò ãøöãøóÇ äóÒøóáúäóÇ Úóáóì ÚóÈúÏöäóÇ ÝóÃúÊõæÇ ÈöÓõæÑóÉò ãøöä ãøöËúáöåö æóÇÏúÚõæÇ ÔõåóÏÇÁóßõã ãøöä Ïõæäö Çááøóåö Åöä ßõäÊõãú ÕóÇÏöÞöíäó (23) : ÔõåóÏÇÁóßõã Orang yang bersaksi untuk kalian dan para penolong kalian [2.24] dan jika kalian tidak dapat membuat (nya) dan pasti kalian tidak akan dapat membuat (nya), maka peliharalah diri kalian dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir ÝóÅöä áøóãú ÊóÝúÚóáõæÇ æóáóä ÊóÝúÚóáõæÇ ÝóÇÊøóÞõæÇ ÇáäøóÇÑó ÇáøóÊöí æóÞõæÏõåóÇ ÇáäøóÇÓõ æóÇáúÍöÌóÇÑóÉõ ÃõÚöÏøóÊú áöáúßóÇÝöÑöíäó (24) ÇáäøóÇÑó ÇáøóÊöí æóÞõæÏõåóÇ :Kayu bakarnya æóÇáúÍöÌóÇÑóÉõ :Batu yang dimaksud di sini adalah bebatuan belerang yang berada di dalam neraka Jahannam : ÃõÚöÏøóÊú Disiapkan atau dihadirkan @kabar gembira tentang surga 2: 25 [2.25] Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya æóÈóÔøöÑö ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ æóÚóãöáõæÇ ÇáÕøóÇáöÍóÇÊö Ãóäøó áóåõãú ÌóäøóÇÊò ÊóÌúÑöí ãöä ÊóÍúÊöåóÇ ÇáÃóäúåóÇÑõ ßõáøóãóÇ ÑõÒöÞõæÇ ãöäúåóÇ ãöä ËóãóÑóÉò ÑøöÒúÞÇð ÞóÇáõæÇ åóÐóÇ ÇáøóÐöí ÑõÒöÞúäóÇ ãöä ÞóÈúáõ æóÃõÊõæÇ Èöåö ãõÊóÔóÇÈöåÇð æóáóåõãú ÝöíåóÇ ÃóÒúæóÇÌñ ãøõØóåøóÑóÉñ æóåõãú ÝöíåóÇ ÎóÇáöÏõæäó (25) æóÈóÔøöÑö :dan berilah kabar gembira (Terambil dari kata bisyaaroh) Asal dari Al-Bisyaaroh artinya adalah kabar yang menggembirakan yang yang datang terlebih dahulu ÇáÕøóÇáöÍóÇÊö : jama’ dari ash-shoolichah yakni amal yang baik : ÌóäøóÇÊò Jannaat semakna dengan basaatiin artinya: kebun-kebun æóÃõÊõæÇ Èöåö ãõÊóÔóÇÈöåÇð :Sebagian satu menyerupai sebagian yang lain dalam kebaikan dan keindahannya bukan dalam kerendahan kualitasnya ÃóÒúæóÇÌñ : ãøõØóåøóÑóÉñ(Pasangan-pasangan yang suci) pasangan seorang laki-laki adalah isterinya. “Yang Suci” yakni dari kotoran, haid, dan sebagainya : ÎóÇáöÏõæäó semakna dengan baaquun artinya: mereka kekal. @Perumpamaan 2: 26-27 [2.26] Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?" Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik Åöäøó Çááøóåó áÇó íóÓúÊóÍúíöí Ãóä íóÖúÑöÈó ãóËóáÇð ãøóÇ ÈóÚõæÖóÉð ÝóãóÇ ÝóæúÞóåóÇ ÝóÃóãøóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÝóíóÚúáóãõæäó Ãóäøóåõ ÇáÍóÞøõ ãöä ÑøóÈøöåöãú æóÃóãøóÇ ÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ ÝóíóÞõæáõæäó ãóÇÐóÇ ÃóÑóÇÏó Çááøóåõó ÈöåóÐóÇ ãóËóáÇð íõÖöáøõ Èöåö ßóËöíÑÇð æóíóåúÏöí Èöåö ßóËöíÑÇð æóãóÇ íõÖöáøõ Èöåö ÅöáÇøó ÇáÝóÇÓöÞöíäó (26) : ÇáÝóÇÓöÞöíäó (Fasiqiin berasal dari kata al-fisq) Kata Al-Fisq dalam bahasa arab bermakna keluar dari sesuatu, dan orang munafik dinamakan fasik karena mereka keluar dari ketaatan pada Tuhannya. [2.27] (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi ÇáøóÐöíäó íóäÞõÖõæäó ÚóåúÏó Çááøóåö ãöäú ÈóÚúÏö ãöíËóÇÞöåö æóíóÞúØóÚõæäó ãóÇ ÃóãóÑó Çááøóåõ Èöåö Ãóä íõæÕóáó æóíõÝúÓöÏõæäó Ýöí ÇáÃóÑúÖö ÃõæúáóÆößó åõãõ ÇáÎóÇÓöÑõæäó (27) : íóäÞõÖõæäó(artinya: membatalkan)maksudnya di sini: merusak atau menghalalkan. @Tantangan Allah 2:28 [2.28]Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? ßóíúÝó ÊóßúÝõÑõæäó ÈöÇááøóåö æóßõäÊõãú ÃóãúæóÇÊÇð ÝóÃóÍúíóÇßõãú Ëõãøó íõãöíÊõßõãú Ëõãøó íõÍúíöíßõãú Ëõãøó Åöáóíúåö ÊõÑúÌóÚõæäó (28) @Penciptaan 2: 29 [2.29] Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu åõæó ÇáøóÐöí ÎóáóÞó áóßõã ãøóÇ Ýöí ÇáÃóÑúÖö ÌóãöíÚÇð Ëõãøó ÇÓúÊóæóì Åöáóì ÇáÓøóãóÇÁö ÝóÓóæøóÇåõäøó ÓóÈúÚó ÓóãóæóÇÊò æóåõæó Èößõáøö ÔóíúÁò Úóáöíãñ (29) ÇÓúÊóæóì Åöáóì ÇáÓøóãóÇÁö :Dikatakan: istawaa bermakna naik. ÝóÓóæøóÇåõäøó: menciptakan langit dan mengokohkannya @Para Malaikat mempelajari (mengetahui) baha Allah hendak meletakkan seorang khalifah di muka bumi 2: 30 [2.30] Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" æóÅöÐú ÞóÇáó ÑóÈøõßó áöáúãóáÇÆößóÉö Åöäøöí ÌóÇÚöáñ Ýöí ÇáÃóÑúÖö ÎóáöíÝóÉð ÞóÇáõæÇ ÃóÊóÌúÚóáõ ÝöíåóÇ ãóä íõÝúÓöÏõ ÝöíåóÇ æóíóÓúÝößõ ÇáÏøöãóÇÁó æóäóÍúäõ äõÓóÈøöÍõ ÈöÍóãúÏößó æóäõÞóÏøöÓõ áóßó ÞóÇáó Åöäøöí ÃóÚúáóãõ ãóÇ áÇó ÊóÚúáóãõæäó (30) ÎóáöíÝóÉð :Kata kholiifah berwazan fa’iilah dari perkatan: kholafa fulaanun fulaanan fil amri si fulan menggantikan posisi si fulan dalam perkara itu dan lafadz “Kholifah” disini adalah Nabi Adam, dan orang-orang yang mengganti posisinya atau berdiri bersamanya dalam mentaati Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung. óíóÓúÝößõ :Membolehkan dan menumpahkan (darah) tanpa adanya kebenaran (yakni tanpa ada alasan yang dibenarkan dalam syari’at) : ÇáÏøöãóÇÁó(darah-darah yang dimaksud di sini adalah darah-darah manusia. : äõÓóÈøöÍõkami bertasbih yakni kami mengagungkan setiap zikir kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung itu merupakan tasbih dan sholat. Asal tasbih menurut mereka adalah mensucikan dari penyandaran sifat-sifat yang bukan merupakan sifat-sifat yang layak bagi Allah : æóäõÞóÏøöÓõ áóßó Lafadz “At Taqdiis” berarti pengagungan dan penyucian. Sebagian ulama' mengatakan: makna taqdiis adalah sholat. @Kisah Nabi Adam 2: 31-39 [2.31] Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" æóÚóáøóãó ÂÏóãó ÇáÃóÓúãóÇÁó ßõáøóåóÇ Ëõãøó ÚóÑóÖóåõãú Úóáóì ÇáãóáÇÆößóÉö ÝóÞóÇáó ÃóäúÈöÆõæäöí ÈöÃóÓúãóÇÁö åóÄõáÇÁö Åöä ßõäÊõãú ÕóÇÏöÞöíäó(31) ÇáÃóÓúãóÇÁó ßõáøóåóÇ :nama-nama seluruhnya Nama segala sesuatu seperti unta, kambing, burung gagak, dan apapun yang memiliki nama ÃóäúÈöÆõæäöí :sebutkanlah oleh kalian kepadaku Yakni kabarkanlah atau beritahukanlah padaku Diriwayatkan dari Abu Musa - semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – berkata: “Rasulullah – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Sesungguhnya Allah menciptakan Nabi Adam dari segenggam tanah yang diambil dari bumi, dan datanglah anak-anak Nabi Adam menurut ketentuan tanah tersebut, diantara mereka ada yang berkulit merah, putih dan hitam serta ada pula yang antara kedua warna tersebut, ada yang mudah atau santun akhlaknya, ada pula yang sulit lagi keras, ada yang jelek dan baik (terpuji dan tercela).” Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawuud dalam As-Sunnah, At-Tirmidziy dalam tafsir, Ibnu Chibbaan, Al-Chaakim, dan lain-lain, dan disahihkan serta dihasankan oleh At-Turmudziy. Hadis ini menjelaskan tentang asal mula manusia, serta perangai dan akhlak yang dimiliki oleh mereka, sesungguhnya hal itu tergantung tanahnya, dan tentang tema ini ada beberapa hadits yang nanti juga akan kami sebutkan terkait dengan Nabi Adam. Adapun firman Allah Yang Maha Luhur: Åöäøöí ÌóÇÚöáñ Ýöí ÇáÃóÑúÖö ÎóáöíÝóÉð (kami ciptakan dibumi seorang khalifah) menunjukkan bahwasanya manusia sangatlah membutuhkan khalifah (pengganti) yang “menggantikan” Allah dalam menjalankan syari’at Allah dibumi, baik dalam melaksanakan hukum secara adil, serta melaksanakan semua kepentingan-kepentingan agama dan dunia. Adapunn bab (pembahasan) tentang kekhalifahan (kepemimpinan) itu luas sekali, yang mana bab itu memiliki beberapa hukum dan syarat, dan dalam topik ini ada macam-macam hadits. Dari Anas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwa Rasulullah – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Orang-orang yang beriman akan dikumpulkan pada hari kiamat berkata: “Andaikan kita bisa meminta syafa’at (pertolongan) pada Allah, agar dia memberi kenyamanan (mengistirahatkan) kita dari tempat kita ini, maka mereka pun mendatangi Nabi Adam dan berkata: “Wahai Nabi Adam, engkau adalah ayah manusia, Allah telah menciptakan kamu dengan kekuasaan-Nya, para malaikat sujud padamu dan Allah juga mengajarimu nama-nama segala sesuatu, maka mintalah syafa’at (pertolongan) untuk kami kepada Tuhanmu hingga kita diistirahatkan (dibebsakan) dari tempat kita ini (yakni machsyar). Dikutip dari sebuah hadits yang panjang. Diriwayatkan oleh Ahmad, dan Bukhari dalam kitab Tafsir dan dalam bab hal-hal yang melembutkan hati dan dalam bab Tauhid, imam Muslim dalam bab Iman, Nasa’i dalam kitab Al-Kubro, dsb. Perkataan “kamu ayah manusia” ini merupakan penyangkalan akan perkataan Darwin dan pengikutnya yang mana mereka meyakini bahwa asal manusia adalah dari kera, semoga Allah melaknat mereka dan merendahkan mereka. Perkataan “Allah mengajarimu nama segala sesuatu” bahwa Allah mengajari nabi Adam semua nama-nama benda, dan lain-lain, dari apa yang akan ada dari macam-macam benda dan dengan semua bahasa-bahasa penduduknya dan hal itu merupakan pemuliaan yang paling besar dari Allah kepada Nabi Adam, dan Allah melimpahkan nikmat-nikmat-Nya dan mengutamakannya dengan hal itu di atas semua para malaikat yang mulia. Firman Allah Yang Maha Luhur: æóÅöÐú ÞóÇáó ÑóÈøõßó áöáúãóáÇÆößóÉö … Itu merupakan sebuah perkataan yang lugas (jelas) bahwa Allah mengajak bicara para malaikat dengan apa yang telah disebutkan dan mereka menjawabnya dengan yang telah tertera di dalam ayat itu, dan sungguh telah tersesat kaum-kaum modern yang rasionalis (yang mendasarkan pemahamannya hanya berdasarkan akal saja, sehingga mereka sangat mendewa—dewakan akalnya, maka segala yang tidak masuk akal mereka tidak mau menerimanya) maka mereka menyangkal hal itu dan akal mereka yang sempit tidak menerimanya, mereka berkata bahwa itu hanyalah perumpamaan saja, Allah Maha Suci dari perkataan mereka. Arti dari ayat: Sebutkanlah wahai Utusan-Ku (Muhammad) kepada kaummu ketika Tuhanmu berkata pada para malaikat-Nya: “Aku menciptakan dibumi seorang kholifah yang “menggantikan”-Ku dalam melaksanakan hukum-hukum-Ku di bumi. Maka para malaikat menjawab dengan nada heran dan meminta penjelasan: “Bagaimana engkau menciptakan seorang khalifah dari orang yang akan membuat kerusakan di atas bumi dengan melakukan maksiat, menumpahkan darah orang-orang yang tidak bersalah sedangkan kami mensucikan Engkau dari hal-hal yang tidak pantas bagi-Mu dengan memuji-Mu dan mengagungkan perintah-Mu dan mensucikan penyebutan-Mu.” Allah berkata pada mereka: “Aku lebih mengetahui kebaikan-kebaikan dan hikmah di dalam penciptaan itu yang tidak kalian ketahui.” Dan Allah mengajari nabi Adam nama-nama semuanya hingga piring besar dan kecil, gayung, dan sesuatu yang dijahit. Kemudian Allah menyodorkan hal-hal yang telah diberi nama itu kepada malaikat dan Allah berkata pada para malaikat: “Beritahu Aku nama-nama ciptaan-Ku yang telah kalian lihat?!” Maka para malaikatpun mengaku bahwa mereka tidak mengetahuinya dan berkata: “Maha Suci Engkau dengan penyucian terhadap-Mu dari segala kekurangan, sedangkan kami tidak mengetahui kecuali apa yang telah Engkau ajarkan pada kami dan Engkau Maha Mengetahui, tidak ada satu pun yang samar bagi-Mu, Maha Bijaksana Engkau, Engkau tidak mengerjakan sesuatu kecuali di dalamnya terdapat Hikmah. Maka Allah berkata: “Wahai Adam, beritahukanlah kepada mereka tentang nama-nama yang mereka tidak mampu untuk mengetahuinya, dan mereka mengaku dengan kelemahan mereka untuk mencapai derajat itu,” maka Adam pun memberitahu mereka tentang hal-hal tersebut. Dan di dalam pemberitahuan Allah pada cerita ini menunjukkan akan pemuliaan dan pengagungan Allah terhadap nabi Adam – semoga salam tetap atasnya – di atas para malaikat, dan hal itu karena ilmu yang Allah berikan kepada ruhnya yang suci. tidak ada yang mengetahuinya meskipun malaikat sekalipun. Dalam hal ini juga mengandung pemuliaan untuk semua manusia, oleh karena itu Allah Yang Maha Luhur berfirman: Úóáøóãó ÇáÅöäÓóÇäó ãóÇ áóãú íóÚúáóãú (Allah mengajari manusia apa-apa yang tidak mereka ketahui). Maka segala puji bagi Allah, dengan suatu pujian yang banyak, baik, penuh berkah dan diberkahi, sebagaimana Dia suka dan menurut keridhoan-Nya. [2.32] Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana ÞóÇáõæÇ ÓõÈúÍóÇäóßó áÇó Úöáúãó áóäóÇ ÅöáÇøó ãóÇ ÚóáøóãúÊóäóÇ Åöäøóßó ÃóäúÊó ÇáÚóáöíãõ ÇáÍóßöíãõ (32) : Åöäøóßó ÃóäúÊó ÇáÚóáöíãõ Allah mengetahui apa yang tidak mereka ketahui tanpa diajari : ÇáÍóßöíãõ (32)Yang Maha Bijaksana, Yang Memiliki kebijaksanaan @Allah mengajarkan Adam nama segala sesuatu 2: 33 [2.33]Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" ÞóÇáó íóÇ ÂÏóãõ ÃóäúÈöÆúåõã ÈöÃóÓúãóÇÆöåöãú ÝóáóãøóÇ ÃóäúÈóÃóåõã ÈöÃóÓúãóÇÆöåöãú ÞóÇáó Ãóáóãú ÃóÞõá áøóßõãú Åöäøöí ÃóÚúáóãõ ÛóíúÈó ÇáÓøóãóæóÇÊö æóÇáÃóÑúÖö æóÃóÚúáóãõ ãóÇ ÊõÈúÏõæäó æóãóÇ ßõäúÊõãú ÊóßúÊõãõæäó (33) : ÊõÈúÏõæäó Mereka menampakkan : ÊóßúÊõãõæäó Mereka sembunyikan @Pembangkangan Iblis, ayah dari sekalian jin, dan dosanya yang paling besar yakni kesobongan 2: 34 [2.34] Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir æóÅöÐú ÞõáúäóÇ áöáúãóáÇÆößóÉö ÇÓúÌõÏõæÇ áöÂÏóãó ÝóÓóÌóÏõæÇ ÅöáÇøó ÅöÈúáöíÓó ÃóÈóì æóÇÓúÊóßúÈóÑó æóßóÇäó ãöäó ÇáßóÇÝöÑöíäó (34) : ÇÓúÌõÏõæÇ Berasal dari lafadz “sujud” yang berarti tunduk terhadap yang disembah, dan mengagungkannya : ÅöÈúáöíÓó Berasal dari kata iblaas yang berarti: yang terputus dari kebaikan, dan juga berarti: penyesalan, dan kesedihan : ÃóÈóì Tercegah (mencegah dirinya) : æóÇÓúÊóßúÈóÑó Mengikuti wazan istaf’ala terambil dari kata kibr yang artinya: sombong. Diriwayatkan dari Abu Hurayrah – semoga Allah meridhoinya – berkata: “Rasulullah – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Apabila anak Adam membaca surah As-Sajdah atau ayat sajdah (yakni ayat-ayat yang mengandung perintah atau berita tentang sujud) lalu dia bersujud, maka setan akan menyendiri dan menangis seraya berkata: “Alangkah celakanya aku! anak Adam diperintah untuk sujud dan mereka sujud maka bagi merekalah surga itu, dan aku diperintah untuk sujud tapi aku tidak melaksanakannya maka bagikulah neraka itu. (Hadits ini diriwayatkan oleh imam Ahmad, Muslim dalam bab Iman, Ibn Khuzaimah dan Ibn Majah) Dalam hadis itu terdapat keutamaan sujud ketika pada bagian ayat Sajdah dibaca. hal itu dapat menyebabkan seseorang masuk surga dan sujud itu dapat membuat setan marah, dan pengakuan iblis bahwa mereka termasuk penghuni neraka karena mereka enggan sujud ketika diperintah oleh Allah untuk sujud bersama para malaikat – semoga salam tetap atas mereka – Sujud yang diperintahkan ini adalah sujud secara hakiki karena hal itu untuk memuliakan, mengagungkan, menghormati, pemberian salam kepada Nabi Adam AS dan bentuk ketaatan kepada Allah karena hal itu termasuk melaksanakan perintah Allah, dan Allah memerintahkan para hamba-Nya sesuai kehendak-Nya. Pendapat ini dikuatkan oleh Ar-Rooziy dan Ibnu Katsiir namun dilemahkan oleh yang lainnya. Sedangkan iblis enggan sujud karena sombong dan iri terhadap Nabi Adam AS. Iblis melakukan qiyas (analogi atau perbandingan, yakni “aku lebih baik darinya sebab aku diciptakan dari api sedangkan dia, yakni Adam, dari tanah”) meskipun terdapat nash ilahi yang jelas (yaitu perintah dari Allah untuk sujud kepada Adam). Maka Iblis pun kafir karenanya dan termasuk orang-orang yang merugi dan putus asa. Oleh karena itu ia disebut iblis yang terambil dari kata iblaas yang salah satu artinya adalah keputus-asaan, dan iblis adalah makhluk yang pertama kali bermaksiat pada Allah dengan sengaja dan makhluk yang pertama kali berbuat sombong dan iri, dan juga makhluk yang pertama kali memakai Qiyas sebagai dalil dalam melawan nash (teks Al-Qur’an maupun hadits) dan dalil yang sahih. Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan-perbuatan keji ini. Amin. [2.35] Dan Kami berfirman: "Hai Adam diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang lalim æóÞõáúäóÇ íóÇ ÂÏóãõ ÇÓúßõäú ÃóäúÊó æóÒóæúÌõßó ÇáÌóäøóÉó æóßõáÇó ãöäúåóÇ ÑóÛóÏÇð ÍóíúËõ ÔöÆúÊõãóÇ æóáÇó ÊóÞúÑóÈóÇ åóÐöåö ÇáÔøóÌóÑóÉó ÝóÊóßõæäóÇ ãöäó ÇáÙøóÇáöãöíäó (35) :ÑóÛóÏÇð Makna roghod adalah kehidupan yang lapang. åóÐöåö ÇáÔøóÌóÑóÉó : Ada yang mengatakan: itu adalah tangkai padi (yang disebut oleh syetan dengan pohon kekekalan. Nabi Adam lupa bahwa pohon tersebut dilarang untuk dimakan) Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Telah berhujjah (berdebat) Nabi Adam dan Nabi Musa, maka Nabi Musa berkata pada Nabi Adam: “Wahai Adam, Allah telah menciptakan kamu dengan kekuasaan-Nya, kemudian meniupkan ruh padamu, kemudian Allah berkata, “Jadilah” maka terjadilah kamu, kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk bersujud padamu dan berfirman: ÇÓúßõäú ÃóäúÊó æóÒóæúÌõßó ÇáÌóäøóÉó æóßõáÇó ãöäúåóÇ ÑóÛóÏÇð ÍóíúËõ ÔöÆúÊõãóÇ æóáÇó ÊóÞúÑóÈóÇ åóÐöåö ÇáÔøóÌóÑóÉó ÝóÊóßõæäóÇ ãöäó ÇáÙøóÇáöãöíäó Artinya: “tinggallah kamu dan istrimu di surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang lalim.” (Q.S Al-Baqoroh: 35) Dan Allah juga melarangmu untuk mendekati satu pohon dan engkau melanggarnya (sehingga menyebabkan kami diturunkan ke dunia).” Maka Nabi Adam menjawab: “Wahai Musa, apakah kamu tidak tahu sesungguhnya Allah telah mentakdirkan hal ini sebelum menciptakan aku?” Rasulullah SAW berkata: Sungguh Nabi Adam telah mengalahkan Nabi Musa dalam berhujjah, sungguh Nabi Adam telah mengalahkan Nabi Musa dalam berhujjah, sungguh Nabi Adam telah mengalahkan Nabi Musa dalam berhujjah.” Perkataan nabi Musa: maka kamu bermaksiat, yakni hal itu dikarenakan kealpaan dari nabi Adam, sebagaimana Allah berfirman ÝóäóÓöíó æóáóãú äóÌöÏú áóåõ ÚóÒúãÇð (Øå-115) Artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami perintahkan [yakni perintahnya seperti yang tersebut dalam surah Al-Baqoroh ayat 35 di atas] kepada Adam dahulu, Maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak kami dapati padanya kemauan yang kuat. . Dan perkataan Rasulullah: nabi Adam telah mengalahkan nabi Musa dalam berhujjah, karena nabi Musa telah mencela nabi Adam atas perbuatan yang telah nabi Adam lakukan atas dasar lupa dan juga dikarenakan oleh ketentuan yang telah ditetapkan Allah sebelumnya, dan Allah telah mengampuni nabi Adam dan menjadikan nabi Adam dekat dengan-Nya, barangsiapa dalam keadaan seperti itu juga maka perbuatannya itu tidaklah tercela baginya (sebab dilakukan karena lupa). Dan dalam hadis tersebut menunjukkan bahwasanya Allah telah menetapkan segala sesuatu, dari kebaikan, kejahatan, ketaatan dan kemaksiatan. Dan didalam ayat yang mulia itu, menunjukkan bahwa surga yang ditempati nabi Adam adalah surga yang dijanjikan, yang mana Allah telah menyiapkan bagi kekasih-kekasih-Nya yang beriman dan ini menurut Ahlusunnah. [2.36] Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan" ÝóÃóÒóáøóåõãóÇ ÇáÔøóíúØóÇäõ ÚóäúåóÇ ÝóÃóÎúÑóÌóåõãóÇ ãöãøóÇ ßóÇäóÇ Ýöíåö æóÞõáúäóÇ ÇåúÈöØõæÇ ÈóÚúÖõßõãú áöÈóÚúÖò ÚóÏõæøñ æóáóßõãú Ýöí ÇáÃóÑúÖö ãõÓúÊóÞóÑøñ æóãóÊóÇÚñ Åöáóì Íöíäò (36) ÝóÃóÒóáøóåõãóÇ ÇáÔøóíúØóÇäõ : Menggelincirkan, kata azalla berasal dari kata zalla arrojulu fil amri (tergelincir orang itu dalam perkara ini) yakni jika ia melakukan kesalahan dan kekhilafan serta melakukan apa yang seharusnya tidak ia kerjakan. Adapun kata azallahu ghoiruh (orang lain menggelincirkannya) yakni jika orang lain itu merupakan sebab ia tergelincir. : æóãóÊóÇÚñ Bekal hidup atau harta benda (kesenangan) Åöáóì Íöíäò (hingga masa yang ditentukan) yakni hingga mati. Dari Abu Hurairah RA berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik hari di mana matahari terbit pada hari itu adalah hari Jum’at, karena pada hari itu diciptakan nabi Adam, nabi Adam dimasukkan ke Surga dan pada hari itu pula nabi Adam dikeluarkan dari Surga.” Firman Allah Yang Maha Luhur: ÝóÃóÒóáøóåõãóÇ Yakni setan telah menggelincirkan Nabi Adam dan Hawa, dan bersumpah pada mereka bahwa dia adalah penasehat bagi mereka sebagaimana dalam surah Al A’rof dan firman Allah Yang Maha Luhur: ÝóÃóÎúÑóÌóåõãóÇ..… Yakni hal tersebut adalah penyebab terusirnya Adam dan Hawa dari Surga dan dari kehidupan yang menyenangkan, maka Allah berfirman: “Turunlah ke bumi karena di tempat itulah hidup dan mati kalian, sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al A’rof: ÞóÇáó ÝöíåóÇ ÊóÍúíóæúäó æóÝöíåóÇ ÊóãõæÊõæäó æóãöäúåóÇ ÊõÎúÑóÌõæäó (25) Artinya: “Allah berfirman: "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.” (Q.S Al-A’roof: 25) Dan Allah juga berfirman dalam surat Thoo Haa: ãöäúåóÇ ÎóáóÞúäóÇßõãú æóÝöíåóÇ äõÚöíÏõßõãú æóãöäúåóÇ äõÎúÑöÌõßõãú ÊóÇÑóÉð ÃõÎúÑóì (55) Artinya: “Dari bumi (tanah) Itulah kami menjadikan kamu dan kepadanya kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain,” (Q.S Thoohaa: 55) Hadis itu menunjukkan bahwa Nabi Adam dikeluarkan dari surga pada hari jum’at sama seperti Allah menciptakannya pada hari itu, dan begitu pula hari itu merupakan akhir dari kehidupan ini, maka awal dan akhir penciptaan manusia terjadi pada hari Jum’at, sebagaimana pada hari itu juga akan terjadi tiupan yang mengagetkan dan membuat pingsan, kemudian juga terjadinya Hari Kiamat yang menunjukkan bahwa hari itu (yakni hari jum’at) memiliki kemuliaan. [2.37]Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang ÝóÊóáóÞøóì ÂÏóãõ ãöä ÑøóÈøöåö ßóáöãóÇÊò ÝóÊóÇÈó Úóáóíúåö Åöäøóåõ åõæó ÇáÊøóæøóÇÈõ ÇáÑøóÍöíãõ (37) : ÝóÊóáóÞøóì Mengambil dan menerima. Terambil dari kata talaqqo ar-rojula (ia menyambut laki-laki itu) yakni jika ia menyambut atau menjemputnya ketika lelaki itu tiba dari bepergian. ÝóÊóÇÈó Terambil dari kata at-tawbah yang maknanya: kembali berbuat (kembali kepada) ketaatan. [2.38] Kami berfirman: "Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati" ÞõáúäóÇ ÇåúÈöØõæÇ ãöäúåóÇ ÌóãöíÚÇð ÝóÅöãøóÇ íóÃúÊöíóäøóßõã ãøöäøöí åõÏðì Ýóãóä ÊóÈöÚó åõÏóÇíó ÝóáÇó ÎóæúÝñ Úóáóíúåöãú æóáÇó åõãú íóÍúÒóäõæäó (38) @Penghuni Neraka 2: 39 [2.39] Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya æóÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ æóßóÐøóÈõæÇ ÈöÂíóÇÊöäóÇ ÃõæúáóÆößó ÃóÕúÍóÇÈõ ÇáäøóÇÑö åõãú ÝöíåóÇ ÎóÇáöÏõæäó (39) @Perjanjian dengan Bani Israil 2: 40 – 41 [2.40] Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk) íóÇ Èóäöí ÅöÓúÑóÇÆöíáó ÇÐúßõÑõæÇ äöÚúãóÊöíó ÇáøóÊöí ÃóäúÚóãúÊõ Úóáóíúßõãú æóÃóæúÝõæÇ ÈöÚóåúÏöí ÃõæÝö ÈöÚóåúÏößõãú æóÅöíøóÇíó ÝóÇÑúåóÈõæäö (40) íóÇ Èóäöí ÅöÓúÑóÇÆöíáó Yakni nabi Ya’kub AS. Beliau dipanggil “Isra’il” ; Julukan yang memiliki arti hamba Allah æóÃóæúÝõæÇ ÈöÚóåúÏöí :Yakni Perjanjian mereka pada Allah yaitu untuk mengikuti agama Islam ÃõæÝö ÈöÚóåúÏößõãú :Allah meridhai mereka dan memasukkan mereka ke dalam surga æóÅöíøóÇíó ÝóÇÑúåóÈõæäö : Maka hendaknya kalian takut. Dari Ibn Abbas RA berkata: “Sekelompok orang Yahudi datang kepada Nabi dan Nabi berkata pada mereka, “Apakah kalian tahu bahwa yang dimaksud dengan Israil adalah Nabi Ya’kub?” Orang Yahudi menjawab, “Ya” maka Nabi berkata, “Maka saksikanlah (bahwa kalian pun tahu bahwa Israil yang dimaksud adalah Ya’kub).” Hadis itu menunjukkan bahwa yang dimaksud lafadz Israil adalah nabi Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim AS. Tidak ada perbedaan pendapat di antara semua kalangan umat yang menisbatkan (membangsakan diri) pada syari’at Tuhan mengenai hal itu., bahwa Anak-anak Israil adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani (yang asli) serta anak cucu mereka. [2.41] Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Qur'an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa æóÂãöäõæÇ ÈöãóÇ ÃóäÒóáúÊõ ãõÕóÏøöÞÇð áøöãóÇ ãóÚóßõãú æóáÇó ÊóßõæäõæÇ Ãóæøóáó ßóÇÝöÑò Èöåö æóáÇó ÊóÔúÊóÑõæÇ ÈöÂíóÇÊöí ËóãóäÇøð ÞóáöíáÇð æóÅöíøóÇíó ÝóÇÊøóÞõæäö (41) @Syarat-syarat 2: 42 – 46 [2.42] Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui æóáÇó ÊóáúÈöÓõæÇ ÇáÍóÞøó ÈöÇáúÈóÇØöáö æóÊóßúÊõãõæÇ ÇáÍóÞøó æóÃóäÊõãú ÊóÚúáóãõæäó (42) æóáÇó ÊóáúÈöÓõæÇ ÇáÍóÞøó ÈöÇáúÈóÇØöáö Kata talbisu terambil dari kata al-labs [2.43] Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang ruku’ æóÃóÞöíãõæÇ ÇáÕøóáÇÉó æóÂÊõæÇ ÇáÒøóßóÇÉó æóÇÑúßóÚõæÇ ãóÚó ÇáÑøóÇßöÚöíäó (43) æóÂÊõæÇ :Tunaikanlah (laksanakanlah) dan berikanlah ÇáÒøóßóÇÉó :Berkembangnya harta dan berbuah æóÇÑúßóÚõæÇ :Tunduklah kalian [2.44] Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir? ÃóÊóÃúãõÑõæäó ÇáäøóÇÓó ÈöÇáúÈöÑøö æóÊóäÓóæúäó ÃóäúÝõÓóßõãú æóÃóäúÊõãú ÊóÊúáõæäó ÇáßöÊóÇÈó ÃóÝóáÇó ÊóÚúÞöáõæäó (44) : ÈöÇáúÈöÑøö Dengan kebaikan dan perbuatan yang sholeh ÊóÊúáõæäó :Mereka mempelajari dan membaca ÇáßöÊóÇÈó :Yang dimaksud disini adalah kitab Taurat ÊóÚúÞöáõæäó :Kalian memahami Dari Anas RA berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Ketika Allah mengisra’kanku (memperjalankan aku di malam hari), aku melewati suatu kaum yang menggunting (memotong) bibir-bibir mereka dengan gunting yang terbuat dari neraka, Rasul berkata: “Aku bertanya: “Siapakah mereka? Mereka menjawab: “Mereka adalah ahli pidato dari umatmu yang termasuk ahli dunia (hanya mengejar ketenaran dan harta), mereka menyuruh manusia untuk berbuat kebaikan tapi mereka melupakan diri mereka sendiri, padahal mereka membaca Al Qur’an, apakah mereka tidak berpikir?” Dan diriwayatkan dari Usamah bin Yazid RA berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda: Pada Hari Kiamat ada seorang laki-laki yang dilemparkan ke dalam neraka hingga ususnya terurai, kemudian ia diseret berkeliling dengan ususnya seperti keledai yang berkeliling di sebuah penggilingan. Ia diseret untuk berkeliling ke seluruh penghuni neraka. Mereka (para penghuni neraka) berkata: “Wahai fulan, apa yang telah menimpamu? Bukankah kamu yang dahulu telah menyuruh kita berbuat kebaikan dan melarang kita dari kemungkaran? Maka dia (orang itu) menjawab: “Aku dahulu menyuruh kalian agar berbuat baik tapi aku tidak melakukannya, dan aku melarang kalian dari kemungkaran tapi aku malah mendatanginya”. Kandungan dua hadis dia atas sama dengan kandungan ayat Al Qur’an, di dalamnya terdapat ancaman yang menakutkan dan teguran bagi orang yang memerintahkan manusia untuk berbuat kebaktian dan kebajikan serta melarang mereka dari berbuat keji dan mungkar, akan tetapi mereka melupakan diri mereka dan melanggar apa yang telah dia katakan pada mereka dengan mendatangi kemungkaran dan meninggalkan kebaikan sebagaimana yang telah terjadi pada para ahli ilmu di zaman sekarang ini. Semoga Allah melindungi kita dari menjadikan ilmu sebagai bencana bagi kita, dan jika balasan ini bagi orang yang telah mengatakan kebenaran tapi dia tidak mengamalkan apa yang dikatakannya, maka bagaimana keadaan orang yang memutarbalikkan fakta dengan memerintahkan manusia untuk berbuat kemungkaran dan melarang mereka untuk berbuat baik seperti kebanyakan setan-setan yang berwujud orang alim yang mana mereka ditipu oleh kehidupan dunia dan diuji dengan mengikuti hawa nafsunya? Sesungguhnya perkara mereka itu – demi Allah – adalah amat keras (dalam siksanya) dan amat besar (dosanya). @Sabar dan Sholat 2: 45 – 46 [2.45] Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk æóÇÓúÊóÚöíäõæÇ ÈöÇáÕøóÈúÑö æóÇáÕøóáÇÉö æóÅöäøóåóÇ áóßóÈöíÑóÉñ ÅöáÇøó Úóáóì ÇáÎóÇÔöÚöíäó (45) : áóßóÈöíÑóÉñ Sungguh berat [2.46] (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya ÇáøóÐöíäó íóÙõäøõæäó Ãóäøóåõã ãøõáÇÞõæÇ ÑóÈøöåöãú æóÃóäøóåõãú Åöáóíúåö ÑóÇÌöÚõæäó (46) íóÙõäøõæäó :Dhon makna aslinya “dugaan” namun di sini maknanya adalah yakin.ia termasuk satu kata yang memiliki makna berlawanan. @Peringatan Terhadap Bani Israil 2: 47 – 48 [2.47] Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat íóÇ Èóäöí ÅöÓúÑóÇÆöíáó ÇÐúßõÑõæÇ äöÚúãóÊöíó ÇáøóÊöí ÃóäúÚóãúÊõ Úóáóíúßõãú æóÃóäøöí ÝóÖøóáúÊõßõãú Úóáóì ÇáÚóÇáóãöíäó (47) [2.48] Dan jagalah dirimu dari (`azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa`at dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan ditolong æóÇÊøóÞõæÇ íóæúãÇð áÇøó ÊóÌúÒöí äóÝúÓñ Úóä äøóÝúÓò ÔóíúÆÇð æóáÇó íõÞúÈóáõ ãöäúåóÇ ÔóÝóÇÚóÉñ æóáÇó íõÄúÎóÐõ ãöäúåóÇ ÚóÏúáñ æóáÇó åõãú íõäÕóÑõæäó (48) : ÊóÌúÒöí Terambil dari kata al-jazaa’ yang maknanya: membalas dan mengganti : ÔóÝóÇÚóÉñ permintaan ÚóÏúáñ :tebusan @Bani Israil dan Fir’aun 2: 49 – 50 [2.49] Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Firaun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu æóÅöÐú äóÌøóíúäóÇßõã ãøöäú Âáö ÝöÑúÚóæúäó íóÓõæãõæäóßõãú ÓõæÁó ÇáÚóÐóÇÈö íõÐóÈøöÍõæäó ÃóÈúäóÇÁóßõãú æóíóÓúÊóÍúíõæäó äöÓóÇÁóßõãú æóÝöí Ðóáößõã ÈóáÇóÁñ ãøöä ÑøóÈøößõãú ÚóÙöíãñ (49) : íóÓõæãõæäóßõãú menggiring kalian dan merasakan kepada kalian : ÃóÈúäóÇÁóßõãú Anak laki-laki kalian : æóíóÓúÊóÍúíõæäó äöÓóÇÁóßõãú Membiarkan anak perempuan kalian tetap hidup : ÈóáÇóÁñ Ujian dan cobaan, digunakan untuk menyatakan “kebaikan” dan “kejelekan” [2.50] Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Firaun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan æóÅöÐú ÝóÑóÞúäóÇ Èößõãõ ÇáÈóÍúÑó ÝóÃóäÌóíúäóÇßõãú æóÃóÛúÑóÞúäóÇ Âáó ÝöÑúÚóæúäó æóÃóäúÊõãú ÊóäÙõÑõæäó (50) ÝóÑóÞúäóÇ Èößõãõ ÇáÈóÍúÑó Kami membelah laut menjadi dua belas jalan untuk dua belas anak cucu (Ya’qub) @Kekafiran Bani Israel dan Penyembahan mereka terhadap patung anak sapi 2: 51 – 54 [2.51] Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahanmu) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang lalim æóÅöÐú æóÇÚóÏúäóÇ ãõæÓóì ÃóÑúÈóÚöíäó áóíúáóÉð Ëõãøó ÇÊøóÎóÐúÊõãõ ÇáÚöÌúáó ãöäú ÈóÚúÏöåö æóÃóäúÊõãú ÙóÇáöãõæäó (51) æóÇÚóÏúäóÇ Kata waa’adnaa dengan wa’adnaa maknanya sama (yakni: berjanji) ãõæÓóì Semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam – adalah dua kata dalam bahasa qibthiy (koptik / Mesir)yang berarti air dan pohon, maka kata “mu” (dalam bahasa Mesir) berarti: “air”, sedangkan “sa” berarti “pohon” (atau kayu) [yakni menurut riwayat nabi Musa diberi nama Musa karena ia ditemukan oleh isteri fir’aun di sungai nil, antara air (sungai nil) dan kayu (kotak) tempat nabi musa dihanyutkan di sungai oleh ibu kandungnya karena takut diketahui oleh fir’aun yang ketika itu menerapkan pembunuhan terhadap semua bayi laki-laki dari bani Israil] [2.52] Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur Ëõãøó ÚóÝóæúäóÇ Úóäßõã ãøöäú ÈóÚúÏö Ðóáößó áóÚóáøóßõãú ÊóÔúßõÑõæäó (52) [2.53] Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk æóÅöÐú ÂÊóíúäóÇ ãõæÓóì ÇáßöÊóÇÈó æóÇáúÝõÑúÞóÇäó áóÚóáøóßõãú ÊóåúÊóÏõæäó (53) [2.54] Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima tobatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." æóÅöÐú ÞóÇáó ãõæÓóì áöÞóæúãöåö íóÇ Þóæúãö Åöäøóßõãú ÙóáóãúÊõãú ÃóäúÝõÓóßõã ÈöÇÊøöÎóÇÐößõãõ ÇáÚöÌúáó ÝóÊõæÈõæÇ Åöáóì ÈóÇÑöÆößõãú ÝóÇÞúÊõáõæÇú ÃóäúÝõÓóßõãú Ðóáößõãú ÎóíúÑñ áøóßõãú ÚöäÏó ÈóÇÑöÆößõãú ÝóÊóÇÈó Úóáóíúßõãú Åöäøóåõ åõæó ÇáÊøóæøóÇÈõ ÇáÑøóÍöíãõ (54) : ÈóÇÑöÆößõãú Pencipta kalian, berasal dari kata baro-a yabru-u, maka ciptaan makhluk disebut bariyyah. @Bani Israil di serang oleh petir karena kekafiran mereka 2: 55 – 56 [2.55] Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang", karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya æóÅöÐú ÞõáúÊõãú íóÇ ãõæÓóì áóä äøõÄúãöäó áóßó ÍóÊøóì äóÑóì Çááøóåó ÌóåúÑóÉð ÝóÃóÎóÐóÊúßõãõ ÇáÕøóÇÚöÞóÉõ æóÃóäúÊõãú ÊóäúÙõÑõæäó (55) ÌóåúÑóÉð :Terang-terangan [2.56] Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur Ëõãøó ÈóÚóËúäóÇßõã ãøöäú ÈóÚúÏö ãóæúÊößõãú áóÚóáøóßõãú ÊóÔúßõÑõæäó (56) ÈóÚóËúäóÇßõã (kami bangkitkan kalian) yakni kami hidupkan kalian. Terambil dari kata al-ba’ts yakni membongkar sesuatu dari tempatnya. @Kasih sayang Allah terhadap Bani Israil dan Allah mengirimkan kepada mereka Manna (sejenis madu) dan Salwa (semacam burung puyuh) 2: 57 [2.57] Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri æóÙóáøóáúäóÇ Úóáóíúßõãõ ÇáÛóãóÇãó æóÃóäúÒóáúäóÇ Úóáóíúßõãõ Çáãóäøó æóÇáÓøóáúæóì ßõáõæÇ ãöä ØóíøöÈóÇÊö ãóÇ ÑóÒóÞúäóÇßõãú æóãóÇ ÙóáóãõæäóÇ æóáóßöä ßóÇäõæÇ ÃóäúÝõÓóåõãú íóÙúáöãõæäó (57) æóÙóáøóáúäóÇ :Menaungi. Terambil dari kata azh-zhill yaitu sesuatu yang terjadi di bawah suatu benda yang terkena matahari (yakni bayangan) ÇáÛóãóÇãó : Mendung. yakni sesuatu yang menghalangi langit dan yang menyelimutinya serta menutupi wajahnya dari orang-orang yang melihatnya, baik itu awan atau yang semacamnya. : Çáãóäøó Makanan yang turun pada mereka (bani isaril) sebagian mengatakan: minuman. : æóÇáÓøóáúæóì Jenis burung (semacam burung puyuh) Diriwayatkan dari Sa’iid bin Zaid RA dari Nabi SAW. beliau bersabda: “Al-Kama-ah berasal dari manna (semacam madu) yang Allah turunkan untuk Bani Israil, dan airnya sebagai penyembuh untuk penyakit yang berasal dari ‘ain (mata yang tajam).” [Al-Kama-ah, nama latinnya Terfeziaceae atau dalam bahasa inggris Truffle, itu satu jenis tanaman gurun musiman yang hanya tumbuh dengan sendirinya setelah hujan turun di gurun, dan hanya tumbuh di padang gurun, dan tumbuh di dekat tanaman gurun yang lain, cara tumbuh dan bentuknya hampir menyerupai kentang, besarnya beraneka-ragam, terkadang kecil seperti peluru dan terkadang besar biasanya sebesar jeruk, beratnya antara 30 hingga 300 gram. Sedangkan yang dimaksud penyakit ‘ain adalah penyakit yang ditimbulkan karena pandangan tajam dari seseorang yang memiliki mata yang tajam. Dan ini nyata, sesuai dengan sabda Rasul bahwa ‘ain adalah benar. Yakni ada orang-orang tertentu yang terlahir memang memiliki pandangan mata yang tajam, yakni jika mereka memandang sesuatu atau seseorang kemudian ia mengaguminya maka barang yang dipandanginya itu akan rusak, atau orang yang dipandanginya itu akan sakit. Walloohu a’lam] Al-Kama-ah adalah tanaman yang keluar dan tumbuh dengan sendirinya. Adapun maksud dari “ia berasal dari manna” adalah bahwa ia mirip dengan manna yang Allah turunkan kepada bani Israil ketika di gurun, persamaannya adalah yang mana kama-ah tumbuh dengan sendirinya tanpa ditanam dan dibudi-dayakan sebagaimana manna datang kepada bani israil dari langit tanpa usaha dan susah payah. Adapaun sabda beliau “airnya dapat menyembuhkan penyakit ‘ain” ini adalah sesuatu yang perlu diketahui tentang caranya, sedangkan dalam hadits tersebut tidak ada sedikitpun penjelasan tentang hal ini. Sedangkan Nabi telah bersabda: “Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” @Bani Israil bermain-main dengan firman Allah 2: 58 – 59 [2.58] Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: "Masuklah kamu ke negeri ini (Baitulmakdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak di mana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa", niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik" æóÅöÐú ÞõáúäóÇ ÇÏúÎõáõæÇ åóÐöåö ÇáÞóÑúíóÉó ÝóßõáõæÇ ãöäúåóÇ ÍóíúËõ ÔöÆúÊõãú ÑóÛóÏÇð æóÇÏúÎõáõæÇ ÇáÈóÇÈó ÓõÌøóÏÇð æóÞõæáõæÇ ÍöØøóÉñ äøóÛúÝöÑú áóßõãú ÎóØóÇíóÇßõãú æóÓóäóÒöíÏõ ÇáãõÍúÓöäöíäó (58) : ÇáÞóÑúíóÉó (desa) yang dimaksud adalah Baitul Maqdis æóÞõæáõæÇ ÍöØøóÉñ :h}iththotun mengikuti wazan fi’latun, terambil dari kata h}aththo-yah}uththu, maksudnya: h}aththolloohu h}otooyaaka (semoga Allah menghapus semua dosa-dosamu). Sebagina mengatakan yang dimaksud kalimat h}iththoh (yang dapat menggugurkan dosa) adalah laa ilaaha illallooh. : äøóÛúÝöÑú Kami tutup. Asal makan kata ghofr adalah menutup. ÎóØóÇíóÇßõãú :Dosa-dosa Kata khothooyaa adalah bentuk jama’ dari khothii'ah, seperti mathooyaa dan chasyaayaa keduanya bentuk jama’ dari kata: mathiyyah dan chasyiyyah. Jika dikatakan: khothi-a arrojulu maknanya adalah ia telah menyimpang dari jalan kebenaran. Dari Abu Hurairah RA dari NabiSAW. beliau bersabda: “dikatakan kepada bani Israil, masuklah Baitul Maqdis dalam keadaan menunduk dan katakanlah chiththoh (artinya: hapuskanlah dosa kami ya Allah), maka mereka masuk sambil merangkak di atas pantat mereka dan mengganti kalimat yang diperintahkan dengan h}inthoh yang artinya satu biji gandum. Ketika Yusya’ bin Nun menaklukkan Baitul Maqdis, dia diperintah oleh Allah – Yang Maha Mulia dan Maha Agung – untuk memerintah bani Israil memasuki tanah Haram (tanah yang dimuliakan yakni yerussalem, palestina) dengan cara tunduk dan tawadhu’ (rendah hati), membungkuk karena berterimakasih kepada Allah Yang Maha Luhur atas apa yang telah Allah berikan berupa kemenangan dan pertolongan atas musuh mereka, dan meminta pada Allah untuk menghapus dosa mereka, namun mereka mengganti apa yang telah diperintahkan sebagai bentuk pembangkangan dan ejekan mereka pada perintah Allah, maka Allah menyegerakan siksaan bagi mereka. Dan termasuk yang mereka ganti adalah kata chiththoh, mereka mengucapkan sebagai gantinya dalam bahasa mereka: hiththo samqoo dalam bahasa arab artinya: gendum yang merah lagi keras yang di dalamnya terdapat biji berwarna hitam. [2.59] Lalu orang-orang yang lalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang lalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik ÝóÈóÏøóáó ÇáøóÐöíäó ÙóáóãõæÇ ÞóæúáÇð ÛóíúÑó ÇáøóÐöí Þöíáó áóåõãú ÝóÃóäÒóáúäóÇ Úóáóì ÇáøóÐöíäó ÙóáóãõæÇ ÑöÌúÒÇð ãøöäóÇáÓøóãóÇÁö ÈöãóÇ ßóÇäõæÇ íóÝúÓõÞõæäó (59) : ÑöÌúÒÇð azab Dari Usamah, Sa’ad dan Khuzaimah bin Tsabit RA, mereka berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya penyakit Tho’un (wabah penyakit menular yang mematikan atau banyak memakan korban) yang mewabah merupakan teguran dan sisa azab. Allah tidak pernah mengazab suatu kaum dengan penyakit tersebut. Maka apabila di suatu negeri terjangkit penyakit itu sedangkan kaalian berada disana, maka kalian jangan keluar dari negeri itu untuk menghindar, dan apabila terjadi penyakit tersebut pada suatu negeri yang kalian tidak berada disana maka kalian jangan memasuki negeri tersebut. Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dalam bab salam, sedangkan dalam riwayat Muslim yang lain dari Usamah: “Sesungguhnya penyakit (tho’uun) ini adalah azab. Sebagian ummat sebelum kalian disiksa dengannya dan setelah itu masih tersisa di bumi ini.” Sedangkan riwayat dari Sa’d bin Abi Waqqoosh seperti itu pula menurut Muslim. Adapun dalam riwayat lain yang juga dari Usamah: “Tho’uun adalah keburukan atau azab yang diutus kepada bani Israil atau atas ummat yang sebelum kalian….” Tho’uun adalah setiap penyakit yang merata sebagai wabah yang menimpa hampir seluruh orang dalam suatu wilayah tertentu. Dan yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah serangan dari bangsa jin sebagaimana hadits: “Tho’un adalah sengatan (atau serangan) dari musuh-musuh kalian dari bangsa jin”. Maksudnya adalah bahwa penyakit ini merupakan sisa siksaan yang Allah berikan pada bani Israil, ketika mereka membangkang perintah Allah dengan mengganti perkataan yang bukan diperintahkan pada mereka. Hadis itu menerangkan tentang azab yang telah disebutkan dalam ayat di atas. @Nabi Musa dan Mu’jizat berupa dua belas mata air 2: 60 [2.60] Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing) Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan æóÅöÐö ÇÓúÊóÓúÞóì ãõæÓóì áöÞóæúãöåö ÝóÞõáúäóÇ ÇÖúÑöÈ ÈøöÚóÕóÇßó ÇáÍóÌóÑó ÝóÇäÝóÌóÑóÊú ãöäúåõ ÇËúäóÊóÇ ÚóÔúÑóÉó ÚóíúäÇð ÞóÏú Úóáöãó ßõáøõ ÃõäóÇÓò ãøóÔúÑóÈóåõãú ßõáõæÇ æóÇÔúÑóÈõæÇ ãöä ÑøöÒúÞö Çááøóåö æóáÇó ÊóÚúËóæúÇ Ýöí ÇáÃóÑúÖö ãõÝúÓöÏöíäó (60) ÇÓúÊóÓúÞóì ãõæÓóì :Nabi Musa meminta air (hujan) untuk kaumnya ÞóÏú Úóáöãó ßõáøõ ÃõäóÇÓò :Setiap orang diri mereka. Kata unaasun adalah kata jama’ yang tidak ada bentuk tunggalnya :ãøóÔúÑóÈóåõãú (tempat minum mereka)dari batu tersebut yang mana terpancar air darinya : ÊóÚúËóæúÇ Melampaui batas. Asal maknanya kerusakan yang sangat. @Bani Israil menjadi tidak bersyukur (kufur) kepada Allah 2: 61 [2.61] Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas æóÅöÐú ÞõáúÊõãú íóÇ ãõæÓóì áóä äøóÕúÈöÑó Úóáóì ØóÚóÇãò æóÇÍöÏò ÝóÇÏúÚõ áóäóÇ ÑóÈøóßó íõÎúÑöÌú áóäóÇ ãöãøóÇ ÊõäúÈöÊõ ÇáÃóÑúÖõ ãöäú ÈóÞúáöåóÇ æóÞöËøóÇÆöåóÇ æóÝõæãöåóÇ æóÚóÏóÓöåóÇ æóÈóÕóáöåóÇ ÞóÇáó ÃóÊóÓúÊóÈúÏöáõæäó ÇáøóÐöí åõæó ÃóÏúäóì ÈóÇáøóÐöí åõæó ÎóíúÑñ ÇåúÈöØõæÇ ãöÕúÑÇð ÝóÅöäøó áóßõã ãøóÇ ÓóÃóáúÊõãú æóÖõÑöÈóÊú Úóáóíúåöãõ ÇáÐøöáøóÉõ æóÇáúãóÓúßóäóÉõ æóÈóÇÁõæÇ ÈöÛóÖóÈò ãøöäó Çááøóåö Ðóáößó ÈöÃóäøóåõãú ßóÇäõæÇ íóßúÝõÑõæäó ÈöÂíóÇÊö Çááøóåö æóíóÞúÊõáõæäó ÇáäøóÈöíøöíäó ÈöÛóíúÑö ÇáÍóÞøö Ðóáößó ÈöãóÇ ÚóÕóæÇ æóßóÇäõæÇ íóÚúÊóÏõæäó (61) ÝõæãöåóÇ Roti dan gandum. Sebagian lagi mengatakan: artinya adalah bawang putih (tsuum) karena makhroj (tempat keluarnya huruf)faa’ dan tsaa’ saling berdekatan, seperti kata maghoofiir dan maghootsiir untuk menunjuk kepada sesuatu yang menyerupai madu yang turun dari langit ke pada pohon-pohon. ÃóÊóÓúÊóÈúÏöáõæäó Mereka mengganti. Terambil dari kata istibdaal yang bermakna meninggalkan sesuatu untuk menuju kepada yang lain untuk menggantikan sesuatu yang telah ditinggalkannya itu. ÃóÏúäóì Yang lebih rendah dan hina. Disebut rojulun daniyy (lelaki yang hina) jika ia selalu menelusuri perkara yang rendah. ãöÕúÑÇð Salah satu kota dari kota-kota. Sebagian mengatakan maksudnya di sini adalah Mesir, negeri fir’aun. : ÇáÐøöáøóÉõ Wazannya fi’lah, dari kata dzalla-yadzillu : æóÇáúãóÓúßóäóÉõKesusahan dan kekhusyu’an (ketenangan) : æóÈóÇÁõæÇ Mereka pulang dan kembali. Dan kata baa-uu ini tidak digunakan keecuali bersambung dengan kebaikan atau keburukan. : íóÚúÊóÏõæäó Mereka melampaui batasan Allah. Setiap orang yang melampaui batas sesuatu menuju (menerobos) kepada yang lain, maka ia telah melampaui batas. Dari Ibn Mas’ud RA bahwa Rasulullah bersabda: “di antara yang paling pedih siksaan pada Hari Kiamat adalah seseorang yang dibunuh oleh nabi atau yang membunuh nabi, pemimpin yang sesat (baik ulama yang menyesatkan atau pemimpin yang zalim) dan pemahat atau pelukis (yakni yaang melukis segala yang bernyawa: manusia atau hewan). Dalil yang sejalan dengan ayat di atas adalah terletak pada kalimat berbunyi: “seseorang yang membunuh nabi”, sebab barangsiapa membunuh nabi, dia adalah orang yang akan paling keras, paling besar, dan paling pedih azabnya. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi kepada nabi-nabi mereka AS oleh karena itu Allah memberi mereka kehinaan dan kemiskinan serta ejekan yang merendahkan mereka selama-lamanya dan mereka kembali (ketika mati) dengan mendapat murka Allah. [2.62] Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati Åöäøó ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ æóÇáøóÐöíäó åóÇÏõæÇ æóÇáäøóÕóÇÑóì æóÇáÕøóÇÈöÆöíäó ãóäú Âãóäó ÈöÇááøóåö æóÇáúíóæúãö ÇáÂÎöÑö æóÚóãöáó ÕóÇáöÍÇð Ýóáóåõãú ÃóÌúÑõåõãú ÚöäÏó ÑóÈøöåöãú æóáÇó ÎóæúÝñ Úóáóíúåöãú æóáÇó åõãú íóÍúÒóäõæäó (62) : åóÇÏõæÇ Mereka orang-orang Yahudi. Kata haaduu bermakna sama dengan taabuu yang berarti mereka bertaubat. æóÇáäøóÕóÇÑóì Bentuk jama’ dari naashroon, seperti kata sakroon jama’nya adalah sakroo. Mereka dinamai sesuai dengan tanah (negeri) tempat mereka tinggal yaitu naashiroh (atau nazaret, tempat kelahiran Nabi Isa Al-Masih bin Maryam) æóÇáÕøóÇÈöÆöíäó Orang-orang yang keluar dari agama mereka yang mereka peluk sebelumnya kepada agama lain. Ini adalah asal kata atau maknanya dalam perkataan orang arab. Adapula yang mengatakan: mereka itu adalah kaum yang tidak termasuk majusi (penyembah api), tidak pula yahudi dan tidak pula nasrani. @Pengangkatan gunung ke atas Bani Israil (untuk perjanjian mereka) 2: 63 – 64 [2.63] Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa" æóÅöÐú ÃóÎóÐúäóÇ ãöíËóÇÞóßõãú æóÑóÝóÚúäóÇ ÝóæúÞóßõãõ ÇáØøõæÑó ÎõÐõæÇ ãóÇ ÂÊóíúäóÇßõã ÈöÞõæøóÉò æóÇÐúßõÑõæÇ ãóÇ Ýöíåö áóÚóáøóßõãú ÊóÊøóÞõæäó (63) ãöíËóÇÞóßõãú :Perjanjian. Berasal dari kata watsiiqoh yakni ikatan baik itu ikatan perjanjian atau sumpah setia. :ÇáØøõæÑó Gunung yang mana di situ merupakan tempat nabi Musa – semoga salam tetaap atasnya - bermunajat (berdoa) pada Allah. Kata thuur sendiri dalam bahasa arab dapat berarti gunung. Sebagian mengatakan: bahwa thuur adalah untuk menyebut gunung yang menumbuhkan tanaman, dan bukan yang tidak menumbuhkan (tandus). : ÈöÞõæøóÉò Dengan giat dan ta’at [2.64] Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang-orang yang rugi Ëõãøó ÊóæóáøóíúÊõã ãøöäú ÈóÚúÏö Ðóáößó ÝóáóæúáÇó ÝóÖúáõ Çááøóåö Úóáóíúßõãú æóÑóÍúãóÊõåõ áóßõäÊõã ãøöäó ÇáÎóÇÓöÑöíäó (64) ÊóæóáøóíúÊõã :Kalian berpaling @Orang-orang kafir dari bani Israil melanggar kesucian harai sabtu 2: 65 - 66 [2.65] Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera yang hina" æóáóÞóÏú ÚóáöãúÊõãõ ÇáøóÐöíäó ÇÚúÊóÏóæúÇ ãöäßõãú Ýöí ÇáÓøóÈúÊö ÝóÞõáúäóÇ áóåõãú ßõæäõæÇ ÞöÑóÏóÉð ÎóÇÓöÆöíäó (65) ÇáÓøóÈúÊö :Kata sabt asal artinya adalah ketenangan dan kesunyian. ÎóÇÓöÆöíäó :Yang hina. (Kata khosi-iin itu jama’ dari khoosi’ dan) khoosi’ berarti yang dijauhkan dan diusir. [2.66] Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa ÝóÌóÚóáúäóÇåóÇ äóßóÇáÇð áøöãóÇ Èóíúäó íóÏóíúåóÇ æóãóÇ ÎóáúÝóåóÇ æóãóæúÚöÙóÉð áøöáúãõÊøóÞöíäó (66) : äóßóÇáÇð Siksaan atau hukuman áøöãóÇ Èóíúäó íóÏóíúåóÇ (bagi yang ada di masa itu) Karena dosa yang telah mereka perbuat : æóãóÇ ÎóáúÝóåóÇBagi orang-orang yang sepertinya dimasa yang akan datang : æóãóæúÚöÙóÉð peringatan @ Bani Israil dan sapi betina 2: 67 – 71 [2.67] Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina". Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil" æóÅöÐú ÞóÇáó ãõæÓóì áöÞóæúãöåö Åöäøó Çááøóåó íóÃúãõÑõßõãú Ãóä ÊóÐúÈóÍõæÇ ÈóÞóÑóÉð ÞóÇáõæÇ ÃóÊóÊøóÎöÐõäóÇ åõÒõæÇð ÞóÇáó ÃóÚõæÐõ ÈöÇááøóåö Ãóäú Ãóßõæäó ãöäó ÇáÌóÇåöáöíäó (67) : ÝóÇÑöÖñ Yang tua atau lanjut usia : ÈößúÑñ Kecil atau muda. Kata bikr dalam bahasa arab berarti manusia perempuan atau hewan betina yang belum pernah didekati oleh lelaki,atau dikumpuli. : ÚóæóÇäñ Separuh (pertengahan)yakni sapi itu telah beranak satu demi satu [2.68] Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu" ÞóÇáõæÇ ÇÏúÚõ áóäóÇ ÑóÈøóßó íõÈóíøöä áøóäóÇ ãóÇ åöíó ÞóÇáó Åöäøóåõ íóÞõæáõ ÅöäøóåóÇ ÈóÞóÑóÉñ áÇøó ÝóÇÑöÖñ æóáÇó ÈößúÑñ ÚóæóÇäñ Èóíúäó Ðóáößó ÝóÇÝúÚóáõæÇ ãóÇ ÊõÄúãóÑõæäó (68) [2.69] Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." ÞóÇáõæÇ ÇÏúÚõ áóäóÇ ÑóÈøóßó íõÈóíøöä áøóäóÇ ãóÇ áóæúäõåóÇ ÞóÇáó Åöäøóåõ íóÞõæáõ ÅöäøóåóÇ ÈóÞóÑóÉñ ÕóÝúÑóÇÁõ ÝóÇÞöÚñ áøóæúäõåóÇ ÊóÓõÑøõ ÇáäøóÇÙöÑöíäó (69) :ÝóÇÞöÚñ Murni dan jernih. Namun kata sifat faaqi’ ini khusus untuk warna kuning, sama dengan naashi’ untuk warna putih. :ÊóÓõÑøõ Membuat kagum atau takjub. [2.70] Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)." ÞóÇáõæÇ ÇÏúÚõ áóäóÇ ÑóÈøóßó íõÈóíøöä áøóäóÇ ãóÇ åöíó Åöäøó ÇáÈóÞóÑó ÊóÔóÇÈóåó ÚóáóíúäóÇ æóÅöäøóÇ Åöä ÔóÇÁó Çááøóåõ áóãõåúÊóÏõæäó (70) : ÊóÔóÇÈóåó Tersamar [2.71] Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu ÞóÇáó Åöäøóåõ íóÞõæáõ ÅöäøóåóÇ ÈóÞóÑóÉñ áÇøó Ðóáõæáñ ÊõËöíÑõ ÇáÃóÑúÖó æóáÇó ÊóÓúÞöí ÇáÍóÑúËó ãõÓóáøóãóÉñ áÇøó ÔöíóÉó ÝöíåóÇ ÞóÇáõæÇ ÇáÂäó ÌöÆúÊó ÈöÇáúÍóÞøö ÝóÐóÈóÍõæåóÇ æóãóÇ ßóÇÏõæÇ íóÝúÚóáõæäó (71) : áÇøó Ðóáõæáñ Sapi yang tidak digunakan untuk bekerja : ÊõËöíÑõ ÇáÃóÑúÖó Membajak tanah (sawah). Terambil dari kata itsaarotul ardhi atau atsaarotul ardhi artinya membolak-balik tanah untuk ditanami. : æóáÇó ÊóÓúÞöí ÇáÍóÑúËó Bukan sapi yang ditugaskan untuk mengairi sawah :ãõÓóáøóãóÉñ Sehat lagi tidak terdapat kecacatan pada sapi tersebut : áÇøó ÔöíóÉó Tidak ada padanya warna putih dan juga warna hitam yang tidak mencampuri warna kuningnya. Dari Ibn Abbas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Andaikan mereka mengambil sapi yang paling rendah sungguh telah cukuplah sapi itu, akan tetapi mereka terlalu mempersulit diri dengan memperbanyak pertanyaan, maka Allah pun menyulitkan mereka.” Apa yang telah dikatakan oleh Ibn Abbas RA. hal itu telah disepakati oleh para ahli tafsir terdahulu, dan boleh jadi Ibnu ‘Abbas mengambil keterangan itu dari Nabi, sebab masalah ini adalah bukan secara akal manusia. Apa yang telah Allah beritakan pada kita dalam cerita bani Israil ini merupakan suatu penjelasan akan pembangkangan, penentangan orang Yahudi serta jauhnya diri mereka dari tunduk kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung dan perintah-Nya, dan oleh karena itu ketika mereka mempersulit diri mereka dengan banyaknya pertanyaan tentang sifat-sifat sapi yang akan mereka sembelih dan Allah pun mempersulit mereka dan menyebutkan sifat-sifat sapi yang akan sulit ditemukan mereka. @Pembunuhan terhadap seseorang dari bani Israil 2: 72 – 73 [2.72] Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan æóÅöÐú ÞóÊóáúÊõãú äóÝúÓÇð ÝóÇÏøóÇÑóÃúÊõãú ÝöíåóÇ æóÇááøóåõ ãõÎúÑöÌñ ãøóÇ ßõäÊõãú ÊóßúÊõãõæäó (72) : ÝóÇÏøóÇÑóÃúÊõãú Kalian berbeda pendapat dan berselisih [2.73] Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayit itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti ÝóÞõáúäóÇ ÇÖúÑöÈõæåõ ÈöÈóÚúÖöåóÇ ßóÐóáößó íõÍúíöí Çááøóåõ ÇáãóæúÊóì æóíõÑöíßõãú ÂíóÇÊöåö áóÚóáøóßõãú ÊóÚúÞöáõæäó (73) [2.74] Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan Ëõãøó ÞóÓóÊú ÞõáõæÈõßõã ãøöäú ÈóÚúÏö Ðóáößó Ýóåöíó ßóÇáúÍöÌóÇÑóÉö Ãóæú ÃóÔóÏøõ ÞóÓúæóÉð æóÅöäøó ãöäó ÇáÍöÌóÇÑóÉö áóãóÇ íóÊóÝóÌøóÑõ ãöäúåõ ÇáÃóäúåóÇÑõ æóÅöäøó ãöäúåóÇ áóãóÇ íóÔøóÞøóÞõ ÝóíóÎúÑõÌõ ãöäúåõ ÇáãóÇÁõ æóÅöäøó ãöäúåóÇ áóãóÇ íóåúÈöØõ ãöäú ÎóÔúíóÉö Çááøóåö æóãóÇ Çááøóåõ ÈöÛóÇÝöáò ÚóãøóÇ ÊóÚúãóáõæäó (74) :Ëõãøó ÞóÓóÊú keras : íóåúÈöØõ Jatuh atau turun @Allah mengingatkan Nabi Muhammad bahwa yahudi mengetahui kebenaran namun mereka bermain-main dengan kebenaran tersebut 2: 75 [2.75] Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? ÃóÝóÊóØúãóÚõæäó Ãóä íõÄúãöäõæÇ áóßõãú æóÞóÏú ßóÇäó ÝóÑöíÞñ ãøöäúåõãú íóÓúãóÚõæäó ßóáÇãó Çááøóåö Ëõãøó íõÍóÑøöÝõæäóåõ ãöäú ÈóÚúÏö ãóÇ ÚóÞóáõæåõ æóåõãú íóÚúáóãõæäó (75) ÝóÑöíÞñ Golongan atau kelompok. Lafazh fariiq adalah kata jama’ yang tidak meemiliki bentuk tunggal, seperti juga:ath-thoo-ifah dan al-chizb (keduanya juga berarti kelompok). : íõÍóÑøöÝõæäóåõ Mereka mengganti arti dan takwil atau maksudnya. @Penipuan yang dilakukan oleh Yahudi Madinah dan mereka yang bermain-main dengan kitab Allah yang datang sebelumnya 2: 76 – 81 [2.76] Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata: "Kami pun telah beriman," tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, lalu mereka berkata: "Apakah kamu menceritakan kepada mereka (orang-orang mukmin) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu mengerti?" æóÅöÐóÇ áóÞõæÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÞóÇáõæÇ ÂãóäøóÇ æóÅöÐóÇ ÎóáÇ ÈóÚúÖõåõãú Åöáóì ÈóÚúÖò ÞóÇáõæÇ ÃóÊõÍóÏøöËõæäóåõã ÈöãóÇ ÝóÊóÍó Çááøóåõ Úóáóíúßõãú áöíõÍóÇÌøõæßõã Èöåö ÚöäÏó ÑóÈøößõãú ÃóÝóáÇó ÊóÚúÞöáõæäó (76) [2.77] Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan? ÃóæóáÇ íóÚúáóãõæäó Ãóäøó Çááøóåó íóÚúáóãõ ãóÇ íõÓöÑøõæäó æóãóÇ íõÚúáöäõæäó (77) [2.78] Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga æóãöäúåõãú Ãõãøöíøõæäó áÇó íóÚúáóãõæäó ÇáßöÊóÇÈó ÅöáÇ ÃóãóÇäöíøó æóÅöäú åõãú ÅöáÇøó íóÙõäøõæäó (78) :Ãõãøöíøõæäó Mereka tidak bisa membaca dan menulis. Beliau (Nabi kita) adalah seorang yang ummiy ditengah bangsa yang ummiy pula. : ÅöáÇ ÃóãóÇäöíøó Bohong atau dusta :íóÙõäøõæäó Mereka ragu [2.79] Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan Ýóæóíúáñ áøöáøóÐöíäó íóßúÊõÈõæäó ÇáßöÊóÇÈó ÈöÃóíúÏöíåöãú Ëõãøó íóÞõæáõæäó åóÐóÇ ãöäú ÚöäÏö Çááøóåö áöíóÔúÊóÑõæÇ Èöåö ËóãóäÇøð ÞóáöíáÇð Ýóæóíúáñ áøóåõã ãøöãøóÇ ßóÊóÈóÊú ÃóíúÏöíåöãú æóæóíúáñ áøóåõã ãøöãøóÇ íóßúÓöÈõæäó (79) : Ýóæóíúáñ áøóåõãSiksaan. Sebagian mengatakan: wail adalah nama sebuah lembah di neraka jahannam, ada pula yang mengatakan: nama sebuah gunung (di neraka jahannam) Ibn Abbas RA berkata: “Ayat ini diturunkan untuk para ahli Kitab.” Yang dimaksud oleh Ibnu Abbas adalah ayat ini turun disebabkan orang Yahudi yang merubah kitab Taurat, dan mengatakan bahwa hal itu (Taurat yang telah mereka rubah itu) dari Allah maka mereka telah berbuat dua kejahatan, kemudian mereka menambah kejatuhan dengan memakan makanan haram yang mereka ambil dari orang-orang awam sebagai imbalan dari kabar bohong yang mereka beritakan, semoga Allah senantiasa memberi laknat yang bertubi-tubi untuk mereka. [2.80] Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." Katakanlah: "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?" æóÞóÇáõæÇ áóä ÊóãóÓøóäóÇ ÇáäøóÇÑõ ÅöáÇøó ÃóíøóÇãÇð ãøóÚúÏõæÏóÉð Þõáú ÃóÊøóÎóÐúÊõãú ÚöäÏó Çááøóåö ÚóåúÏÇð Ýóáóä íõÎúáöÝó Çááøóåõ ÚóåúÏóåõ Ãóãú ÊóÞõæáõæäó Úóáóì Çááøóåö ãóÇ áÇó ÊóÚúáóãõæäó (80) : ÅöáÇøó ÃóíøóÇãÇð ãøóÚúÏõæÏóÉð Orang Yahudi mengira bahwa lamanya mereka disiksa dineraka pada hari kiamat itu hanya seperti lamanya mereka menyembah patung anak sapi, yaitu 40 hari Dari Abu Hurairah RA ia berkata: “Ketika kota Khaibar ditaklukkan, dihadiahkan kepada Rasululloh – SAW sebuah daging kambing yang beracun. Rasul berkata: “Orang-orang Yahudi berkumpullah padaku disini” maka Rasul berkata pada mereka “Siapa ayah kalian?” Mereka berkata: “Si Fulan” Rasul berkata: “Kalian telah bohong, ayah kalian adalah si fulan.” Maka Rasul membaca hadis yang berbunyi: Maka bersabda Rasulullah pada mereka “Siapa penghuni neraka?” mereka menjawab: “Kami berada disana sebentar kemudian kalian (kaum muslimin) akan menggantikan kami (di neraka).” Maka Rasul menjawab: “Enyahlah kalian, demi Allah, kami tidak akan pernah menggantikan tempat kalian di neraka selamanya…” Apa yang telah disebutkan di dalam ayat dan hadis di atas merupakan omong kosong (kebohongan) dan tipu daya orang-orang Yahudi. Mereka mengaku bahwa mereka tidak akan tersentuh api neraka pada Hari Kiamat kecuali sepanjang kakek mereka dahulu menyembah patung sapi yakni empat puluh hari, kemudian mereka keluar dari neraka dan orang-orang Islam dari ummat ini akan menggantikan mereka di neraka, maka Rasul pun mendustakan apa yang telah mereka sangkakan. [2.81] (Bukan demikian), yang benar, barang siapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya Èóáóì ãóä ßóÓóÈó ÓóíøöÆóÉð æóÃóÍóÇØóÊú Èöåö ÎóØöíÆóÊõåõ ÝóÃõæúáóÆößó ÃóÕúÍóÇÈõ ÇáäøóÇÑö åõãú ÝöíåóÇ ÎóÇáöÏõæäó (81) : Èóáóì ãóä ßóÓóÈó ÓóíøöÆóÉð Yang dimaksud dengan sayyi-ah (kejelekan) di sini adalah syirik : æóÃóÍóÇØóÊú Èöåö ÎóØöíÆóÊõåõ Kata khothii-ah telah terdahulu penjelasannya (pada ayat 58). @ Yahudi yang mengikuti Nabi Musa dan Nabi Isa 2: 82 [2.82] Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya æóÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ æóÚóãöáõæÇ ÇáÕøóÇáöÍóÇÊö ÃõæúáóÆößó ÃóÕúÍóÇÈõ ÇáÌóäøóÉö åõãú ÝöíåóÇ ÎóÇáöÏõæäó (82) @Perjanjian dengan bani Israil 2: 83 – 86 [2.83] Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israel (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling æóÅöÐú ÃóÎóÐúäóÇ ãöíËóÇÞó Èóäöí ÅöÓúÑóÇÆöíáó áÇó ÊóÚúÈõÏõæäó ÅöáÇøó Çááøóåó æóÈöÇáúæóÇáöÏóíúäö ÅöÍúÓóÇäÇð æóÐöí ÇáÞõÑúÈóì æóÇáúíóÊóÇãóì æóÇáúãóÓóÇßöíäö æóÞõæáõæÇ áöáäøóÇÓö ÍõÓúäÇð æóÃóÞöíãõæÇ ÇáÕøóáÇÉó æóÂÊõæÇ ÇáÒøóßóÇÉó Ëõãøó ÊóæóáøóíúÊõãú ÅöáÇøó ÞóáöíáÇð ãøöäßõãú æóÃóäÊõã ãøõÚúÑöÖõæäó (83) : æóÞõæáõæÇ áöáäøóÇÓö ÍõÓúäÇð Baik. Yakni kebaikan secara umum, apapun bentuknya. [2.84] Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya æóÅöÐú ÃóÎóÐúäóÇ ãöíËóÇÞóßõãú áÇó ÊóÓúÝößõæäó ÏöãóÇÁóßõãú æóáÇó ÊõÎúÑöÌõæäó ÃóäÝõÓóßõã ãøöä ÏöíóÇÑößõãú Ëõãøó ÃóÞúÑóÑúÊõãú æóÃóäúÊõãú ÊóÔúåóÏõæäó (84) [2.85] Kemudian kamu (Bani Israel) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat Ëõãøó ÃóäÊõãú åóÄõáÇÁö ÊóÞúÊõáõæäó ÃóäúÝõÓóßõãú æóÊõÎúÑöÌõæäó ÝóÑöíÞÇð ãøöäßõã ãøöä ÏöíóÇÑöåöãú ÊóÙóÇåóÑõæäó Úóáóíúåöã ÈöÇáÅöËúãö æóÇáúÚõÏúæóÇäö æóÅöä íóÃúÊõæßõãú ÃõÓóÇÑóì ÊõÝóÇÏõæóåõãú æóåõæó ãõÍóÑøóãñ Úóáóíúßõãú ÅöÎúÑóÇÌõåõãú ÃóÝóÊõÄúãöäõæäó ÈöÈóÚúÖö ÇáßöÊóÇÈö æóÊóßúÝõÑõæäó ÈöÈóÚúÖò ÝóãóÇ ÌóÒóÇÁõ ãóä íóÝúÚóáõ Ðóáößó ãöäßõãú ÅöáÇøó ÎöÒúíñ Ýöí ÇáÍóíóÇÉö ÇáÏøõäúíóÇ æóíóæúãó ÇáÞöíóÇãóÉö íõÑóÏøõæäó Åöáóì ÃóÔóÏøö ÇáÚóÐóÇÈö æóãóÇ Çááøóåõ ÈöÛóÇÝöáò ÚóãøóÇ ÊóÚúãóáõæäó (85) : ÊóÙóÇåóÑõæäóMereka saling menopang (mendukung)dan tolong menolong :ÎöÒúíñHina dan rendah [2.86] Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong ÃõæúáóÆößó ÇáøóÐöíäó ÇÔúÊóÑóæõÇ ÇáÍóíóÇÉó ÇáÏøõäúíóÇ ÈöÇáÂÎöÑóÉö ÝóáÇó íõÎóÝøóÝõ Úóäúåõãõ ÇáÚóÐóÇÈõ æóáÇó åõãú íõäÕóÑõæäó (86) @Orang-orang kafir dari bani Israil mendustakan para nabi dan membunuhi mereka 2: 87 – 88 [2.87] Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada `Isa putra Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul-Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu angkuh; maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh? æóáóÞóÏú ÂÊóíúäóÇ ãõæÓóì ÇáßöÊóÇÈó æóÞóÝøóíúäóÇ ãöäú ÈóÚúÏöåö ÈöÇáÑøõÓõáö æóÂÊóíúäóÇ ÚöíÓóì ÇÈúäó ãóÑúíóãó ÇáÈóíøöäóÇÊö æóÃóíøóÏúäóÇåõ ÈöÑõæÍö ÇáÞõÏõÓö ÃóÝóßõáøóãóÇ ÌóÇÁóßõãú ÑóÓõæáñ ÈöãóÇ áÇó Êóåúæóì ÃóäÝõÓõÜßõãõ ÇÓúÊóßúÈóÑúÊõãú ÝóÝóÑöíÞÇð ßóÐøóÈúÊõãú æóÝóÑöíÞÇð ÊóÞúÊõáõæäó (87) : æóÞóÝøóíúäóÇKami ikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Dari kata qofaa-yaqfuu, misalnya: qofawtu fulaanan yakni saya berjalan di belakang tengkuknya si fulan (atau saya berjalan di belakang si fulan). : ÃóíøóÏúäóÇåõ Kami (Allah) menolong nabi Isa dan Kami (Allah) menguatkannya : ÈöÑõæÍö ÇáÞõÏõÓöDengan ruh yang suci yakni Malaikat Jibril AS. Sebagian lain mengatakan: dengan nama Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung yang mana dengan itu Nabi Isa menghidupkan orang-orang mati. Dan para ulama berbeda pendapat tentang ini. [2.88] Dan mereka berkata: "Hati kami tertutup". Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman æóÞóÇáõæÇ ÞõáõæÈõäóÇ ÛõáúÝñ Èóá áøóÚóäóåõãõ Çááøóåõ ÈößõÝúÑöåöãú ÝóÞóáöíáÇð ãøóÇ íõÄúãöäõæäó (88) : ÛõáúÝñTertutup. Dikatakan: sayfun aghlaf pedang yang ada sarungnya. : áøóÚóäóåõãõ Menjauhkan mereka @Bani Israil mengenali Nabi Muhammad melalui penjelasan yang ada dalam kitab suci mereka namun mereka teta tidak percaya meskipun beliau adalah keturunan Nabi Ibrahim, sebab beliau bukan orang Yahudi 2: 89 - 91 [2.89] Dan setelah datang kepada mereka Al Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu æóáóãøóÇ ÌóÇÁóåõãú ßöÊóÇÈñ ãøöäú ÚöäÏö Çááøóåö ãõÕóÏøöÞñ áøöãóÇ ãóÚóåõãú æóßóÇäõæÇ ãöä ÞóÈúáõ íóÓúÊóÝúÊöÍõæäó Úóáóì ÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ ÝóáóãøóÇ ÌóÇÁóåõã ãøóÇ ÚóÑóÝõæÇ ßóÝóÑõæÇ Èöåö ÝóáóÚúäóÉõ Çááøóåö Úóáóì ÇáßóÇÝöÑöíäó (89) : íóÓúÊóÝúÊöÍõæäóMinta pertolongan atau kemenangan. Yahudi dahulu menyangkan bahwa Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau – berasal dari golongan mereka, dan dengan itu mereka mengancam orang-orang arab sebelum pengutusan beliau (yakni mereka ketika berselisih dengan orang-orang arab mereka berkata: “nanti jika nabi yang dijanjikan itu datang kami akan beriman kepadanya dan akan memerangi kalian dibelakang beliau.” Namun setelah Nabi itu datang mereka malah orang-orang yang pertama mengingkarinya, sebab penyakit iri hati mereka sebab Nabi itu bukan berasal dari kalangan mereka) [2.90] Alangkah buruknya (perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan ÈöÆúÓóãóÇ ÇÔúÊóÑóæúÇ Èöåö ÃóäÝõÓóåõãú Ãóä íóßúÝõÑõæÇ ÈöãóÇ ÃóäÒóáó Çááøóåõ ÈóÛúíÇð Ãóä íõäóÒøöáó Çááøóåõ ãöä ÝóÖúáöåö Úóáóì ãóä íóÔóÇÁõ ãöäú ÚöÈóÇÏöåö ÝóÈóÇÁõæÇ ÈöÛóÖóÈò Úóáóì ÛóÖóÈò æóáöáúßóÇÝöÑöíäó ÚóÐóÇÈñ ãøõåöíäñ (90) :ÈóÛúíÇðMelampaui batas (durhaka) dan iri hati. : ÝóÈóÇÁõæÇ Mereka kembali (pulang) :ãøõåöíäñ Rendah dan hina @Bani Israil mengatakana bahwa mereka percaya kepada kitab yang dibawa oleh Nabi Musa namu mereka tidak mempercayai Al-Qur’an Yang sesuai dengannya. Jika memang mereka percaya kepada kitab suci mereka tidak akan membunuhi para nabi mereka sendiri 2: 91 [2.91] Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kepada Al Qur'an yang diturunkan Allah", mereka berkata: "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami". Dan mereka kafir kepada Al Qur'an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur'an itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: "Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?" æóÅöÐóÇ Þöíáó áóåõãú ÂãöäõæÇ ÈöãóÇ ÃóäÒóáó Çááøóåõ ÞóÇáõæÇ äõÄúãöäõ ÈöãóÇ ÃõäÒöáó ÚóáóíúäóÇ æóíóßúÝõÑõæäó ÈöãóÇ æóÑóÇÁóåõ æóåõæó ÇáÍóÞøõ ãõÕóÏøöÞÇð áøöãóÇ ãóÚóåõãú Þõáú Ýóáöãó ÊóÞúÊõáõæäó ÃóäúÈöíóÇÁó Çááøóåö ãöä ÞóÈúáõ Åöä ßõäÊõã ãøõÄúãöäöíäó (91) : æóíóßúÝõÑõæäó ÈöãóÇ æóÑóÇÁóåõ (ingkar)dengan kitab-kitab Allah setelah kitab Taurat @Kekafiran bani Israil dan patung sapi 2: 92 – 93 [2.92] Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang lalim æóáóÞóÏú ÌóÇÁóßõã ãøõæÓóì ÈöÇáúÈóíøöäóÇÊö Ëõãøó ÇÊøóÎóÐúÊõãõ ÇáÚöÌúáó ãöäú ÈóÚúÏöåö æóÃóäúÊõãú ÙóÇáöãõæäó (92) [2.93] Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" Mereka menjawab: "Kami mendengarkan tetapi tidak menaati". Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat perbuatan yang diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat)” æóÅöÐú ÃóÎóÐúäóÇ ãöíËóÇÞóßõãú æóÑóÝóÚúäóÇ ÝóæúÞóßõãõ ÇáØøõæÑó ÎõÐõæÇ ãóÇ ÂÊóíúäóÇßõã ÈöÞõæøóÉò æóÇÓúãóÚõæÇ ÞóÇáõæÇ ÓóãöÚúäóÇ æóÚóÕóíúäóÇ æóÃõÔúÑöÈõæÇ Ýöí ÞõáõæÈöåöãõ ÇáÚöÌúáó ÈößõÝúÑöåöãú Þõáú ÈöÆúÓóãóÇ íóÃúãõÑõßõã Èöåö ÅöíãóÇäõßõãú Åöä ßõäÊõã ãøõÄúãöäöíäó (93) :ÃõÔúÑöÈõæÇ Makna kata usyribuu dituangkan, diberi minum atau disirami. Yakni disirami (hatinya) dengan kecintaan kepada patung anak sapi. @Allah menolak pengakuan Yahudi bahwasanya kehidupan akhirat hanyalah milik mereka 2: 94 – 96 [2.94] Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian (mu), jika kamu memang benar Þõáú Åöä ßóÇäóÊú áóßõãõ ÇáÏøóÇÑõ ÇáÂÎöÑóÉõ ÚöäÏó Çááøóåö ÎóÇáöÕóÉð ãøöä Ïõæäö ÇáäøóÇÓö ÝóÊóãóäøóæõÇ ÇáãóæúÊó Åöä ßõäÊõãú ÕóÇÏöÞöíäó (94) [2.95] Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya æóáóä íóÊóãóäøóæúåõ ÃóÈóÏÇð ÈöãóÇ ÞóÏøóãóÊú ÃóíúÏöíåöãú æóÇááøóåõ Úóáöíãñ ÈöÇáÙøóÇáöãöíäó (95) Diriwayatkan dari Ibn Abbas RA bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Andaikan orang Yahudi mengharap kematian, mereka pasti akan mati dan mengetahui tempat mereka di neraka, dan andaikan orang-orang (nasrani dari Najran) yang mengutuk nabi (bermubahalah dengan nabi) keluar (dari rumah mereka) sungguh mereka akan kembali dan tidak akan mendapati keluarga ataupun harta (di sana). Orang Yahudi mengira bahwa surga itu dikhususkan untuk mereka dan bukan untuk yang lainnya maka Allah mendustakan mereka dan berfirman untuk mereka: “Jika kalian benar dalam hal itu, maka mengharaplah kematian dan rindukanlah kematian itu agar menyampaikan kalian kedalam surga, kemudian Allah memberitahukan bahwa mereka bahwa tidak akan pernah mengharap kematian selama-lamanya karena perbuatan yang telah mereka perbuat dari pada dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan, lalu datang Nabi SAW dengan wahyu dari Allah, beliau mengabarkan jika mereka mengharap kematian maka mereka pada akhirnya akan mati, dan sungguh mereka akan menyaksikan tempat-tempat mereka di neraka jahannam. [2.96] Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan æóáóÊóÌöÏóäøóåõãú ÃóÍúÑóÕó ÇáäøóÇÓö Úóáóì ÍóíóÇÉò æóãöäó ÇáøóÐöíäó ÃóÔúÑóßõæÇ íóæóÏøõ ÃóÍóÏõåõãú áóæú íõÚóãøóÑõ ÃóáúÝó ÓóäóÉò æóãóÇ åõæó ÈöãõÒóÍúÒöÍöåö ãöäó ÇáÚóÐóÇÈö Ãúä íõÚóãøóÑó æóÇááøóåõ ÈóÕöíÑñ ÈöãóÇ íóÚúãóáõæäó (96) : ÈöãõÒóÍúÒöÍöåö Dijauhkan atau disingkirkan @Jibril sang pembawa wahyu Al-Qur’an dan kitab-kitab suci lainnya 2: 97 [2.97] Katakanlah: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman Þõáú ãóä ßóÇäó ÚóÏõæÇøð áøöÌöÈúÑöíáó ÝóÅöäøóåõ äóÒøóáóåõ Úóáóì ÞóáúÈößó ÈöÅöÐúäö Çááøóåö ãõÕóÏøöÞÇð áøöãóÇ Èóíúäó íóÏóíúåö æóåõÏðì æóÈõÔúÑóì áöáúãõÄúãöäöíäó (97) @Keengganan yahudi dan kekafiran mereka dalam Al-Qur’an 2: 98 – 103 [2.98] Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir ãóä ßóÇäó ÚóÏõæÇøð áøöáøóåö æóãóáÇÆößóÊöåö æóÑõÓõáöåö æóÌöÈúÑöíáó æóãöíßóÇáó ÝóÅöäøó Çááøóåó ÚóÏõæøñ áøöáúßóÇÝöÑöíäó (98) Diriwayatkan dari Anas RA berkata: Abdullah bin Salam RA mendengar tentang kedatangan Rasulullah SAW dan Rasul sedang duduk di kebun, kemudian dia mendatangi Nabi SAW dan berkata: “Aku ingin bertanya padamu tentang tiga hal yang tidak diketahui kecuali oleh seorang nabi: Apakah tanda-tanda Hari Kiamat itu? Apakah makanan pertama yang dimakan penghuni Surga? Bagaimanakah seorang anak itu dapat mirip dengan ayahnya atau dengan ibunya? Beliau menjawab: “Baru saja Jibril AS memberitahuku tentang tiga perkara itu.” Abdulloh bin Sallaam berkata: “Jibril?” beliau bersabda: “Ya.” Abdulloh berkata: “Itu malaikat yang menjadi musuh orang-orang Yahudi.” Lalu beliau pun membacakan ayat ini: ãóä ßóÇäó ÚóÏõæÇøð áøöÌöÈúÑöíáó ÝóÅöäøóåõ äóÒøóáóåõ Úóáóì ÞóáúÈößó Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam kitab Tafsir, serta An-Nasa-iy dalam kitab Al Kubro. Dari Ibn Abbas RA berkata: “Orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah, mereka berkata: “Wahai Abul Qosim, kami akan bertanya padamu tentang lima hal, jika kamu beritahu kami lima hal itu maka kami yakin bahwa kamu adalah seorang nabi dan kami akan menjadi pengikutmu…., maka beliau pun mengambil perjanjian dari mereka sebagaimana Isroil (Ya’quub) mengambil perjanjian dengan anak-anaknya…..” Lalu periwayat menyebutkan sisa haditsnya, dan tersebt dalam hadis itu: “hanya tinggal satu pertanyaan, jika engkau bisa memberitahukan kepada kami maka kami akan mengikutimu: yaitu sesungguhnya tiada seorang nabi pun kecuali ia pasti memiliki malaikat yang mendatanginya untuk memberi kabar, maka beritahukan kami siapa temanmu dari malaikat? Rasul menjawab: “Jibril – semoga salam tetap atasnya -” mereka berkata: “Jibril itu adalah malaikat yang turun ketika adanya peperangan dan azab, maka dia adalah musuh kami, andai kamu berkata Mika’il yang datang dengan kasih sayang, hujan dan menumbuhkan tumbuhan maka kami akan jadi pengikutmu.” Maka Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung berfirman: Þõáú ãóä ßóÇäó ÚóÏõæÇøð áøöÌöÈúÑöíáó ÝóÅöäøóåõ äóÒøóáóåõ Úóáóì ÞóáúÈößó ÈöÅöÐúäö Çááøóåö ãõÕóÏøöÞÇð áøöãóÇ Èóíúäó íóÏóíúåö æóåõÏðì æóÈõÔúÑóì áöáúãõÄúãöäöíäó (97) Diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidziy dalam bab tafsir, dan An-Nasa-iy dalam bab pergaulan denga isteri dalam kitab Al-Kubroo. Dan disahihkan serta dihasankan oleh At-Turmudziy. Dan akan datang separuh hadits yang lain dalam surat Aalu ‘Imroon. Dalam dua hadis itu terdapat keterangan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah pembangkangan orang-orang Yahudi dan terjerumusnya mereka ke dalam pembangkangan, kekufuran dan kebencian mereka pada pemimpin para malaikat (Jibril) serta permusuhan mereka kepadanya, dan hal itu merupakan bentuk dari jelasnya kekufuran menurut kesepakatan orang-orang Islam. Ibn Jarir Berkata: ahli ilmu pentakwilan ayat atau ahli tafsir telah bersepakat bahwa ayat ini diturunkan untuk menjawab orang-orang Yahudi (bani Israil) ketika mereka mengira bahwa Jibril adalah musuh mereka. [2.99] Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik æóáóÞóÏú ÃóäÒóáúäóÇ Åöáóíúßó ÂíóÇÊò ÈóíøöäóÇÊò æóãóÇ íóßúÝõÑõ ÈöåóÇ ÅöáÇøó ÇáÝóÇÓöÞõæäó (99) [2.100] Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebahagian besar dari mereka tidak beriman Ãóæó ßõáøóãóÇ ÚóÇåóÏõæÇ ÚóåúÏÇð äøóÈóÐóåõ ÝóÑöíÞñ ãøöäúåõãú Èóáú ÃóßúËóÑõåõãú áÇó íõÄúãöäõæäó (100) " äøóÈóÐóåõ membuangnya [2.101] Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allah ke belakang (punggung) nya seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah Kitab Allah) æóáóãøóÇ ÌóÇÁóåõãú ÑóÓõæáñ ãøöäú ÚöäÏö Çááøóåö ãõÕóÏøöÞñ áøöãóÇ ãóÚóåõãú äóÈóÐó ÝóÑöíÞñ ãøöäó ÇáøóÐöíäó ÃõæÊõæÇ ÇáßöÊóÇÈó ßöÊóÇÈó Çááøóåö æóÑóÇÁó ÙõåõæÑöåöãú ßóÃóäøóåõãú áÇó íóÚúáóãõæäó (101) [2.102] Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui æóÇÊøóÈóÚõæÇ ãóÇ ÊóÊúáõæ ÇáÔøóíóÇØöíäõ Úóáóì ãõáúßö ÓõáóíúãóÇäó æóãóÇ ßóÝóÑó ÓõáóíúãóÇäõ æóáóßöäøó ÇáÔøóíóÇØöíäó ßóÝóÑõæÇ íõÚóáøöãõæäó ÇáäøóÇÓó ÇáÓøöÍúÑó æóãóÇ ÃõäÒöáó Úóáóì Çáãóáóßóíúäö ÈöÈóÇÈöáó åóÇÑõæÊó æóãóÇÑõæÊó æóãóÇ íõÚóáøöãóÇäö ãöäú ÃóÍóÏò ÍóÊøóì íóÞõæáÇó ÅöäøóãóÇ äóÍúäõ ÝöÊúäóÉñ ÝóáÇó ÊóßúÝõÑú ÝóíóÊóÚóáøóãõæäó ãöäúåõãóÇ ãóÇ íõÝóÑøöÞõæäó Èöåö Èóíúäó ÇáãóÑúÁö æóÒóæúÌöåö æóãóÇ åõã ÈöÖóÇÑøöíäó Èöåö ãöäú ÃóÍóÏò ÅöáÇøó ÈöÅöÐúäö Çááøóåö æóíóÊóÚóáøóãõæäó ãóÇ íóÖõÑøõåõãú æóáÇó íóäÝóÚõåõãú æóáóÞóÏú ÚóáöãõæÇ áóãóäö ÇÔúÊóÑóÇåõ ãóÇ áóåõ Ýöí ÇáÂÎöÑóÉö ãöäú ÎóáÇÞò æóáóÈöÆúÓó ãóÇ ÔóÑóæúÇ Èöåö ÃóäÝõÓóåõãú áóæú ßóÇäõæÇ íóÚúáóãõæäó (102) ÊóÊúáõæ ÇáÔøóíóÇØöíäõ Memberitakan dan mengatakan. Setan-setan itu mengabarkan teman-teman manusianya setelah kematian Nabi Sulaiman – semoga salam tetap atasnya – yaitu bahwa Nabi Sulaiman adalah tukang sihir. : ÇáÓøöÍúÑóSihir: adalah semua yang dicuri setan-setan dan setelah itu mereka mencampurinya dengan kebohongan dan setelah itu mereka sebarkan ke semua teman manusianya. : ÈöÈóÇÈöáó Tanah yang terkenal yaitu babilonia (sekarang wilayah Iraq dan sekitarnya) : åóÇÑõæÊó æóãóÇÑõæÊó Dua malaikat (diturunkan untuk menguji manusia dengan mengajarkan mereka sihir) : ÅöäøóãóÇ äóÍúäõ ÝöÊúäóÉñ Cobaan dan ujian : ãöäú ÎóáÇÞò Artinya di sini adalah “bagian” : æóáóÈöÆúÓóSejelek-jeleknya. Bi’sa adalah kata yang digunakan untuk mencela. : ãóÇ ÔóÑóæúÇHal yang mereka jual [2.103] Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui æóáóæú Ãóäøóåõãú ÂãóäõæÇ æóÇÊøóÞóæúÇ áóãóËõæÈóÉñ ãøöäú ÚöäÏö Çááøóåö ÎóíúÑñ áøóæú ßóÇäõæÇ íóÚúáóãõæäó (103) : áóãóËõæÈóÉñpahala [2.104] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): "Raa`ina", tetapi katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ áÇó ÊóÞõæáõæÇ ÑóÇÚöäóÇ æóÞõæáõæÇ ÇäÙõÑúäóÇ æóÇÓúãóÚõæÇ æóáöáúßóÇÝöÑöíäó ÚóÐóÇÈñ Ãóáöíãñ (104) : ÑóÇÚöäóÇPerkataan orang-orang Yahudi untuk mengejek (yakni asal artinya: adalah perhatikanlah kami. Namun yahudi mengucapkannya untuk mengejek yakni mereka memaksudkan artinya “kedunguan”), maka Allah menegur orang-orang mukmin agar tidak mengatakannya (yakni tidak lagi mengatakan roo’inaa tetapi menggantinya denga kata unzhurnaa). : ÇäÙõÑúäóÇBerilah pemahaman pada kami dan terangkanlah @Murka Allah kepada orang-orang yang kafir 2: 105 [2.105] Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar ãóÇ íóæóÏøõ ÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ ãöäú Ãóåúáö ÇáßöÊóÇÈö æóáÇó ÇáãõÔúÑößöíäó Ãóä íõäóÒøóáó Úóáóíúßõã ãøöäú ÎóíúÑò ãøöä ÑøóÈøößõãú æóÇááøóåõ íóÎúÊóÕøõ ÈöÑóÍúãóÊöåö ãóä íóÔóÇÁõ æóÇááøóåõ Ðõæ ÇáÝóÖúáö ÇáÚóÙöíãö (105) @Penasakhan (Penggatian) ayat-ayat 2: 106 [2.106] Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? ãóÇ äóäúÓóÎú ãöäú ÂíóÉò Ãóæú äõäÓöåóÇ äóÃúÊö ÈöÎóíúÑò ãøöäúåóÇ Ãóæú ãöËúáöåóÇ Ãáóãú ÊóÚúáóãú Ãóäøó Çááøóåó Úóáóì ßõáøö ÔóíúÁò ÞóÏöíÑñ (106) : ãóÇ äóäúÓóÎú ãöäú ÂíóÉòKami tidak menyalin (mengganti) hukum ayat pada ayat lainnya. Makna an-naskh asalnya adalah an-naql (menyalin, menukil) : äõäÓöåóÇKami meninggalkan ayat itu dan tidak kami rubah hukum dan sesuatu yang telah diwajibkan. Dan dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat para ulama. Diriwayatkan dari Ibn Abbas RA ia berkata: “Umar RA berkata: “Orang yang paling bagus bacaannya di antara kita adalah Ubayy, orang yang paling cakap (pantas) menjadi hakim adalah Ali, dan sesungguhnya kita meninggalkan perkataan Ubayy, yaitu bahwasanya Ubayy berkata: “Aku tidak meninggalkan sesuatupun yang aku dengar dari Rasulullah – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – (daripada bacaan Al-Qur’an, yakni ia tidak memandang apakah ayat yang ia baca telah di nasakh ataukah tidak)”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir dan keutamaan Al-Qur’an, dan oleh An-Nasaa-iy dalam bab tafsir dari kitabnya Al-Kubroo. Maksud perkataan Ibnu ‘Abbaas: “Sesungguhnya kita meninggalkan.....“ yakni ia meninggalkan sebagian yang dibaca oleh Ubayya berupa ayat-ayat yang sudah dinasakh, meskipun Ubayy tetap saja membaca ayat itu dan tidak meninggalkannya, sebab ia telah mendengarnya dari Rasululloh SAW akan tetapi Ubayy tetap membaca ayat-ayat yang telah dinasakh boleh jadi karena berita (tentang pe-nasakh-an)-nya belum sampai padanya] Pada ayat di atas terdapat bukti yang menunjukkan tetapnya naskh dalam Wahyu Allah, dan kadang-kadang Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung mengangkat suatu hukum atau ayat dan mendatangkan dengan yang sebanding dengannya, atau dengan yang lebih baik darinya sesuai hikmah dan kebaikan hambanya, dan tidak ada perbedaan pendapat diantara orang Islam akan adanya naskh dalam Al Qur’an dan sunnah, hanya saja orang Yahudi mengingkarinya dan orang-orang yang semacam mereka dari orang-orang yang berpaling dari agama dan orang-orang yang melenceng serta merugi. [2.107] Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong Ãóáóãú ÊóÚúáóãú Ãóäøó Çááøóåó áóåõ ãõáúßõ ÇáÓøóãóæóÇÊö æóÇáÃóÑúÖö æóãóÇ áóßõã ãøöä Ïõæäö Çááøóåö ãöä æóáöíòø æóáÇó äóÕöíÑò (107) : ãöä æóáöíòø Orang yang mengurusnya. Terambil dari kata wilaayah yang berarti mengikutkan, misalnya engkau berkata: waalaytu bayna kadza wa kadza (artinya: aku ikutkan antara ini dan itu) : äóÕöíÑòPenolong. Dari kata an-nashr artinya pertolongan. [2.108] Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israel meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus Ãóãú ÊõÑöíÏõæäó Ãóä ÊóÓúÃóáõæÇ ÑóÓõæáóßõãú ßóãóÇ ÓõÆöáó ãõæÓóì ãöä ÞóÈúáõ æóãóä íóÊóÈóÏøóáö ÇáßõÝúÑó ÈöÇáÅöíãóÇäö ÝóÞóÏú Öóáøó ÓóæóÇÁó ÇáÓøóÈöíáö (108) : ÝóÞóÏú Öóáøótersesat : ÓóæóÇÁó ÇáÓøóÈöíáö(Jalan yang lurus) tujuan, metode atau caranya dan arah atau tingkatannya (yakni jalan Islam atau kebenaran). “As-Sabiil” sama artinya dengan ath-thoriiq yakni “jalan”. @Sifat hasud yang dimiliki sebagian besar dari ahli kitab 2: 109 [2.109] Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu æóÏøó ßóËöíÑñ ãøöäú Ãóåúáö ÇáßöÊóÇÈö áóæú íóÑõÏøõæäóßõã ãøöäú ÈóÚúÏö ÅöíãóÇäößõãú ßõÝøóÇÑÇð ÍóÓóÏÇøð ãøöäú ÚöäÏö ÃóäÝõÓöåöã ãøöäú ÈóÚúÏö ãóÇ ÊóÈóíøóäó áóåõãõ ÇáÍóÞøõ ÝóÇÚúÝõæÇ æóÇÕúÝóÍõæÇ ÍóÊøóì íóÃúÊöíó Çááøóåõ ÈöÃóãúÑöåö Åöäøó Çááøóåó Úóáóì ßõáøö ÔóíúÁò ÞóÏöíÑñ (109) ÝóÇÚúÝõæÇ æóÇÕúÝóÍõæÇ ÍóÊøóì íóÃúÊöíó Çááøóåõ ÈöÃóãúÑöåö : Ayat ini dihapus (di-naskh) dengan ayat Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula beriman kepada hari akhir…”hingga “sedang mereka dalam keadaan tunduk (hina)” (Q.S At-Tawbah: 29) Dari Usamah bin Zaid RA berkata: “ Rasulullah dan para Sahabat beliau memaafkan orang musyrik dan Ahli Kitab sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah, dan mereka bersabar atas setiap gangguan. Allah Yang Maha Luhur berfirman: ÝóÇÚúÝõæÇ æóÇÕúÝóÍõæÇ ÍóÊøóì íóÃúÊöíó Çááøóåõ ÈöÃóãúÑöåö Dan Rasulullah mentakwili lafadz memaafkan (yakni melaksanakannya dan tidak membalas atau mengangkat senjata) sesuai yang telah diperintahkan sampai Allah mengizinkan mereka untuk berperang, oleh karena itu Allah memerangi pemimpin-pemimpin Quraisy yang terbunuh (dalam perang Badr). Perkara itu seperti yang telah disebutkan oleh Rasulullah dan tidak ada perbedaan pendapat dalam hal itu, surah-surah yang diturunkan di Mekah dan sebagin dari surah-surah Madinah memuat ayat-ayat yang memerintahkan untuk memaafkan orang-orang musyrik dan semuanya tertuang sebelum turun firman Allah Yang Maha Luhur daalam surah Al-Hajj: ÃõÐöäó áöáøóÐöíäó íõÞóÇÊóáõæäó ÈöÃóäøóåõãú ÙõáöãõæÇ Artinya: “Telah diizinkan bagi orang-orang yang diperangi secara zalim….” (Al Hajj:37) @Sholat dan zakat adalah tanda-tanda dari orang-orang muslim 2: 110 [2.110] Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan æóÃóÞöíãõæÇ ÇáÕøóáÇÉó æóÂÊõæÇ ÇáÒøóßóÇÉó æóãóÇ ÊõÞóÏøöãõæÇ áÃóäÝõÓößõã ãøöäú ÎóíúÑò ÊóÌöÏõæåõ ÚöäÏó Çááøóåö Åöäøó Çááøóåó ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó ÈóÕöíÑñ (110) @Tantangan Allah terhadap yahudi dan nasrani 2: 111 [2.111] Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar" æóÞóÇáõæÇ áóä íóÏúÎõáó ÇáÌóäøóÉó ÅöáÇøó ãóä ßóÇäó åõæÏÇð Ãóæú äóÕóÇÑóì Êöáúßó ÃóãóÇäöíøõåõãú Þõáú åóÇÊõæÇ ÈõÑúåóÇäóßõãú Åöä ßõäÊõãú ÕóÇÏöÞöíäó (111) : ÅöáÇøó ãóä ßóÇäó åõæÏÇð Orang-orang Yahudi. Sebenarnya kata huud adalah jama’ dari kata haa-id, sperti halnya ‘uud jama’ dari ‘aa-id, h}uul jama’ dari h}aa-il. Adapun haa-id maknanya adalah yang bertaubat atau kembali. Dikatakan: “adapun menurut versi bacaan (qiro-at) Ubayy bin Ka’b bacaan ayat tersebut adalah: illaa man kaana yahuudiyyan aw anshrooniyyan. : ÃóãóÇäöíøõåõãúMereka berangan-angan kepada Allah sesuatu yang tidak semestinya dan mengharap apa-apa yang tidak pantas bagi mereka untuk menerimanya. : ÈõÑúåóÇäóßõãúBukti dan hujjah (alasan) kalian [2.112] (Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati Èóáóì ãóäú ÃóÓúáóãó æóÌúåóåõ áöáøóåö æóåõæó ãõÍúÓöäñ Ýóáóåõ ÃóÌúÑõåõ ÚöäÏó ÑóÈøöåö æóáÇó ÎóæúÝñ Úóáóíúåöãú æóáÇó åõãú íóÍúÒóäõæäó (112) : Èóáóì ãóäú ÃóÓúáóãóOrang yang ikhlas karena Allah. Terambil dari kata islaam yang berarti berserah diri atau tunduk. @Perdebatan antara orang-orang yahudi dan nasrani 2: 113 [2.113] Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya æóÞóÇáóÊö ÇáíóåõæÏõ áóíúÓóÊö ÇáäøóÕóÇÑóì Úóáóì ÔóíúÁò æóÞóÇáóÊö ÇáäøóÕóÇÑóì áóíúÓóÊö ÇáíóåõæÏõ Úóáóì ÔóíÁò æóåõãú íóÊúáõæäó ÇáßöÊóÇÈó ßóÐóáößó ÞóÇáó ÇáøóÐöíäó áÇó íóÚúáóãõæäó ãöËúáó Þóæúáöåöãú ÝóÇááøóåõ íóÍúßõãõ Èóíúäóåõãú íóæúãó ÇáÞöíóÇãóÉö ÝöíãóÇ ßóÇäõæÇ Ýöíåö íóÎúÊóáöÝõæäó (113) @Mengingat nama Allah 2: 114 – 115 [2.114] Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat æóãóäú ÃóÙúáóãõ ãöãøóä ãøóäóÚó ãóÓóÇÌöÏó Çááøóåö Ãóä íõÐúßóÑó ÝöíåóÇ ÇÓúãõåõ æóÓóÚóì Ýöí ÎóÑóÇÈöåóÇ ÃõæúáóÆößó ãóÇ ßóÇäó áóåõãú Ãóä íóÏúÎõáõæåóÇ ÅöáÇøó ÎóÇÆöÝöíäó áóåõãú Ýöí ÇáÏøõäúíóÇ ÎöÒúíñ æóáóåõãú Ýöí ÇáÂÎöÑóÉö ÚóÐóÇÈñ ÚóÙöíãñ (114) : ãóÓóÇÌöÏó ÇááøóåöKata masaajid adalah bentuk jama’ dari kata masjid yaitu setiap tempat yang digunakan untuk menyembah Allah. Sebagian mengatakan yang dimaksud masjid dalam ayat itu adalah Baytul Maqdis (Al-Masjidil Aqshoo) sebagian lagi mengatakan Al-Masjidil Haram. [2.115] Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui æóáöáøóåö ÇáãóÔúÑöÞõ æóÇáúãóÛúÑöÈõ ÝóÃóíúäóãóÇ ÊõæóáøõæÇ ÝóËóãøó æóÌúåõ Çááøóåö Åöäøó Çááøóåó æóÇÓöÚñ Úóáöíãñ (115) : ÊõæóáøõæÇKalian menghadap dengan wajah kalian.(yakni jika tidak mengetahui arah kiblat dengan pasti maka kita boleh menghadap ke mana saja yang kita yakini sebagai arah kiblat) Sebab mereka (Rasul dan para sahabat)ketika itu masih sholat menghadap ke Baitul Maqdis. (Hal itu, yakni kebolehan mengahadap ke aman yang ia yakini sebagai kiblat, dijinkan) pada sholat khouf (salat dalam keadaan takut / tidak aman,yakni salat ketika peperangan), sholat sunnah bagi pengendara (yakni yang bepergian diatas kendaraan), dan orang yang terburu-buru dalam perjalanan : ÝóËóãøó æóÌúåõ ÇááøóåöKiblat Allah (yakni arah menghadap kepada Allah) : æóÇÓöÚñAllah meliputi makhluk-Nya dengan kecukupan dan pengaturan Diriwayatkan dari Ibn Umar RA berkata: “ Rasululloh SAW sholat di atas kendaraannya dari Mekah menuju Madinah dan beliau menghadap ke arah sebagaimana beliau mengarahkan kendaraannya, dan oleh karena hal ini maka turunlah ayat: ÝóÃóíúäóãóÇ ÊõæóáøõæÇ ÝóËóãøó æóÌúåõ Çááøóåö Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dalam bab bolehnya mengerjakan salat sunnah di atas kendaran,juga oleh At-Turmudziy, dan An-Nasaa-iy dalam Al-Kubroo keduanya dalam bab tafsir, Ibnu Jariir. Dan diriwayatkan dari ‘Aamir bin Robii’ah RA berkata: “Kami dalam perjalanan bersama Nabi di malam yang gelap dan kami tidak tahu di mana arah kiblat, maka setiap orang melaksanakan sholat menurut pendapat masing-masing, maka ketika pagi menjelang, kami ceritakan hal itu pada Rasulullah maka turunlah ayat ÃóíúäóãóÇ ÊõæóáøõæÇ ÝóËóãøó æóÌúåõ Çááøóåö Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dalam bab salat dan bab tafsir, dan Ibn Jarir, dihasankan oleh At-Tirmidziy. Hadits ini memiliki banyak hadits pendukung yang saling memperkuat satu sama lain sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsiir. Secara dzahir (makna lahiriah) dua hadis di atas ayat tersebut turun karena adanya dua sebab dan tidak ada yang menghalangi hal itu sebagaimana pada beberapa surah dan ayat-ayat yang lain, dan sebab yang pertama itu yang lebih shohih, hal itu dapat diketahui dengan telah disepakatinya dua pendapat itu oleh semua ahli tafsir, oleh karena itu dari dua hadis ini dapat diambil dua faidah an: 1. Disyariatkannya sholat sunnah bagi pengendara dan menghadap kesegala arah dan jatuhnya syarat untuk menghadap kiblat, dan hal ini menurut kebanyakan ahlul Ilm akan kesahihan hal itu ditinjau dari perbuatan Nabi. 2. Sahnya sholat orang yang telah salah menghadap kiblat dalam sholat wajib dan menghadap ke satu arah yang diyakininya setelah melakukan ijtihad, dan seharusnya dalam masalah ini juga tidak terjadi perrbedaan penapat karena ini disepakati oleh kebanyakan para ahli ilmu dan karena hadits ‘Aamir yang telah disebutkan tadi. Masalah yang tersisa adalah: Apa maksud firman Allah ? ÝóËóãøó æóÌúåõ Çááøóåö Guru para ahli tafsir yakni Ibn Jarir mengatakan bahwa arti ayat tersebut adalah Dan hanya milik Allah-lah kekuasaan atas para makhluk yang berada anatar timur dan barat, yang mana Dia menetapkan ibadah atas makhluk-Nya sesuai kehendak-Nya dan menghukumi makhluk-Nya untuk mentaati-Nya sesuai keinginan-Nya, maka hadapkanlah wajah kalian wahai orang mukmin ke arahku, karena di manapun kalian menghadap disitulah aku berada, Ibnu Jarir berkata: “Yang benar adalah dikatakan bahwa ayat itu datang secara umum namun mengandung makna yang khusus, hal itu dikarenakaan bahwa firman Allah: ÝóÃóíúäóãóÇ ÊõæóáøõæÇ ÝóËóãøó æóÌúåõ Çááøóåö mengandung arti di manapun kalian menghadap ketika dalam perjalanan dan dalam keadaan sholat sunah, juga dalam peperangan baik itu dalam keadaan sholat sunah ataupun wajib maka disitulah Allah berada, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ibn Umar dan An-Nakho'iy, beserta orang-orang yang sependapat dengannya; dan selain itu ayat tersebut juga mengandung arti: ke manapun kalian menghadap di muka bumi ini maka disitulah kiblat Allah yang mana wajah kalian harus dihadapkan padanya, karena kamu bisa menghadap Ka'bah darinya, dan akan datang keterangan tentang kiblat sebentar lagi. @Kekafiran atau kesyirikan 2: 116 [2.116] Mereka (orang-orang kafir) berkata: "Allah mempunyai anak". Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya æóÞóÇáõæÇ ÇÊøóÎóÐó Çááøóåõ æóáóÏÇð ÓõÈúÍóÇäóåõ Èóá áøóåõ ãóÇ Ýöí ÇáÓøóãóæóÇÊö æóÇáÃóÑúÖö ßõáøñ áøóåõ ÞóÇäöÊõæäó (116) : ÞóÇäöÊõæäóMereka taat dan mengakui (Allah sebagai Tuhannya) dalam penghambaannya (ibadahnya kepada Allah) Dari Ibn Abbas RA dari Nabi SAW bersabda: “Allah Yang Maha Luhur berfirman: “Anak Adam telah berdusta tentang Aku padahal hal itu tidak pernah terjadi, dan mereka telah mencaciku padahal hal itu juga tidak pernah terjadi, adapun bentuk kebohongannya adalah mereka mengira bahwa aku tidak mampu mengembalikan mereka setelah mati seperti semula, dan adapun bentuk cacian mereka adalah aku memiliki seorang anak, Maha Suci Aku untuk menjadikan pasangan ataupun anak.” dan dalam suatu riwayat: “Adapun bentuk kebohongan mereka adalah perkataan mereka yang berbunyi: aku tidak akan bisa mengembalikan mereka setelah mati sebagaimana yang telah Aku ciptakan, dan tidaklah menciptakan itu lebih mudah bagiku daripada mengembalikan, dan adapun celaan mereka adalah: Allah memiliki seorang anak, sedangkan Aku adalah Allah Yang Maha Esa, yang mana padaku tempat semua bergantung dan minta pertolongan, Aku tidak melahirkan ataupun dilahirkan, dan tiada satupun yang setara dengan-Ku. Hadits inii diriwayatkanal oleh Ahmad, dan Al-Bukhooriy dalam bab awal penciptaan dan bab tfasir, juga oleh An-Nasaa-iy pada bab jenazah dari kitab Al-Mujtabaa, dalam bab sifat-sifat dari Al-Kubroo, dan selainnya. Hal tersebut diatas disebut pencelaan terhadap Allah sebab itu merupakan hal yang menurunkan kemuliaan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung, sebab adanya anak mengharuskan adanya ibu, dan itu tentu mengharuskan adanya (pernikahan dan adanya) yang menikahkan, dan semuanya itu adalah mustahil bagi Allah Yang Maha Luhur, maka barangsiapa menisbatkan itu semua kepada Allah Yang Maha Luhur berarti ia telah mencela-Nya. Mereka bersepakat bahwa ayat ini: æóÞóÇáõæÇ ÇÊøóÎóÐó Çááøóåõ æóáóÏÇ.. menerangkan tentang orang yang mengira bahwa Allah memiliki anak dari kalangan orang-orang Yahudi di kota Khaibar, orang-orang nasrani di kota Najran, dan orang-orang dari kalangan orang-orang musyrik Arab yang mengatakan: bahwa malaikat adalah anak-anak perempuan Allah, Allah pun menolak perkataan mereka semua. Ini dijelaskan oleh Al-Chaafizh, dan kekhususan tersebut tidak menafikan keumuman ayat ini untuk seluruh kaum musyrikin. [2.117] Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah". Lalu jadilah ia ÈóÏöíÚõ ÇáÓøóãóæóÇÊö æóÇáÃÑúÖö æóÅöÐóÇ ÞóÖóì ÃóãúÑÇð ÝóÅöäøóãóÇ íóÞõæáõ áóåõ ßõä Ýóíóßõæäõ (117) : ÈóÏöíÚõ ÇáÓøóãóæóÇÊöYang menciptakan, mewujudkan, dan mengadakan langit. @Perkataan yang sama pada setiap generasi 2: 118 [2.118] Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin æóÞóÇáó ÇáøóÐöíäó áÇó íóÚúáóãõæäó áóæúáÇ íõßóáøöãõäóÇ Çááøóåõ Ãóæú ÊóÃúÊöíäóÇ ÂíóÉñ ßóÐóáößó ÞóÇáó ÇáøóÐöíäó ãöä ÞóÈúáöåöã ãøöËúáó Þóæúáöåöãú ÊóÔóÇÈóåóÊú ÞõáõæÈõåõãú ÞóÏú ÈóíøóäøóÇ ÇáÂíóÇÊö áöÞóæúãò íõæÞöäõæäó (118) @Misi atau tugas Nabi Muhammad – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – 2: 119 – 121 [2.119] Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka ÅöäøóÇ ÃóÑúÓóáúäóÇßó ÈöÇáúÍóÞøö ÈóÔöíÑÇð æóäóÐöíÑÇð æóáÇó ÊõÓúÃóáõ Úóäú ÃóÕúÍóÇÈö ÇáÌóÍöíãö (119) [2.120] Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu æóáóä ÊóÑúÖóì Úóäßó ÇáíóåõæÏõ æóáÇó ÇáäøóÕóÇÑóì ÍóÊøóì ÊóÊøóÈöÚó ãöáøóÊóåõãú Þõáú Åöäøó åõÏóì Çááøóåö åõæó ÇáåõÏóì æóáóÆöäö ÇÊøóÈóÚúÊó ÃóåúæóÇÁóåõã ÈóÚúÏó ÇáøóÐöí ÌóÇÁóßó ãöäó ÇáÚöáúãö ãóÇ áóßó ãöäó Çááøóåö ãöä æóáöíòø æóáÇó äóÕöíÑò (120) : ãöáøóÊóåõãúAgama mereka [2.121] Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi ÇáøóÐöíäó ÂÊóíúäóÇåõãõ ÇáßöÊóÇÈó íóÊúáõæäóåõ ÍóÞøó ÊöáÇæóÊöåö ÃõæúáóÆößó íõÄúãöäõæäó Èöåö æóãóä íóßúÝõÑú Èöåö ÝóÃõæúáóÆößó åõãõ ÇáÎóÇÓöÑõæäó (121) @Nikmat Allah 2: 122 [2.122] Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Ku-anugerahkan kepadamu dan Aku telah melebihkan kamu atas segala umat íóÇ Èóäöí ÅöÓúÑóÇÆöíáó ÇÐúßõÑõæÇ äöÚúãóÊöíó ÇáóÊöí ÃóäúÚóãúÊõ Úóáóíúßõãú æóÃóäøöí ÝóÖøóáúÊõßõãú Úóáóì ÇáÚóÇáóãöíäó (122) @Hari pembalasan 2: 123 [2.123] Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikit pun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong æóÇÊøóÞõæÇ íóæúãÇð áÇøó ÊóÌúÒöí äóÝúÓñ Úóä äøóÝúÓò ÔóíúÆÇð æóáÇó íõÞúÈóáõ ãöäúåóÇ ÚóÏúáñ æóáÇó ÊóäÝóÚõåóÇ ÔóÝóÇÚóÉñ æóáÇó åõãú íõäÕóÑõæäó (123) @Penunjukan Ibrahim – semoga salam tetap atasnya – dan sebagian keturunannya sebagai pemimpin 2: 124 [124] Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang lalim" æóÅöÐö ÇÈúÊóáóì ÅöÈúÑóÇåöíãó ÑóÈøõåõ ÈößóáöãóÇÊò ÝóÃóÊóãøóåõäøó ÞóÇáó Åöäøöí ÌóÇÚöáõßó áöáäøóÇÓö ÅöãóÇãÇð ÞóÇáó æóãöä ÐõÑøöíøóÊöí ÞóÇáó áÇó íóäóÇáõ ÚóåúÏöí ÇáÙøóÇáöãöíäó (124) : æóÅöÐö ÇÈúÊóáóì ÅöÈúÑóÇåöíãó ÑóÈøõåõAllah menguji nabi Ibrahim : ÈößóáöãóÇÊòUlama berbeda pendapat tentang makan kalimat di sini, sebagian mengatakan bahwa itu adalah syariat-syariat Islam yang diperintahkan Allah untuk dijalankan. : ÝóÃóÊóãøóåõäøóMaka Nabi Ibrahim mnyempurnakan dan memenuhinya. : ÅöãóÇãÇðOrang yang diikuti dan dijadikan petunjuk : áÇó íóäóÇáõ ÚóåúÏöí ÇáÙøóÇáöãöíäóYang dimaksud dengan perjanjian disini adalah kenabian. Dan para ulama berbeda pendapat tentang makna perjanjian itu. @Ka’bah dan perjanjian dengan Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il – semoga salam tetap atas mereka berdua – 2: 125 – 132 [2.125] Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud" æóÅöÐú ÌóÚóáúäóÇ ÇáÈóíúÊó ãóËóÇÈóÉð áøöáäøóÇÓö æóÃóãúäÇð æóÇÊøóÎöÐõæÇ ãöä ãøóÞóÇãö ÅöÈúÑóÇåöíãó ãõÕóáðøì æóÚóåöÏúäóÇ Åöáóì ÅöÈúÑóÇåöíãó æóÅöÓúãóÇÚöíáó Ãóä ØóåøöÑóÇ ÈóíúÊöíó áöáØøóÇÆöÝöíäó æóÇáúÚóÇßöÝöíäó æóÇáÑøõßøóÚö ÇáÓøõÌõæÏö (125) : ãóËóÇÈóÉðAl-matsaabah dan al-matsaab maknanya sama yaitu tempat kembali yang didatangi setiap tahun : æóÃóãúäÇð(dan keamanan) bagi orang yang berlindung dirumah itu (Ka’bah atau tanah haram) : ÚóåöÏúäóÇKami (Allah) perintahkan : ØóåøöÑóÇ(sucikanlah) dari segala penyakit dan kemusyrikan. Dan dalam hal ini pun berbeda pendapat paara ulama. : áöáØøóÇÆöÝöíäó(orang-orang yang bertawaf) di Rumah Allah (Ka’bah) sebagian lain mengatakan: “yang dimaksud (dengan orang-orang yang tawaf)adalah orang-orang asing”. : æóÇáúÚóÇßöÝöíäóOrang yang beri’tikaf yakni berdiam (di masjid dengan niat ibadah, itu makna I’tikaf secara syar’iy). Sedangkan ‘aakif maknanya secara bahasa adalah muqiiim (yang berdiam) : æóÇáÑøõßøóÚö ÇáÓøõÌõæÏöAhli sholat Diriwayatkan dari Anas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhainya – dari Umar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhainya – berkata: “Aku berkata: “Wahai Rasulullah, andai saja engkau menjadikan maqom nabi Ibrahim sebagai tempat sholat. Maka turunlah ayat: æóÇÊøóÎöÐõæÇ ãöä ãøóÞóÇãö ÅöÈúÑóÇåöíãó ãõÕóáðøì Diriwayatkan oleh Ahmad, dan Al-Bukhooriy dalam bab sholat dan bab tafsir surat Al-Baqoroh, surat Al-Achzaab, suratAt-Tachriim, dan juga oleh At-Tirmidziy dalam bab tafsir pula, dan akan datang secara terperinci. Ini merupakan pandangan Sayyidina Umar yang bersesuaian dengan turunnya wahyu yang berbunyi: æóÇÊøóÎöÐõæÇ ãöä ãøóÞóÇãö ….ÇáÎ Maqom adalah batu yang diturunkan dari surga di mana nabi Ibrahim ketika membangun ka'bah berdiri di atasnya. Batu itu terletak didepan ka'bah dan di sisinya, di belakangnya ataupun di hadapannya disyariatkan untuk shalat sunnah thowaf. Dan diriwayatkan dari Jabir RA bahwa Rasulullah SAW membaca: æóÇÊøóÎöÐõæÇ dengan mengkasroh huruf khoo’-nya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daawuud dengan sanad sahih, dalam hadits Jaabir yang panjang tentang hajji terdapat sabda beliau: “Kemudian beliau pergi ke maqom Ibrohim AS lalu beliau membaca: æóÇÊøóÎöÐõæÇ ãöä ãøóÞóÇãö ÅöÈúÑóÇåöíãó ãõÕóáðøì Diriwayatkan oleh Muslim dalam bab hajji. Sebagian besar para ahli baca Al-Qur’an membacanya wattakhidzuu dengan mengkasrohkan huruf khoo’-nya yakni dalam bentuk kata perintah (artinya: dan jadikanlah), sedangkan Naafi’ dan Ibnu ‘Umar dengan memfatkhahkan khoo’nya dan keduanya mutawatir. @Doa atau permohonan Nabi Ibrahim – semoga salam tetap atasnya – 2: 126 [2.126] Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali" æóÅöÐú ÞóÇáó ÅöÈúÑóÇåöíãõ ÑóÈøö ÇÌúÚóáú åóÐóÇ ÈóáóÏÇð ÂãöäÇð æóÇÑúÒõÞú Ãóåúáóåõ ãöäó ÇáËøóãóÑóÇÊö ãóäú Âãóäó ãöäúåõã ÈöÇááøóåö æóÇáúíóæúãö ÇáÂÎöÑö ÞóÇáó æóãóä ßóÝóÑó ÝóÃõãóÊøöÚõåõ ÞóáöíáÇð Ëõãøó ÃóÖúØóÑøõåõ Åöáóì ÚóÐóÇÈö ÇáäøóÇÑö æóÈöÆúÓó ÇáãóÕöíÑõ (126) : ÝóÃõãóÊøöÚõåõAku (yakni: Allah) akan memberinya rizqi selama hidupnya. : Ëõãøó ÃóÖúØóÑøõåõPaksa. Terambil dari kata idhthiroor maknanya pemaksaan. Dari Abdillah bin Zaid RA dari Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya Nabi Ibrahim mengharamkan kota Mekah dan berdoa untuknya, dan aku mengharamkan kota Madinah sebagaimana nabi Ibrahim mengharamkan kota Mekah, dan aku berdoa agar kota Madinah diberkahi dalam mudd dan shoo’-nya sebagaimana nabi Ibrohim mendoakannya untuk kota Makkah. [Mudd, dan shoo’ adalah nama takaran pada zaman dahulu, 1 mudd = 6 ons, sedangkan 1 shoo’ = 4 mudd = 24 ons = 2,4 kg. maksud dai doa Nabi adalah semoga Allah memberi keberkahan kepada kota Madinah sebagaimana Allah telah memberi keberkahan kepada Makkah berkat doa nabi Ibrohim] Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab jual-beli, Muslim dalam bab hajji dan yang lainya. Dari Abu Hurairah RA berkata: “Orang-orang apabila melihat awal mulanya buah, mereka membawanya kepada Rasululloh SAW dan beliau pun mendoakannya: “Ya Allah, berkahilah buah-buahan yang ada pada kami, berkahilah kota kami, berkahilah pada shoo’ kami, berkahilah mudd kami. Ya Allah, sesungguhnya nabi Ibrahim adalah hamba-Mu, kekasih-Mu sekaligus nabi-Mu dan aku adalah hamba-Mu dan nabi-Mu, dan sesungguhnya dia berdoa pada-Mu untuk kota Makkah, dan aku berdoa pada-Mu untuk kota Madinah seperti doanya untuk kota Makkah…" Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam hajji dalam bab keutamaan, dan hadits-hadits dalam masalah ini banyak, diantaranya dari Jaabir bin Abdillah, Abu Sa’iid Al-Khudriy, Roofi’ bin Khodiij, Anas, Ibnu ‘Abbaas, Abu Syuroich, Shofiyyah binti Syaibah, dan selainnya, dan semuanya berada di dalam dua kitab sahih (sahih Al-Bukhoori dan sahih Muslim) atau salah satu dari keduanya. Dan dalam ayat itu terdapat pemberitahun tentang doa yang dipinta oleh Al-Kholiil (Kholiilulloh yakni nabi Ibrahim) AS untuk kota Makkah dan penduduknya agar mendapatkan keamanan dan buah-buahan yang melimpah. Dan banyak hadits Nabi yang menguatkan hal itu dan memberitahukan doa Nabi SAW untuk kota Madinah agar Allah melimpahkan keberkahan kepadanya, dan sungguh Allah telah mengabulkan doa kedua nabi-Nya itu seluruhnya, maka ketenangan, buah-buahan yang melimpah, dan keberkahan di kedua tanah haram yang mulia (kota Makkah dan Madinah) sangat nampak sekali dan dapat dirasakan dengan jelas. @Ibrahim dan Isma’il – semoga salam tetap atas keduaya – mengangkat pondasi Ka’bah 2: 127 – 128 [2.127] Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" æóÅöÐú íóÑúÝóÚõ ÅöÈúÑóÇåöíãõ ÇáÞóæóÇÚöÏó ãöäó ÇáÈóíúÊö æóÅöÓúãóÇÚöíáõ ÑóÈøóäóÇ ÊóÞóÈøóáú ãöäøóÇ Åöäøóßó ÃóäúÊó ÇáÓøóãöíÚõ ÇáÚóáöíãõ (127) : ÇáÞóæóÇÚöÏóKata qowaa’id adalah bentuk jama’ dari qoo’idah (artinya pondasi), sebagian mengatakan: Bahwa (pondasi)itu adalah termasuk bangunan Nabi Adam – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atasnya - : ÊóÞóÈøóáú ãöäøóÇNabi Ibrahim dan Nabi Ismail meminta pada (Allah) Tuhan agar amal mereka berdua diterima. Dari ‘A-isyah RA istri Nabi SAW bahwasanya Rasulullah – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: "Tidakkah kamu melihat bahwa kaummu membangun Ka'bah dan membatasi (yakni kurang) dari pondasi-pondasi (bangunan) nabi Ibrohim." Maka aku menjawab: "Ya Rasulullah, tidakkah anda mengembalikannya pada pondasi Ibrohim?” Rasul menjawab: “Andai saja kaummu bukan orang yang baru lepas dari kekafiran." Maka Abdullah bin Umar berkata: “Jika benar sayyidah Aisyah telah mendengar hal ini dari Rasulullah – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – maka aku tidak melihat Rasul meninggalkan untuk mencium dua rukun setelah Hajar Aswad kecuali karena memang Ka'bah belum disempurnakan bangunannya sampai pada batas pondasi Ibrahim. [sehingga nabi tidak mencium kedua rukun / pojok Ka’bah tersebut sebab dua pojok bukanlah persis terletak diatas pondasi nabi Ibrohim yang asli, sebab dinding yang ada ada dua rukun itu mundur sekitar 6 hasta / 3 meter dari tempat yang seharusnya. Sebab ketika orang Quraisy merenovasi bangunan Ka’bah – pada saat Nabi berusia 35 tahun yang mana beliau juga ikut serta dalam pembangunan itu – mereka kehabisan bahan bangunan sehingga terpaksa harus mengurangi penjang salah satu sisi dari persegi Ka’bah] Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Al-Bukhooriy dalam bab hajji dan dalam bab tafsir, serta dalam bab para nabi, juga oleh Muslim dalam kitab hajji bab meruntuhkan Ka’bah, dan juga oleh An-Nasaa-iy dalam kitab hajji dari kitab Al-Mujtaba, dan dalam bab ilmu dari kitab Al-Kubroo, dan yang selain mereka. Arti hadis tersebut adalah bahwa orang-orang Quraisy ketika merobohkan Ka'bah dan memperbaharuinya mereka tidak menjadikan semua pada pondasi maqom Ibrahim tapi mereka mencukupkan dengan (menggunakan) dua pondasi (asli) dari Ka’bah yakni dua Rukun Yamani, adapun dua rukun yang lain yang berada setelah Hajar Aswad, mereka mengganti dua pondasinya tersebut dan mengeluarkan Chijr Isma’il dari dalam Ka'bah (sehingga hingga sekarang Chijr berada di luuar Ka’bah), maka Nabi memberitahu sayyidah Aisyah: “Andaikan orang-orang Quraisy bukan orang yang baru melakukan perjanjian (yakni baru masuk Islam), sungguh Rasul akan menghancurkan Ka'bah itu dan mengembalikannya ke asalnya (pondasi nabi Ibrahim), sebagaimana beliau bersabda dalam riwayat Al-Bukhari dalam bab "Ilmu" andaikan kaummu bukanlah orang yang baru mengalami (lepas dari) kekafiran sungguh Ka'bah akan aku robohkan dan akan aku (perbaiki dan) aku jadikan dua pintu untuknya yang mana orang-orang akan masuk dari satu pintu, dan keluar dari pintu lainnya." Kemudian Ibnuz Zubair mengerjakan apa yang dikehendaki Rasul dimasa kekhalifahannya, dan ketika dia terbunuh Abdul Malik bin Marwan mengembalikannya pada keadaan semula. Dan segala perkara sebelum dan sesudahnya hanya milik Allah. Dan ulama' berpendapat dari hadis sayyidah Aisyah ini, bahwa jika kemaslahatan diiringi dengan kerusakan maka didahulukan yang lebih penting dari keduanya, ini merupakan kaidah umum yang terkenal yang mana dibawahnya terdapat bagian-bagian yang banyak. [2.128] Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang ÑóÈøóäóÇ æóÇÌúÚóáúäóÇ ãõÓúáöãóíúäö áóßó æóãöä ÐõÑøöíøóÊöäóÇ ÃõãøóÉð ãøõÓúáöãóÉð áøóßó æóÃóÑöäóÇ ãóäóÇÓößóäóÇ æóÊõÈú ÚóáóíúäóÇ Åöäøóßó ÃóäúÊó ÇáÊøóæøóÇÈõ ÇáÑøóÍöíãõ (128) : ãóäóÇÓößóäóÇManasik hajji adalah amal-amal ibadahnya dan apa yang telah dikurbankan untuk Allah pada saat hajji tersebut. (Manasik jama’ dari mansak) Asal arti kata mansak adalah tempat yang mana biasanya seseorang menggunakannya untuk kebaikan atau pun kejelekan. Dinamakan manasik sebab orang-orang terus bolal-balik ke tempat itu dengan mengerjakan amal hajji dan dan ama-amal baik. Ahli ibadah disebut naasik karena ia bolak-balik (terus-menerus) dalam beribadah kepada Tuhannya. @Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il berdoa untuk diutusnya Nabi Muhammad, nabi terakhir 2: 129 [2.129] Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana ÑóÈøóäóÇ æóÇÈúÚóËú Ýöíåöãú ÑóÓõæáÇð ãøöäúåõãú íóÊúáõæ Úóáóíúåöãú ÂíóÇÊößó æóíõÚóáøöãõåõãõ ÇáßöÊóÇÈó æóÇáúÍößúãóÉó æóíõÒóßøöíåöãú Åöäøóßó ÃóäúÊó ÇáÚóÒöíÒõ ÇáÍóßöíãõ (129) : æóíõÚóáøöãõåõãõ ÇáßöÊóÇÈóAl Qur’an : æóÇáúÍößúãóÉóBenar dalam perkataan dan perlakuan. Sebagian lain mengatakan hikmah adalah pengetahu dan hadits. : æóíõÒóßøöíåöãú(Yuzakki) berasal dari kata tazkiyah yang maknanya sama dengan tahth-hiir artinya: penyucian. Diriwayatkan dari ‘Irbaadh bin Saariyah RA bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Sesungguhnya aku adalah penutup para nabi, sedangkan sesungguhnya Adam ketika itu masih teronggok dalam wujud tanahnya, dan aku akan memberitahukan kalian tentang hal itu: (sesungguhnya aku) adalah doa ayahku Nabi Ibrohim, dan kabar gembira dari Nabi Isa, dan mimpi yang dilihat oleh ibuku, dan demikianlah setiap ibu para nabi melihat dalam mimpinya (tentang anak-anak mereka), sedangkan ibu Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat atas beliau dan keluarga beliau – melihat ketika melahirkan beliau sebuah cahaya yang menerangi istana-istana negeri Syam.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Chibbaan dalam sahihnya, juga oleh Al-Chaakim dan Ibnu Jariir, Ibnu ‘Aashim dalam As-Sunnah, Ath-Thobroniy dalam Al-Kabiir, dan juga oelh Al-Bazzaar dan selainnya dari beberapa jalur yang sebagiannya hasan dan sahih. Dan hadits ini didukung dengan hadits lain yang kuat dari beberapa sahabat Rasululloh SAW mereka semua berkata: “Ya Rasululloh, beritahukan kami tentang diri anda?” beliau bersabda: “Baiklah, Aku adalah doa ayahku Ibrahim, dan kabar gembira saudaraku Isa,…..” Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dalam Siroh-nya, Ath-Thovariy dalam Tafsirnya, dan Al-Chaakim dan disahihkan olehnya serta disetujui oleh Adz-Dzahabiy, sebagaimana hadits yang tersebut pertama tadi. Hadits ini sesuai dengan ayat yang mulia di atas, keduanya (baik ayat maupun hadits tersebut) sama-sama mengabarkan bahwasanya Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il – semoga salawat dan salam tetap atas keduanya – berdoa kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung untuk mengutus seorang rasul dari keturunan mereka berdua, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, dan mengajarkan Al-Kitab yaitu Al-Qur’an, dan Al-Chikmah (kebijaksanaan) yakni hukum-hukum agama yang tidak bias diketahui kecuali melalui beliau – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat atas beliau dan keluarga beliau – dan mensucikan mereka yakni membersihkan mereka dari kesyirikan dan memurnikan mereka. @Derajat atau kedudukan Nabi Ibrahim – semoga salam tetap atasnya – 2: 130 – 132 [2.130] Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh æóãóä íóÑúÛóÈõ Úóä ãøöáøóÉö ÅöÈúÑóÇåöíãó ÅöáÇøó ãóä ÓóÝöåó äóÝúÓóåõ æóáóÞóÏö ÇÕúØóÝóíúäóÇåõ Ýöí ÇáÏøõäúíóÇ æóÅöäøóåõ Ýöí ÇáÂÎöÑóÉö áóãöäó ÇáÕøóÇáöÍöíäó (130) æóãóä íóÑúÛóÈõ Úóä ãøöáøóÉö ÅöÈúÑóÇåöíãóAgama nabi Ibrahim. Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak menyukai agama nabi Ibrahim, maka mereka membuat agama baru yaitu agama Yahudi dan Nasrani (yang menyimpang dari ajara Tauhid nabi Ibrohim). : ÓóÝöåóBodoh, tertipu, dan rugi : ÇÕúØóÝóíúäóÇåõKami memilihnya [2.131] Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam" ÅöÐú ÞóÇáó áóåõ ÑóÈøõåõ ÃóÓúáöãú ÞóÇáó ÃóÓúáóãúÊõ áöÑóÈøö ÇáÚóÇáóãöíäó (131) : ÃóÓúáöãúIkhlaslah engkau (murnilah dalam menyembah Allah) @Wasiat atau peringatan Nabi Ibrahim – semoga salam tetap atasnya – 2: 132 [2.132] Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam" æóæóÕøóì ÈöåóÇ ÅöÈúÑóÇåöíãõ Èóäöíåö æóíóÚúÞõæÈõ íóÇ Èóäöíøó Åöäøó Çááøóåó ÇÕúØóÝóì áóßõãõ ÇáÏøöíäó ÝóáÇó ÊóãõæÊõäøó ÅöáÇøó æóÃóäÊõã ãøõÓúáöãõæäó (132) @Wafatnya Ya’qub dan penghormatannya kepada Ibrahim, Isma’il dan Ishaq, serta ketundukan anak-anak Ya’qub kepada Allah, semoga salam tetap atas mereka semua 2: 133 – 134 [2.133] Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." Ãóãú ßõäÊõãú ÔõåóÏóÇÁó ÅöÐú ÍóÖóÑó íóÚúÞõæÈó ÇáãóæúÊõ ÅöÐú ÞóÇáó áöÈóäöíåö ãóÇ ÊóÚúÈõÏõæäó ãöäú ÈóÚúÏöí ÞóÇáõæÇ äóÚúÈõÏõ Åöáóåóßó æóÅöáóåó ÂÈóÇÆößó ÅöÈúÑóÇåöíãó æóÅöÓúãóÇÚöíáó æóÅöÓúÍóÇÞó ÅöáóåÇð æóÇÍöÏÇð æóäóÍúäõ áóåõ ãõÓúáöãõæäó (133) [2.134] Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan Êöáúßó ÃõãøóÉñ ÞóÏú ÎóáóÊú áóåóÇ ãóÇ ßóÓóÈóÊú æóáóßõã ãøóÇ ßóÓóÈúÊõãú æóáÇó ÊõÓúÃóáõæäó ÚóãøóÇ ßóÇäõæÇ íóÚúãóáõæäó (134) : ÎóáóÊúberlalu @Perkataan Yahudi dan Nasrani 2: 135 [2.135] Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah: "Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik" æóÞóÇáõæÇ ßõæäõæÇ åõæÏÇð Ãóæú äóÕóÇÑóì ÊóåúÊóÏõæÇ Þõáú Èóáú ãöáøóÉó ÅöÈúÑóÇåöíãó ÍóäöíÝÇð æóãóÇ ßóÇäó ãöäó ÇáãõÔúÑößöíäó (135) : ÍóäöíÝÇðYang lurus dari segala sesuatu. @Para nabi adalah sama dalam hal kenabian (yakni harus kita imani semua, walaupun derajat mereka di sisi Allah berbeda-beda) 2: 136 [3.136] Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya" ÞõæáõæÇ ÂãóäøóÇ ÈöÇááøóåö æóãóÇ ÃõäÒöáó ÅöáóíúäóÇ æóãóÇ ÃõäÒöáó Åöáóì ÅöÈúÑóÇåöíãó æóÅöÓúãóÇÚöíáó æóÅöÓúÍóÇÞó æóíóÚúÞõæÈó æóÇáÃóÓúÈóÇØö æóãóÇ ÃõæÊöíó ãõæÓóì æóÚöíÓóì æóãóÇ ÃõæÊöíó ÇáäøóÈöíøõæäó ãöä ÑøóÈøöåöãú áÇó äõÝóÑøöÞõ Èóíúäó ÃóÍóÏò ãøöäúåõãú æóäóÍúäõ áóåõ ãõÓúáöãõæäó (136) : æóÇáÃóÓúÈóÇØöNabi Yusuf dan saudara-saudaranya : áÇó äõÝóÑøöÞõKami tidak beriman kepada sebagian nabi dan memutuskan diri dari yang lain Diriwayatkan dari Abu Huroiroh RA ia berkata: “Dulu para ahli kitab membacakan Al-Kitab mereka dengan bahasa Ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa Arab untuk orang-orang Islam, lalu Rasululloh SAW bersabda: “Janganlah kalian mempercayai (sepenuhnya segala yang datang dari) ahli kitab dan jangan pula kalian dustakan (sepenuhnya) dan katakanlah kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami…..” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam kitab tafsir, dan dalam kitab berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta dalam kitab Tauhid (kesemuanya dalam sahih Al-Bukhooriy) dan akan datang pula nanti dalam surat Al-‘Ankabuut. Hadits ini mengatakan bahwa jika ahli kitab menyampaikan sesuatu dari kitab mereka maka janganlah kita membenarkannya dan jangan pula kita mendustakannya, sebab apa yang mereka sampaikan bisa jadi benar menurut aslinya, dan bisa jadi sebuah kedustaan yakni termasuk bagian yang mereka ganti dan mereka ada-adakan. Ini dalam hal-hal yang tidak menyelahi fitrah (kesucian) atau agama yang disepakati oleh para nabi atau menurut kita. Jika tidak, maka kita dustakan mereka dalam hal itu dan kita tolak atau kembalikan kepada mereka. Adapun dalam masalah-masalah yang kita tidak ketahui, maka kita akan mengatakan kepada mereka tentang masalah itu dengan perkataan yang diajarkan oleh ayat yang mulia tersebut kepada kita: “Katakanlah oleh kalian: “Kami beriman kepada Allah dan beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami……..” Dalam ayat tersebut terdapat isyarat bahwa hendaknya kita beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kita melalui perantara rasul kita secara terperinci dan (kepada) apa-apa yang diturunkan atas para nabi terdahulu secara ringkas. Allah Yang Maha Luhur menjelaskan atau menyebutkan beberapa orang rasul secara terperinci dan menyebutkan yang lainnya secara global (ringkas). Maka kita tidak boleh membeda-bedakan para rasul, sehingga mengimani sebagian dan mengingkari yang lainnya, sebagaimana di lakukan oleh orang-orang Yahudi, dan itu adalah suatu kekufuran secara ijma’ (kesepakatan ulama). Adapun asbaath adalah kabilah-kabilah bani Israil yang turun-temurun darinya anak-anak Ya’qub, dan di antara mereka terdapat para nabi dan rasul. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “ Rasululloh banyak melakukan sholat dua rakaat sebelum (sholat fardhu) subuh / fajar dengan membaca: surat Al-Baqoroh ayat 136 ini dan pada rakaat yang lain beliau membaca surat An-Nachl ayat 52. Dalam riwayat yang lain: beliau membaca pada rakaat pertama surah Al-Baqoroh ayat 136 ini, sedangkan pada rakaat keduanya beliau membaca surah Aalu ‘Imroon ayat 64. Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim, dan Ahmad, hanya saja pada riwayat Ahmad: beliau membaca dua ayat terakhir surah Al-Baqoroh (yaitu ayat 285 & 286). Hadits ini merupakan dalil disyari’atkannya membaca ayat-ayat yang tersebut di atas dalam dua rakaat salat sunnah fajr (atau salat sunnah subuh) dan ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) dari imam-imam. [2.137] Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ÝóÅöäú ÂãóäõæÇ ÈöãöËúáö ãóÇ ÂãóäÊõã Èöåö ÝóÞóÏö ÇåúÊóÏóæúÇ æóÅöä ÊóæóáøóæúÇ ÝóÅöäøóãóÇ åõãú Ýöí ÔöÞóÇÞò ÝóÓóíóßúÝöíßóåõãõ Çááøóåõ æóåõæó ÇáÓøóãöíÚõ ÇáÚóáöíãõ (137) : Ýöí ÔöÞóÇÞòDalam perpecahan, perkelahian dan peperangan @Keikhlasan untuk Allah 2: 138 – 139 [2.138] Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah ÕöÈúÛóÉó Çááøóåö æóãóäú ÃóÍúÓóäõ ãöäó Çááøóåö ÕöÈúÛóÉð æóäóÍúäõ áóåõ ÚóÇÈöÏõæäó (138) : ÕöÈúÛóÉó ÇááøóåöSebagain mengatakan bahwa maksdunya adalah: Agama Allah. Sebagian lain mengatakan: fithrah (kesucian) Allah. Sebab Yahudi dan Nasrani menjadikan anak-anak mereka beragama yahudi dan nasrani, maka agama (Islam) ini adalah fitrah Allah dan pilihan Allah untuk orang-orang yang telah (ditentukan pada zaman yang)terdahulu kebahagiannya di sisi Allah. : ÚóÇÈöÏõæäóOrang-orang yang tunduk. [2.139] Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati Þõáú ÃóÊõÍóÇÌøõæäóäóÇ Ýöí Çááøóåö æóåõæó ÑóÈøõäóÇ æóÑóÈøõßõãú æóáóäóÇ ÃóÚúãóÇáõäóÇ æóáóßõãú ÃóÚúãóÇáõßõãú æóäóÍúäõ áóåõ ãõÎúáöÕõæäó (139) @Penyembunyian persaksian 2: 140 [2.140] ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakqub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah: "Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih lalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?" Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan Ãóãú ÊóÞõæáõæäó Åöäøó ÅöÈúÑóÇåöíãó æóÅöÓúãóÇÚöíáó æóÅöÓúÍóÇÞó æóíóÚúÞõæÈó æóÇáÃóÓúÈóÇØó ßóÇäõæÇ åõæÏÇð Ãóæú äóÕóÇÑóì Þõáú ÃóÃóäÊõãú ÃóÚúáóãõ Ãóãö Çááøóåõ æóãóäú ÃóÙúáóãõ ãöãøóä ßóÊóãó ÔóåóÇÏóÉð ÚöäÏóåõ ãöäó Çááøóåö æóãóÇ Çááøóåõ ÈöÛóÇÝöáò ÚóãøóÇ ÊóÚúãóáõæäó (140) [2.141] Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan Êöáúßó ÃõãøóÉñ ÞóÏú ÎóáóÊú áóåóÇ ãóÇ ßóÓóÈóÊú æóáóßõã ãøóÇ ßóÓóÈúÊõãú æóáÇó ÊõÓúÃóáõæäó ÚóãøóÇ ßóÇäõæÇ íóÚúãóáõæäó (141) : ßóÓóÈóÊúPerbuatan-perbuatan yang telah lampau dan telah diperbuat @Allah memerintahkan Nabi Muhammad – semoga salawat dan salam tetap aatsnya – untuk sholat menghadap ke Masjidil Haram di Makkah 2: 142 – 150 [2.142] Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitulmakdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus ÓóíóÞõæáõ ÇáÓøõÝóåóÇÁõ ãöäó ÇáäøóÇÓö ãóÇ æóáÇøóåõãú Úóä ÞöÈúáóÊöåöãõ ÇáóÊöí ßóÇäõæÇ ÚóáóíúåóÇ Þõá áøöáøóåö ÇáãóÔúÑöÞõ æóÇáúãóÛúÑöÈõ íóåúÏöí ãóä íóÔóÇÁõ Åöáóì ÕöÑóÇØò ãøõÓúÊóÞöíãò (142) : ãóÇ æóáÇøóåõãúMemalingkan dan memindahkan mereka @Allah telah menjadikan pengikut Islam sebagai bangsa atau ummat yang pertengahan (moderat) dan bukan ummat yang fanatik 2: 143 – 144 [2.143] Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia æóßóÐóáößó ÌóÚóáúäóÇßõãú ÃõãøóÉð æóÓóØÇð áøöÊóßõæäõæÇ ÔõåóÏóÇÁó Úóáóì ÇáäøóÇÓö æóíóßõæäó ÇáÑøóÓõæáõ Úóáóíúßõãú ÔóåöíÏÇð æóãóÇ ÌóÚóáúäóÇ ÇáÞöÈúáóÉó ÇáóÊöí ßõäÊó ÚóáóíúåóÇ ÅöáÇøó áöäóÚúáóãó ãóä íóÊøóÈöÚõ ÇáÑøóÓõæáó ãöãøóä íóäÞóáöÈõ Úóáóì ÚóÞöÈóíúåö æóÅöä ßóÇäóÊú áóßóÈöíÑóÉð ÅöáÇøó Úóáóì ÇáøóÐöíäó åóÏóì Çááøóåõ æóãóÇ ßóÇäó Çááøóåõ áöíõÖöíÚó ÅöíãóÇäóßõãú Åöäøó Çááøóåó ÈöÇáäøóÇÓö áóÑóÁõæÝñ ÑøóÍöíãñ (143) : ÃõãøóÉð æóÓóØÇðAl-Wasath dalam bahasa Arab adalah yang baik atau pilihan. Sebagian mengatakan: maknanya adalah yang adil. : íóäÞóáöÈõ Úóáóì ÚóÞöÈóíúåöPerkataan yanqolib ‘ala ‘aqibaihi (berbalik ke arah belakangnya)ini ditujukan bagi orang yang meninggalkan perintah dan melaksanakan yang lain (selain yang diperintahkan), jika ia berpaling dari yag ia pegangi dahulu lalu ia mengambil kembali apa yang dahulu ia tinggalkan, maka disebutlah ia: kembali ke belakang (murtad) dan berbalik. : áöíõÖöíÚó ÅöíãóÇäóßõãúIman disini maknanya: Sholat : áóÑóÁõæÝñYang mempunyai rasa belas kasih Diriwayatkan dari Abu Saa’iid Al-Khudriy RA, ia berkata: “Rasululloh SAW bersabda: “Nuh dipanggil pada hari kiamat, kemudian ia akan berkata: “Aku penuhi panggilan-Mu dengan senang hati, Ya Tuhanku.” Allah berfirman: “Apakah engkau telah menyampaikan (pesan atau tugasmu)?” Nuh berkata: “Ya.” Lalu Allah berfirman kepada ummatnya: “Apakah ia telah menyampaikan kepada kalian.” Mereka berkata: “Tidak ada seorang pemberi peringatan pun yang datang kepada kami.” Allah berfirman: “Siapa yang menjadi saksi bagimu?” Nuh berkata: “Muhammad dan ummatnya.” Maka mereka semua menyaksikan bahwa Nuh telah menyampaikan, dan Rasul menjadi saksi atas kalian, maka itulah firman Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian ummat yang pertengahan (moderat),” yang dimaksud dengan pertengahan adalah adil.” Sedangkan dalam riwayat lain dikatakan: “Lalu dipanggil ummat Muhammad, dan dikatakan: “Apakah orang ini telah menyampaikan?” lalu mereka berkata: “Ya.” Allah berfirman: “Apa yang menyebabkan engkau yakin dengan hal itu?” Mereka semua berkata: “Nabi kami – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat atas beliau dan keluarga beliau – telah mengabarkan bahwa paraa rasul telah menyampaikan, maka kami mempercayainya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan Al-Bukhooriy dalam kitab awal penciptaan, dalam kitab tafsir dan dalam kitab berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah (kesemuanya dalam sahih Al-Bukhooriy), dan juga oleh At-Turmudziy dan An-Nasaa-iy dalam Al-Kubroo, keduanya dalam kitab tafsir, sedangkan riwayat kedua milik An-Nasaa-iy. Pada ayat dan hadits tersebut terdapat kemuliaan ummat nabi Muhammad dan keutamaannya. Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menjadikannya orang-orang baik dan adil, dan bahwasanya ummat ini akan bersaksi atas seluruh ummat manusia pada hari kiamat. Dan firman-Nya: “Dan demikian (pula) Kami jadikan kalian sebuah ummat” yakni sebagaimana Kami telah menunjuki kalian kepada Islam dan kepada jalan Allah yang lurus, maka demikian pula Kami jadikan kalian ummat yang terbaik dan adil yang berhal bersaksi atas yang lainnya. Adapun tentang firman Allah Yang Maha Luhur: æóãóÇ ßóÇäó Çááøóåõ áöíõÖöíÚó ÅöíãóÇäóßõãú Åöäøó Çááøóåó ÈöÇáäøóÇÓö áóÑóÁõæÝñ ÑøóÍöíãñ Artinya: “dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia” Diriwayatkan dari Al-Baroo’ – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “……dan adalah orang-orang yang meninggal sedangkan mereka pernah sholat menghadap ke baitul maqdis lalu mereka meninggal dunia sebelum kiblat dipindah ke Ka’bah, ada beberapa orang yang terbunuh, maka kami tidak tahu apa yang harus kami katakana tentang orang-orang itu, lalu Allah Yang Maha Luhur menurunkan ayat ini: æóãóÇ ßóÇäó Çááøóåõ áöíõÖöíÚó ÅöíãóÇäóßõãú Åöäøó Çááøóåó ÈöÇáäøóÇÓö áóÑóÁõæÝñ ÑøóÍöíãñ Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir, dan An-Nasaa-iy dalam Al-Kubroo, dan juga hadits yang semacamnya diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas yang diriwayatkan dari AT-Turmudziy dengan sanad yang sahih menurut syarat Muslim. Yang dimaksud dengan ‘imanmu’ dalam ayat di atas adalah sholatmu, maka digunakanlah kata iman untuk menyebut sholat sebab sholat adalah bagian dari keimanan, menurut pendapat sebagian ulama. Sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwa amal merupakan syarat keimanan. Dan dalam masalah ini terdapat pembahasan yang lebih jauh lagi. [2.144] Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidilharam itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan ÞóÏú äóÑóì ÊóÞóáøõÈó æóÌúåößó Ýöí ÇáÓøóãóÇÁö Ýóáóäõæóáøöíóäøóßó ÞöÈúáóÉð ÊóÑúÖóÇåóÇ Ýóæóáøö æóÌúåóßó ÔóØúÑó ÇáãóÓúÌöÏö ÇáÍóÑóÇãö æóÍóíúËõ ãóÇ ßõäÊõãú ÝóæóáøõæÇ æõÌõæåóßõãú ÔóØúÑóåõ æóÅöäøó ÇáøóÐöíäó ÃõæÊõæÇ ÇáßöÊóÇÈó áóíóÚúáóãõæäó Ãóäøóåõ ÇáÍóÞøõ ãöä ÑøóÈøöåöãú æóãóÇ Çááøóåõ ÈöÛóÇÝöáò ÚóãøóÇ íóÚúãóáõæäó (144) : ÞóÏú äóÑóì ÊóÞóáøõÈó æóÌúåößóPerubahan pada wajahmu : ÝóæóáöøBerpaling dan pindahlah : ÔóØúÑó ÇáãóÓúÌöÏöMenuju kearah Diriwayatkan dari Al-Baroo’ RA ketika Rasululloh SAW tiba di Mad\inah, beliau sholat menghadap ke arah Baitul Maqdis selama 16 (enam belas) atau 17 (tujuh belas) bulan, sedangkan Rasululloh SAW ingin agar beliau disuruh menghadap ke Ka’bah, maka Allah menurunkan ayat: ÞóÏú äóÑóì ÊóÞóáøõÈó æóÌúåößó Ýöí ÇáÓøóãóÇÁö Artinya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,…… Dan akhirnya beliaupun menghadap ke arah Ka’bah, dan beliau menyukai hal itu. Lalu beliau sholat ashar bersama seorang lelaki, Al-Baroo’ berkata: kemudian ia melewati sekelompok orang-orang Anshoor yang sedang sholat ashar menghadap ke Baitul Maqdis. Kemudian lelaki tersebut berkata bahwasanya ia menyakasikan sendiri sholat bersama Rasululloh SAW dan bahwasanya beliau telah menghadap ke Ka’bah. Al-Baroo’ berkata: “Maka mereka pun merubah arah.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab Iman, bab sholat, bab tentang berita dari satu orang, bab tafsir, dan juga oleh Muslim dalam bab masjid dan pemindahan kiblat, juga oleh At-Turmudziy dalam bab sholat dan bab tafsir, juga oleh An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Mujtabaa dan Al-Kubroo, hanya saja menurut riwayat Muslim ayat yang turun adalah: æóÍóíúËõ ãóÇ ßõäÊõãú ÝóæóáøõæÇ æõÌõæåóßõãú ÔóØúÑóåõ Artinya: “Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya….” Dan diriwayatkan dari Anas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Rasululloh – semoga Allah Yang Maha Luhur selalu melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dahulu sholat menghadap ke Baitul Maqdis, lalu turunlah ayat: ÞóÏú äóÑóì ÊóÞóáøõÈó æóÌúåößó Ýöí ÇáÓøóãóÇÁö Ýóáóäõæóáøöíóäøóßó ÞöÈúáóÉð ÊóÑúÖóÇåóÇ Ýóæóáøö æóÌúåóßó ÔóØúÑó ÇáãóÓúÌöÏö ÇáÍóÑóÇãö Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam…” (Q.S Al-Baqoroh: 144) lalu lewatlah seorang lelaki dari bani Salimah sedangkan kaum muslimin ketika itu sedang ruku’ dalam sholat fajr (subuh), dan mereka telah sholat satu rakaat. Lalu dia berseru: “Ketahuilah bahwa kiblat telah dipindah.” Maka mereka mengarah kea rah kiblat (Ka’bah).” Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam bab masjid-masjid, Abu Daawuud, An-Nasaa-iy dalam Al-Kubroo dan selain mereka, dan hadits yang senada juga diriwayatkan dari Ibnu Umar dalam dua kitab sahih, hanya saja lafazhnya: “Ketika orang-orang berkumpul sholat subuh di Quba’, tiba-tiba dating seorang kepada mereka, dan berkata: “Sesungguhnya telah turun kepada Nabi (wahyu) pada malam ini, dan beliau telah diperintah untuk menghadap ke ka’bah, maka beliah menghadap ke kiblat.” Mereka ketika itu menghadap ke Syam lalu mereka berputar kea rah Ka’bah. Hadits-hadits di atgas terdapat naskh dan penggantian hukum, dan kiblat termasuk masalah yang pertama kali di-nasakh. Ketika kiblat dipindah maka Yahudi berkata: “Apa yang membuat mereka berpaling dari kiblat mereka. Padahal mereka biasa menghadap kepadanya.” Dan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung telah mengabarkan apa yang akan mereka katakana dan menyebut mereka sebagai orang-orang dungu yang mana Allah berfirman: ÓóíóÞõæáõ ÇáÓøõÝóåóÇÁõ ãöäó ÇáäøóÇÓö ãóÇ æóáÇøóåõãú Úóä ÞöÈúáóÊöåöãõ Artinya: “Orang-orang yang dungu dari para manusia itu akan berkata: “Apa yang menyebabkan mereka berpaling dari kiblat mereka…” (Q.S Al-Baqoroh: 142) yang dimkasud orang-orang dungu di sini adalah orang-orang yang lemah akalnya dari kalangan orang-orang yahudi. Ayat ini adalah mu’jizat yang jelas, yang mana Allah mengabari perkataan mereka sebelum terjadi, maka hal itu terhadi sebagaimana Yang Dia kabarkan. Lihatlah riwayat yang berkaitan dengan ayat ini: dalam sahih Al-Bukhooriy bab Sholat, dan An-Nasaa-iy dalam kitabnya Al-Kubroo, dan selain keduanya. Para ulama berbeda pendapat tentang sholat yang pertama kali yang terjadi pada saat pemindahan kiblat. Maka beberapa ulama ahli tafsir menyebutkan sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir bahwasanya pemindahan kiblat turun kepada RasulullohSAW pada saat beliau telah sholat dua rakaat setelah sholat zhuhur dan itu terjadi di masjid Bani Salimah. Oleh karena itulah masjid itu diberi nama masjid dua kiblat (qiblatain). Sekelompok ulama mensahihkan pendapat ini. Sekelompok ulama yang lain: “Sholat itu adalah sholat ashar, karena makna lahiriah hadits Al-Baroo’ yang tersebut dalam masalah ini. Hanya saja hadits tersebut tidak jelas dalam masalah ini, sebab kemungkinan sebagian kabar yang sampai pada mereka adalah ketika sholat ashar, dan sebagian lagi pada waktu sholat subuh setelah Rasululloh SAW sholat zhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan subuh menghadap ke ka’bah.” Tidak ada perbedaan antara para ulama bahwa menghadap Ka’bah merupakan syarat dalam sahnya sholat untuk seluruh penduduk bumi. Oleh karena itu, menghadap ke arah dzat Ka’bah itu sendiri (wajib) bagi orang yang berada di depan Ka’bah dan menghadap ke arah Ka’bah berada bagi orang-orang yang selainnya. Kiblat memiliki tanda di seluruh bagian bumi yang menunjukkan ke arahnya yang dikenal dengan bintang-bintang yang bergerak dan yang tetap. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kabar itu cukup diterima dari satu orang saja dalam masalah keagamaan dan hal ini tidak ada perbedaan di antara para ulama. Hanya saja dalam maslah akidah mereka berbeda dalam mengamalkan hal itu. Menurut pendapat yang sahih diterimanya (persaksian satu orang) dalam masalah akidah menurut para ahli. Dan dalam masalah ini juga dapat disimpulkan bahwa mengamalkan sesuatu yang telah dinasakh sebelum seseorang mengetahui sesuatu yang menasakhnya adalah boleh dan benar serta tidak tercela. [2.145] Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu pun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian mereka pun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang lalim æóáóÆöäú ÃóÊóíúÊó ÇáøóÐöíäó ÃõæÊõæÇ ÇáßöÊóÇÈó Èößõáøö ÂíóÉò ãøóÇ ÊóÈöÚõæÇ ÞöÈúáóÊóßó æóãóÇ ÃóäúÊó ÈöÊóÇÈöÚò ÞöÈúáóÊóåõãú æóãóÇ ÈóÚúÖõåõã ÈöÊóÇÈöÚò ÞöÈúáóÉó ÈóÚúÖò æóáóÆöäö ÇÊøóÈóÚúÊó ÃóåúæóÇÁóåõã ãøöäú ÈóÚúÏö ãóÇ ÌóÇÁóßó ãöäó ÇáÚöáúãö Åöäøóßó ÅöÐÇð áøóãöäó ÇáÙøóÇáöãöíäó (145) @Penjelasan tentang sifat-sifat atau ciri-ciri Nabi Muhammad – semoga salawat dan salam tetap atasnya – di kitab Taurat yang asli 2: 146 [2.146] Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui ÇáøóÐöíäó ÂÊóíúäóÇåõãõ ÇáßöÊóÇÈó íóÚúÑöÝõæäóåõ ßóãóÇ íóÚúÑöÝõæäó ÃóÈúäóÇÁóåõãú æóÅöäøó ÝóÑöíÞÇð ãøöäúåõãú áóíóßúÊõãõæäó ÇáÍóÞøó æóåõãú íóÚúáóãõæäó (146) [2.147] Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu ÇáúÍóÞøõ ãöä ÑøóÈøößó ÝóáÇó Êóßõæäóäøó ãöäó ÇáãõãúÊóÑöíäó (147) : ãöäó ÇáãõãúÊóÑöíäóOrang-orang yang ragu [2.148] Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu æóáößõáòø æóÌúåóÉñ åõæó ãõæóáøöíåóÇ ÝóÇÓúÊóÈöÞõæÇ ÇáÎóíúÑóÇÊö Ãóíúäó ãóÇ ÊóßõæäõæÇ íóÃúÊö Èößõãõ Çááøóåõ ÌóãöíÚÇð Åöäøó Çááøóåó Úóáóì ßõáøö ÔóíúÁò ÞóÏöíÑñ (148) : æóáößõáòøMaknanya: Bagi setiap orang yang beragama : æóÌúåóÉñKiblat : ÝóÇÓúÊóÈöÞõæÇBercepat-cepat dan bersegeralah menuju : ÇáÎóíúÑóÇÊöPerbuatan-perbuatan yang baik [2.149] Dan dari mana saja kamu ke luar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan æóãöäú ÍóíúËõ ÎóÑóÌúÊó Ýóæóáøö æóÌúåóßó ÔóØúÑó ÇáãóÓúÌöÏö ÇáÍóÑóÇãö æóÅöäøóåõ áóáúÍóÞøõ ãöä ÑøóÈøößó æóãóÇ Çááøóåõ ÈöÛóÇÝöáò ÚóãøóÇ ÊóÚúãóáõæäó (149) [2.150] Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang lalim di antara mereka. Maka janganlah kamu, takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk æóãöäú ÍóíúËõ ÎóÑóÌúÊó Ýóæóáøö æóÌúåóßó ÔóØúÑó ÇáãóÓúÌöÏö ÇáÍóÑóÇãö æóÍóíúËõ ãóÇ ßõäÊõãú ÝóæóáøõæÇ æõÌõæåóßõãú ÔóØúÑóåõ áöÆóáÇøó íóßõæäó áöáäøóÇÓö Úóáóíúßõãú ÍõÌøóÉñ ÅöáÇøó ÇáøóÐöíäó ÙóáóãõæÇ ãöäúåõãú ÝóáÇó ÊóÎúÔóæúåõãú æóÇÎúÔóæúäöí æóáÃõÊöãøó äöÚúãóÊöí Úóáóíúßõãú æóáóÚóáøóßõãú ÊóåúÊóÏõæäó (150) : æóáóÚóáøóßõãú ÊóåúÊóÏõæäóKalian mendapat petunjuk @Misi Nabi Muhammad – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – 2: 151 [2.151] Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui ßóãóÇ ÃóÑúÓóáúäóÇ Ýöíßõãú ÑóÓõæáÇð ãøöäßõãú íóÊúáõæ Úóáóíúßõãú ÂíóÇÊöäóÇ æóíõÒóßøöíßõãú æóíõÚóáøöãõßõãõ ÇáßöÊóÇÈó æóÇáúÍößúãóÉó æóíõÚóáøöãõßõã ãøóÇ áóãú ÊóßõæäõæÇ ÊóÚúáóãõæäó (151) @Ingat kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya 2: 152 [2.152] Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat) -Ku ÝóÇÐúßõÑõæäöí ÃóÐúßõÑúßõãú æóÇÔúßõÑõæÇ áöí æóáÇó ÊóßúÝõÑõæäö (152) Diriwayatkan dari Abu Huroiroh RA ia berkata: Rasululloh SAW bersabda: “Allah Yang Maha Luhur berfirman: “Aku sesuai dengan prasangkaan hamba-Ku, dan Aku bersama-Nya bila ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam diri-Nya, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam suatu kelompok maka Aku akan mengingatnya dalam kelompok yang lebih baik dari mereka . jika ia mendekat kepada-Ku satu jengakal, maka Aku akan mendekat kepadanya satu hasta. Jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekat kepadanya satu depa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab Tauhid, Muslim dalam bab dzikir dan doa, At-Turmudziy dalam bab doa-doa, Ibnu Maajah dalam bab adab, dan selain mereka. Dan hadits ini diriwayatkan dari sekelompok Sahabat. Hadits ini termasuk hadits yang mengandung sifat Allah. Oleh karena itu wajib mengimani apa yang terkandung padanya dan menyerahkan hakikat makna yang tersebut padanya kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung. Sebab sesungguhnya tidak ada satu pun yang menyerupai Dia. Kata-kata dalam hadits tersebut yang menunjukkan tentang makna ayat di atas adalah bahwa sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung mengingat hamba-Nya jika ia mengingat-Nya. Namun kita tidak mengetahui bagaimana cara Dia mengingatnya, meskipun banyak pendapat yang dikemukakan tentang hal ini. Sebab itu termasuk alam ghaib yang bukan wilayah kita. @Sabar dan sholat 2: 153 [2.153] Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÇÓúÊóÚöíäõæÇ ÈúÇáÕøóÈúÑö æóÇáÕøóáÇÉö Åöäøó Çááøóåó ãóÚó ÇáÕøóÇÈöÑöíäó (153) [2.154] Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya æóáÇó ÊóÞõæáõæÇ áöãúä íõÞúÊóáõ Ýöí ÓóÈöíáö Çááøóåö ÃóãúæóÇÊñ Èóáú ÃóÍúíóÇÁñ æóáóßöä áÇøó ÊóÔúÚõÑõæäó (154) @Allah menguji kita 2: 155 – 157 [2.155] Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar æóáóäóÈúáõæóäøóßõã ÈöÔóíúÁò ãøöäó ÇáÎóæúÝö æóÇáúÌõæÚö æóäóÞúÕò ãøöäó ÇáÃóãúæóÇáö æóÇáÃóäÝõÓö æóÇáËøóãóÑóÇÊö æóÈóÔøöÑö ÇáÕøóÇÈöÑöíäó (155) [2.156] (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" ÇáøóÐöíäó ÅöÐóÇ ÃóÕóÇÈóÊúåõã ãøõÕöíÈóÉñ ÞóÇáõæÇ ÅöäøóÇ áöáøóåö æóÅöäøóÇ Åöáóíúåö ÑóÇÌöÚõæäó (156) [2.157] Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ÃõæúáóÆößó Úóáóíúåöãú ÕóáóæóÇÊñ ãøöä ÑøóÈøöåöãú æóÑóÍúãóÉñ æóÃõæúáóÆößó åõãõ ÇáãõåúÊóÏõæäó (157) : ÕóáóæóÇÊñ ãøöä ÑøóÈøöåöãúpengampunan diriwayatkan dari Ummu Salamah RA, isteri Nabi SAW berkata: “Aku mendengar Rasululloh SAW bersabda: “Tidak ada satu hamba pun yang tertimpa musibah kemudian ia mengucap: inna> lilla>hi wa inna> ilaihi ra>ji’u>n. Alla>humma’jurniy – atau dalam riwayat lain: Alla>humma ‘indaka ah}tasibu mus}i>bati> fa’jurni> fi>ha> – wa akhlif lii khayran minha>, kecuali Allah akan memberinya pahala dalam musibahnya itu dan diganti dengan yang lebih baik darinya.” Lalu ketika Abu Salamah (suami pertama Ummu Salamah) wafat aku berkata: “Siapakah yang lebih baik dari Abu Salamah, Sahabat RasulullohSAW ?” Ummu Salamah berkata: “Kemudian Allah memberikan kepadaku keteguhan maka aku mengucapkan kalimat di atas.” Ia berkata: “Lalu aku pun dinikahi oleh Rasululloh SAW Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim Musibah yaitu segala sesuatu yang buruk dan yang menyakitkan yang menimpa manusia baik pada dirinya, keluarganya, maupun hartanya, meskipun hanya duri yang menusuknya atau kesedihan yang membuat ia gundah gulana. Jika seseorang ditimpa salah satu dari musibah tersebut maka hendaknya ia kembali kepada apa yang telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan sunnah Nabi yaitu istirjaa’ (membaca innaa lillaahi….dst) sebab jika ia melakukan hal itu maka ia akan diberi pahala oleh Allah Yang Maha Mulia dan akan diganti dengan sesuatu yang lebih baik. Ditambah lagi apa yang bakal ia terima berupa kesejahteraan dari Allah dan rahmat-Nya. @Hajji ke Baitulloh 2: 158 [2.158] Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui Åöäøó ÇáÕøóÝóÇ æóÇáúãóÑúæóÉó ãöä ÔóÚóÇÆöÑö Çááøóåö Ýóãóäú ÍóÌøó ÇáÈóíúÊó Ãóæö ÇÚúÊóãóÑó ÝóáÇó ÌõäóÇÍó Úóáóíúåö Ãóä íóØøóæøóÝó ÈöåöãóÇ æóãóä ÊóØóæøóÚó ÎóíúÑÇð ÝóÅöäøó Çááøóåó ÔóÇßöÑñ Úóáöíãñ (158) : ÇáÕøóÝóÇ æóÇáúãóÑúæóÉóDua tempat yang terkenal di kota Haram. Shofa dalam bahasa arab berarti batu karang yang halus, sedangkan marwah berarti kerikil kecil. : ãöä ÔóÚóÇÆöÑö ÇááøóåöDari tempat-tempat yang disyari’atkannya haji, ibadah-ibadahnya dan kewajibannya : ÝóáÇó ÌõäóÇÍóTidaklah dosa : æóãóä ÊóØóæøóÚóMenambah dari yang diwajibkan atasnya. Diriwayatkan dari ‘Urwah bin Az-Zubair RA bahwasanya ia berkata: “Aku berkata kepada ‘Aisyah RA, isteri Nabi SAW sedangkan aku ketika itu amsih berusia sangat muda: “Bagaimana menurut anda tentang firman Allah: “Sesungguhnya Shofa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar (lambang agama) Allah….” (Q.S Al-Baqoroh: 158)? Sebab menurutku (makna ayat itu adalah) tidak apa-apa bagi seseorang untuk tidak sa’iy pada keduanya.” ‘Aa-isyah berkata: “Sekali-kali bukanlah demikian. Sebab seandainya itu seperti yang engkau katakana maka tidaklah berdosa seseorang yang tidak sa’iy pada keduanya. Ayat itu turun berkenaan dengan orang-orang Anshoor bahwa dahulu (pada zaman jahiliah) mereka sering mengelilingi patung Mana>t yang di dekat Qudaid dan mereka merasa berat untuk sa’iy antara Shofa dan Marwah (sebab di sana terdapat berhala-hala). Lalu ketika datang Islam mereka bertanya kepada Rasululloh SAW tentang hal itu maka Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menurunkan: Åöäøó ÇáÕøóÝóÇ æóÇáúãóÑúæóÉó ãöä ÔóÚóÇÆöÑö Çááøóåö Ýóãóäú ÍóÌøó ÇáÈóíúÊó Ãóæö ÇÚúÊóãóÑó ÝóáÇó ÌõäóÇÍó Úóáóíúåö Ãóä íóØøóæøóÝó ÈöåöãóÇ .... Artinya: “Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya….” (Q.S Al-Baqoroh: 158) Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab Hajji dan Tafsir, Muslim dalam bab Hajji, Abu Daawuud, At-Turmudziy dan An-Nasaa-iy keduanya dalam bab Tafsir. Dan diriwayatkan dari Anas RA bahwasanya ia ditanya: “Apakah kalian dahulu tidak menyukai untuk melakukan sa’iy antara Shofa dan Marwah.” Anas berkata: “Ya. Sebab keduanya dahulu termasuk lambang kejahiliahan (sebab di dua bukit itu diletakkan dua berhala). Sehingga Allah Yang Maha Luhur menurunkan ayat: “Sesungguhnya Shofa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar-syi’ar Allah….” Dalam riwayat lain: “Kami memandang bahwa hal itu termasuk sifat jahiliah, lalu ketika datang Islam kami menahan diri dari (bersa’iy pada) keduanya. Kemudian Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menurunkan ayat: “Sesungguhnya Shofa dan Marwah…..” dalam riwayat lain: “Adalah dahulu orang-orang Anshoor tidak suka untuk sa’iy antara Shofa dan Marwah sehingga turun ayat: “Sesungguhnya Shofa dan Marwah….” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab Hajji dan dalam bab Tafsir, Muslim dalam bab Hajji, dan At-Turmudziy. Dua hadits diatas merupakan anjuran menjauhi syi’ar-syi’ar jahiliah dan menjauhi perbuatan-perbuatan serta upacara-upacara mereka sebab itu semua dari wahyu setan. Maka marilah kita bandingkan antara para Sahabat Rasululloh SAW dan antara kaum muslim zaman kita ini yang mana mereka – kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Allah – mengikuti orang-orang kafir mulai dari hal yang besar sampai hal yang sepele, meskipun dalam keluarnya mereka dari sifat kemanusiaan dan mendekatnya mereka kepada sifat kebinatangan. Dan diriwayatkan dari Jaabir bin Abdillah RA bahwasanya Rasululloh SAW selesai dari thowaf beliau di Baitulloh kembali ke rukun (hajar aswad) kemudian keluar melalui pintu Shofa sedang beliau berucap: “Sesungguhnya Shofa dan Marwah termasuk sebagian dari syi’ar-syi’ar Allah” kemudian beliau bersabda: “Mulailah dengan yang di mulai oleh Allah” (yakni sa’iy di mulai dari Shofa, sebab Allah menyebutnya lebih dahulu dalam ayat tersebut) Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dalam bab Hajji. Dalam hadits itu terdapat kesyari’atan pembacaan ayat tersebut ketika hendak memulia s’iy dan kemudian hendaklah diucapkan: ibada' bima> bad'a Alloa>hu bih (mulailah dengan apa yang dimulai oleh Allah). @Penyembunyian terhadap ayat-ayat Allah 2: 159 – 163 [2.159] Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati Åöäøó ÇáøóÐöíäó íóßúÊõãõæäó ãóÇ ÃóäÒóáúäóÇ ãöäó ÇáÈóíøöäóÇÊö æóÇáúåõÏóì ãöäú ÈóÚúÏö ãóÇ ÈóíøóäøóÇåõ áöáäøóÇÓö Ýöí ÇáßöÊóÇÈö ÃõæúáóÆößó íóáúÚóäõåõãõ Çááøóåõ æóíóáúÚóäõåõãõ ÇááÇøóÚöäõæäó (159) [2.160] kecuali mereka yang telah tobat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang ÅöáÇøó ÇáóÐíöäó ÊóÇÈõæÇ æóÃóÕúáóÍõæÇ æóÈóíøóäõæÇ ÝóÃõæúáóÆößó ÃóÊõæÈõ Úóáóíúåöãú æóÃóäóÇ ÇáÊøõæøóÇÈõ ÇáÜÑøóÍöíã (160) : æóÈóíøóäõæÇ(menjelaskan kepada mereka)Hal-hal yang datang dari Allah kepada mereka, dan mereka tidak menyembunyikannya. Diriwayatkan dari Abu Huroiroh RA. ia berkata: “Sesungguhnya orang-orang berkata: “Abu Huroiroh banyak meriwayatkan hadits .” seandainya tidak karena dua ayat dari Al-Qur’an maka aku tidak akan menyampaikan satu hadits pun kemudian ia membaca ayat 159 – 160 di atas. Sesungguhnya sahabat kami dari kalangan Muhajirin, mereka disibukkan oleh perdagangan mereka di pasar, sedangkan saudara kita dari kalangan Anshor disibukkan dengan mengurusi harta mereka. Dan sesungguhnya Abu Huroiroh menemani Rasululloh, ia menghadiri apa yang tidak mereka hadiri dan ia menghafal apa yang mereka tidak menghafalnya. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab ilmu, dalam bab perdagangan dan dalam bab pertanian, dan juag oleh Muslim dalam bab keutamaan. Dalam hadits tersebut terdapat penjelasan tetang penghafalan Abu Huroiroh terhadap hadits Nabi, perhatiannya dan kesenangannya pada hadits, kemudian bagaimana ia menyampaikan hadits-hadits tersebut dan menyebarkannya kepada kaum muslimin. Oleh karena itu Asy-Syafi’iy – semoga Allah merahmatinya – berkata: “Abu Huroiroh adalah seorang yang paling menghafal hadits di antara para periwayat hadits pada zamannya, dan tidak didapati di antara para sahabat, seorang pun yang mendekatinya dalam hal penghafalannya dan banyaknya jumlah hadits yang diriwayatkan.” Dalam hadits tersebut juga terdapat kewajiban menyampaikan syari’at dan pencelaan terhadap orang-orang yang menyembunyikan ilmu an pelit akan ilmu, dan bahwasanya mereka dila’nat oleh Allah dan para malaikatnya. Hanya saja ini dalam masalah orang yang menyembunyikan ilmu yang wajib di saat ia ditanya tentangnya dan semacamnya. Karena sebuah hadits: “Barangsiapa yang ditanya tentang sebuah ilmu lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan dikekang dengan tali kekang dari api neraka.” H.R Abu Dawud dan selainnya. [2.161] Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya Åöäøó ÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ æóãóÇÊõæÇ æóåõãú ßõÝøóÇÑñ ÃõæúáóÆößó Úóáóíúåöãú áóÚúäóÉõ Çááøóåö æóÇáúãóáÇÆößóÉö æóÇáäøóÇÓö ÃóÌúãóÚöíäó (161) [2.162] Mereka kekal di dalam laknat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh ÎóÇáöÏöíäó ÝöíåóÇ áÇó íõÎóÝøóÝõ Úóäúåõãõ ÇáÚóÐóÇÈõ æóáÇó åõãú íõäÙóÑõæäó (162) [2.163] Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang æóÅöáóåõßõãú Åöáóåñ æóÇÍöÏñ áÇøó Åöáóåó ÅöáÇøó åõæó ÇáÑøóÍúãóäõ ÇáÑøóÍöíãõ (163) @Tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mengerti 2: 164 [2.164] Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan Åöäøó Ýöí ÎóáúÞö ÇáÓøóãóæóÇÊö æóÇáÃóÑúÖö æóÇÎúÊöáÇÝö Çáóáíúáö æóÇáäøóåóÇÑö æóÇáúÝõáúßö ÇáóÊöí ÊóÌúÑöí Ýöí ÇáÈóÍúÑö ÈöãóÇ íóäÝóÚõ ÇáäøóÇÓó æóãóÇ ÃóäÒóáó Çááøóåõ ãöäó ÇáÓøóãóÇÁö ãöä ãøóÇÁò ÝóÃóÍúíóÇ Èöåö ÇáÃóÑúÖó ÈóÚúÏó ãóæúÊöåóÇ æóÈóËøó ÝöíåóÇ ãöä ßõáøö ÏóÇÈøóÉò æóÊóÕúÑöíÝö ÇáÑøöíóÇÍö æóÇáÓøóÍóÇÈö ÇáãõÓóÎøóÑö Èóíúäó ÇáÓøóãóÇÁö æóÇáÃóÑúÖö áÂíóÇÊò áøöÞóæúãò íóÚúÞöáõæäó (164) : æóÇÎúÊöáÇÝö Çáóáíúáö æóÇáäøóåóÇÑöSilih bergantinya keduanya : æóÇáúÝõáúßöKapal-kapal. Kata al-fulk adalah kata yang sama untuk bentuk jama’ dan mufrodnya, terkadang digunakan sebagai mudzkkar (kata benda maskulin) dan terkadang mu-annats (kata benda feminim). : æóÈóËøómenyebarkan @Tuhan-tuhan batil dan pengikutnya 2: 165 – 167 [2.165] Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal. æóãöäó ÇáäøóÇÓö ãóä íóÊøóÎöÐõ ãöä Ïõæäö Çááøóåö ÃóäÏóÇÏÇð íõÍöÈøõæäóåõãú ßóÍõÈøö Çááøóåö æóÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÃóÔóÏøõ ÍõÈÇøð áøöáøóåö æóáóæú íóÑóì ÇáøóÐöíäó ÙóáóãõæÇ ÅöÐú íóÑóæúäó ÇáÚóÐóÇÈó Ãóäøó ÇáÞõæøóÉó áöáøóåö ÌóãöíÚÇð æóÃóäøó Çááøóåó ÔóÏöíÏõ ÇáÚóÐóÇÈö (165) Dari AbdullohRA ia berkata: “Rasululloh SAW mengatakan suatu kalimat sedangkan saya mengatakan kalimat yang berbeda (namun semakna). Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang meninggal dunia sedangkan ia menyerukan sekutu bagi Allah (yakni syirik) maka ia masuk neraka.” Sedangkan aku berkata: “Barangsiapa yang meninggal dunia sedang ia tidak menyerukan sekutu bagi Allah (yakni tidak men yekutukan Allah) maka ia masuk surga.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab jenazah dan bab tafsir, juga oleh Muslim dalam bab Iman, dan oleh An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo dan selainnya. Apa yang terdapat dalam hadits tersebut telah disepakati oleh seluruh ahli sunnah , tidak ada perbedaan antara mereka. Hal ini berbeda dengan Khowarij dan Mu’tazilah yang berpendapata bahwa orang muslim yang melakukan dosa besar kekal selamanya dalam api neraka. [2.166] (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali ÅöÐú ÊóÈóÑøóÃó ÇáøóÐöíäó ÇÊøõÈöÚõæÇ ãöäó ÇáøóÐöíäó ÇÊøóÈóÚõæÇ æóÑóÃóæõÇ ÇáÚóÐóÇÈó æóÊóÞóØøóÚóÊú Èöåöãõ ÇáÃóÓúÈóÇÈõ (166) : æóÊóÞóØøóÚóÊú Èöåöãõ ÇáÃóÓúÈóÇÈõTali silaturrahmi, hubungan, dan kasih sayang [2.167] Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan ke luar dari api neraka æóÞóÇáó ÇáøóÐöíäó ÇÊøóÈóÚõæÇ áóæú Ãóäøó áóäóÇ ßóÑøóÉð ÝóäóÊóÈóÑøóÃó ãöäúåõãú ßóãóÇ ÊóÈóÑøóÁõæÇ ãöäøóÇ ßóÐóáößó íõÑöíåöãõ Çááøóåõ ÃóÚúãóÇáóåõãú ÍóÓóÑóÇÊò Úóáóíúåöãú æóãóÇ åõã ÈöÎóÇÑöÌöíäó ãöäó ÇáäøóÇÑö (167) : ßóÑøóÉðKesempatan kembali @Hati-hatilah! Setan adalah musuh yang nyata bagi manusia 2: 168 – 169 [2.168] Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáäøóÇÓõ ßõáõæÇ ãöãøóÇ Ýöí ÇáÃóÑúÖö ÍóáÇáÇð ØóíøöÈÇð æóáÇó ÊóÊøóÈöÚõæÇ ÎõØõæóÇÊö ÇáÔøóíúØóÇäö Åöäøóåõ áóßõãú ÚóÏõæøñ ãøõÈöíäñ (168) : ÎõØõæóÇÊö ÇáÔøóíúØóÇäöPekerjaan dan kesalahan-kesalahan setan : ÚóÏõæøñ ãøõÈöíäñTelah jelas permusuhan iblis kepada nabi Adam dan dia telah menampakkannya. [2.169] Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui ÅöäøóãóÇ íóÃúãõÑõßõã ÈöÇáÓøõæÁö æóÇáúÝóÍúÔóÇÁö æóÃóä ÊóÞõæáõæÇ Úóáóì Çááøóåö ãóÇ áÇó ÊóÚúáóãõæäó (169) : ÇáÓøõæÁö dosa : æóÇáúÝóÍúÔóÇÁöHal-hal yang dianggap keji dikala diucapkan dan didengar seperti bermaksiat kepada Allah dan berzina. Sebagian mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata as-suu’ disini adalah maksiat kepada Allah, sedangkan al-fachsyaa’ adalah zina. Diriwayatkan dari ‘Iyaadh bin Chima>r RA bahwasanya Rasululloh bersabda pada suatu hari dalam khutbah beliau: “Ketahuilah bahwa Tuhanku memerintahkanku untuk mengajarkan kepada kalian apa yang kalian belum ketahui dari apa yang Dia ajarkan kepadaku pada hariku ini: “Sesungguhnya setiap harta yang aku berikan kepada para hambaku maka itu halal bagi mereka, dan sesungguhnya aku mencipatkan para hambaku seluruhnya dalam keadaan lurus (suci / bersih), dan bahwasanya mereka didatangi oleh setan-setan maka para setan itu menggeser mereka dari agama mereka dan para setan itu mengharamkan atas mereka apa yang aku halalkan, dan para setan itu menyuruh mereka untuk menyekutukanku, yang mana syirik itu adalah sesuatu yang Aku tidak menurunkan untuknya satu dalil pun….” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan Muslim dalam penyebutan tentang surge dan neraka. Hadits tersebut sesuai dengan ayat yang mulia yang tesebut diatas yang mana dalam ayat itu Allah menyatakan bahwa Dia menghalalkan segala apa yang ada di bumi bagi hambanya, yaitu segala yang thoyyib (baik) yakni tidak membahayakan bagi badan juga bagi akal. Akan tetapi kemudian para setan datang kepada mereka dan mengahramkan yang halal serta menghalalkan yang haram, serta merusak akidah (keyakinan) mereka dan menyesatkan mereka dari fitrah (kesucian Islam yang mereka bawa sejak lahir). Para setan itu menyuruh mereka untuk menyekutukan Allah dan menyembah selain Allah. Oleh karena itu Allah Yang Maha Luhur berfirman: “Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan” yakni janganlah kalian ikuti jejak-jejaknya sebab ia adalah musuh kalian yang jelas permusuhannya, maka ia tidak akan memerintah kalian kecuali dengan seagal sesuatu yang akan membuat kalian sengsara dan sedih di dunia dan di akhirat, dan ia juga membawa kalian kepada kelakuan yang keji dan kepada segala maksiat yang besar dan buruk. Sebagaimana mereka ia menyuruh kalian untuk mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah Yang Maha Luhur dari bah}i>roh dan sa>'ibah, dan yang lainnya (dari perbuatan jahiliah)….. @Kesia-siaan mengikuti tradisi yag tak berdasar yag mana mana mereka lebih mengikutinya ketimbang mengikuti pesan dan peringatan yang dikirim oleh Allah melalui Nabi-Nya 2: 170 [2.170] Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?" æóÅöÐóÇ Þöíáó áóåõãõ ÇÊøóÈöÚõæÇ ãóÇ ÃóäÒóáó Çááøóåõ ÞóÇáõæÇ Èóáú äóÊøóÈöÚõ ãóÇ ÃóáúÝóíúäóÇ Úóáóíúåö ÂÈóÇÁóäóÇ Ãóæó áóæú ßóÇäó ÂÈóÇÄõåõãú áÇó íóÚúÞöáõæäó ÔóíúÆÇð æóáÇó íóåúÊóÏõæäó (170) @Perumpaan bagi orag-orang kafir 2: 171 [2.171] Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti æóãóËóáõ ÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ ßóãóËóáö ÇáøóÐöí íóäúÚöÞõ ÈöãóÇ áÇó íóÓúãóÚõ ÅöáÇøó ÏõÚóÇÁð æóäöÏóÇÁð Õõãøñ Èõßúãñ Úõãúíñ Ýóåõãú áÇó íóÚúÞöáõæäó (171) : íóäúÚöÞõ ÈöãóÇ áÇó íóÓúãóÚõBerteriak kepada orang yang tidak mengerti, seperti hewan ternak, engkau panggil lalu ia tidak mengerti apa yang ia dengarkan itu (dari pada suaramu). Diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur merdihoinya – ia berkata: Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan ia tidak menerima kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang mu’min sebagaimana Dia memerintahkan para rasul, Dia berfirman: “Wahai para rasul, makanlah daripada yang baik-baik dan beramal yang salih, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui dengan apa yang kalian kerjakan.” [Q.S Al-Mu’minuun: 51] dan Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman makanlah oleh kalian daripada yang baik-baik dari apa yang Kami rezqikan kepada kalian…” kemudian beliau menyebut tentang seseorang yang melakukan perjalanan jauh, dalam keadaan kusut, legi kotor ia menengadahkan kedua tangannya ke langit, (ia berkata:) Wahai Tuhanku, Wahai Tuhanku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dari harta yang haram, maka bagaimanakah dapat diterima doanya itu.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dalam bab zakat, juga oleh At-Turmudziy dalam bab tafsir, dan oleh Ad-Daarimiy. Dalam ayat yang mulia tersebut dari Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung mengungkit segala pemberian-Nya berupa rezqi yang baik-baik atas hambanya, dan Dia menunjukkan agar mereka memakan dari sesuatu yang baik itu dan agar mereka bersyukur kepada-Nya atas apa yang sudah Dia karuniakan kepada mereka. Adapun hadits tersebut menunjukkan bahwa Allah Maha Baik dzat-Nya, sifat-Nya dan af’al (perbuatan-perbuatan)-Nya, dan bahwasanya Dia tidak menerima dari hambanya kecuali yang halal dan baik, dan bahwsanya Dia memerintahkan kepada orang-orang mu’min sebagaimana Dia memerintahkan para rasul dalam hal tersebut. Dalam hadits tersebut juga bahwa seorang yang hidup dari barang yang haram baik makan dan minumnya, maka tidak diterima doanya, meskipun ia menghinakan diri, merendahkan diri dan merengek kepada-Nya, dan melakukan perjalanan yang panjang baik untuk hajji atau pun berjihad. Sebab dia telah menyia-nyiakan dasar dalam hal ini yaitu penghidupan yang baik (yang halal). @Makanan yang diharamkan bagi orang-orang muslim 2: 172 – 173 [2.172] Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ßõáõæÇ ãöä ØóíøöÈóÇÊö ãóÇ ÑóÒóÞúäóÇßõãú æóÇÔúßõÑõæÇ áöáøóåö Åöä ßõäÊõãú ÅöíøóÇåõ ÊóÚúÈõÏõæäó (172) [2.173] Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ÅöäøóãóÇ ÍóÑøóãó Úóáóíúßõãõ ÇáãóíúÊóÉó æóÇáÏøóãó æóáóÍúãó ÇáÎöäÒöíÑö æóãóÇ Ãõåöáøó Èöåö áöÛóíúÑö Çááøóåö Ýóãóäö ÇÖúØõÑøó ÛóíúÑó ÈóÇÛò æóáÇó ÚóÇÏò ÝóáÇó ÅöËúãó Úóáóíúåö Åöäøó Çááøóåó ÛóÝõæÑñ ÑøóÍöíãñ (173) Ãõåöáøó Èöåö áöÛóíúÑö Çááøóåö Sesuatu yang disembelih untuk selain Allah dan disembelih dengan menyebut nama selain Allah. ÛóíúÑó ÈóÇÛò Membegal di jalan æóáÇó ÚóÇÏò Berpisah dari jama’ah kaum muslimin. Dan ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. @Penyembunyian kebanaran dari Allah 2: 174 – 176 [2.174] Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih Åöäøó ÇáøóÐöíäó íóßúÊõãõæäó ãóÇ ÃóäÒóáó Çááøóåõ ãöäó ÇáßöÊóÇÈö æóíóÔúÊóÑõæäó Èöåö ËóãóäÇøð ÞóáöíáÇð ÃõæúáóÆößó ãóÇ íóÃúßõáõæäó Ýöí ÈõØõæäöåöãú ÅöáÇøó ÇáäøóÇÑó æóáÇó íõßóáøöãõåõãõ Çááøóåõ íóæúãó ÇáÞöíóÇãóÉö æóáÇó íõÒóßøöíåöãú æóáóåõãú ÚóÐóÇÈñ Ãóáöíãñ (174) [2.175] Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka! ÃõæúáóÆößó ÇáøóÐöíäó ÇÔúÊóÑóæõÇ ÇáÖøóáÇáóÉó ÈöÇáåõÏóì æóÇáúÚóÐóÇÈó ÈöÇáúãóÛúÝöÑóÉö ÝóãóÇ ÃóÕúÈóÑóåõãú Úóáóì ÇáäøóÇÑö (175) ÝóãóÇ ÃóÕúÈóÑóåõãú Úóáóì ÇáäøóÇÑö Alangkah beraninya mereka melakukan hal yang mana itu dapat mendekatkan mereka kepada neraka. Dan dalam masalah ini juga terjadi perbedaan pendapat dalam taafsirnya. [2.176] Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh Ðóáößó ÈöÃóäøó Çááøóåó äóÒøóáó ÇáßöÊóÇÈó ÈöÇáúÍóÞøö æóÅöäøó ÇáøóÐöíäó ÇÎúÊóáóÝõæÇ Ýöí ÇáßöÊóÇÈö áóÝöí ÔöÞóÇÞò ÈóÚöíÏò (176) @Ciri-ciri orang muslim dan orang-orang yang ingin memeriksa (ciri-ciri tersebut pada) orang muslim 2: 177 [2.177] Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa áóíúÓó ÇáÈöÑøó Ãóä ÊõæóáøõæÇ æõÌõæåóßõãú ÞöÈóáó ÇáãóÔúÑöÞö æóÇáúãóÛúÑöÈö æóáóßöäøó ÇáÈöÑøó ãóäú Âãóäó ÈöÇááøóåö æóÇáúíóæúãö ÇáÂÎöÑö æóÇáúãóáÇÆößóÉö æóÇáúßöÊóÇÈö æóÇáäøóÈöíøöíäó æóÂÊóì ÇáãóÇáó Úóáóì ÍõÈøöåö Ðóæöí ÇáÞõÑúÈóì æóÇáúíóÊóÇãóì æóÇáúãóÓóÇßöíäó æóÇÈúäó ÇáÓøóÈöíáö æóÇáÓøóÇÆöáöíäó æóÝöí ÇáÑøöÞóÇÈö æóÃóÞóÇãó ÇáÕøóáÇÉó æóÂÊóì ÇáÒøóßóÇÉó æóÇáúãõæÝõæäó ÈöÚóåúÏöåöãú ÅöÐóÇ ÚóÇåóÏõæÇ æóÇáÕøóÇÈöÑöíäó Ýöí ÇáÈóÃúÓóÇÁö æóÇáÖøóÑøóÇÁö æóÍöíäó ÇáÈóÃúÓö ÃõæúáóÆößó ÇáøóÐöíäó ÕóÏóÞõæÇ æóÃõæúáóÆößó åõãõ ÇáãõÊøóÞõæäó (177) æóÇÈúäó ÇáÓøóÈöíáö Tamu dan orang yang lewat (kehabisan bekaal di jalan) æóÝöí ÇáÑøöÞóÇÈö Budak mukatab yakni budak yang berusaha untuk membebaskan diri mereka dari perbudakan (dengan cara mencicil sejumlah harta tertentu kepada majikanya untuk menebus dirinya) ÇáÈóÃúÓóÇÁö Orang-orang fakir æóÇáÖøóÑøóÇÁö penyakit æóÍöíäó ÇáÈóÃúÓö Ketika peperangan @Qishoosh (hukuman setimpal) 2: 178 – 179 [2.178] Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ßõÊöÈó Úóáóíúßõãõ ÇáÞöÕóÇÕõ Ýöí ÇáÞóÊúáóì ÇáÍõÑøõ ÈöÇáúÍõÑøö æóÇáúÚóÈúÏõ ÈöÇáúÚóÈúÏö æóÇáÃõäËóì ÈöÇáÃõäËóì Ýóãóäú ÚõÝöíó áóåõ ãöäú ÃóÎöíåö ÔóíúÁñ ÝóÇÊøöÈóÇÚñ ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö æóÃóÏóÇÁñ Åöáóíúåö ÈöÅöÍúÓóÇäò Ðóáößó ÊóÎúÝöíÝñ ãøöä ÑøóÈøößõãú æóÑóÍúãóÉñ Ýóãóäö ÇÚúÊóÏóì ÈóÚúÏó Ðóáößó Ýóáóåõ ÚóÐóÇÈñ Ãóáöíãñ (178) ÇáÞöÕóÇÕõ Pembalasan terhadap perkataan dan perbuatan (dengan yang setimpal) ÚõÝöíó áóåõ ãöäú ÃóÎöíåö Ditinggalkan. Sebagian mengatakan: bahwa yang dimaksud memaafkan di sini adalah bahwa keluarga korban menerima pembayaran dendaa (dari si pelaku) dan meninggalkan tuntutan qishoosh-nya (untuk menghukum mati si pelaku tersebut) æóÃóÏóÇÁñ Ganti rugi Ýóãóäö ÇÚúÊóÏóì (maka siapa yang melampaui batas) yakni seorang wali dari pihak si terbunuh (yakni keluarga korban) membunuh (menuntut hukuman mati bagi) si pembunuh setelah ia mengambil denda darinya (yakni dari si pembunuh) Ýóáóåõ ÚóÐóÇÈñ Ãóáöíãñ Sebagian mengatakan: (yang dimaksud dengan siksa yang pedih) adalah hukuman mati – lain tidak – atas keluarga korban yang menerima denda lalu ia membunuh si pembunuh keluarganya itu setelah menerima denda tersebut. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Adalah dahulu qishosh (hukuman setimpal) itu berlaku pada bani Israil, dan tidak ada diyat (pembayaran denda sebagai ganti hukuman qishosh) pada mereka. Maka Allah Yang Maha Berkah lagi Maha Luhur berfirman kepada ummat ini: “Telah diwajibkan atas kalian qishosh dalam pembunuhan, orang merdeka dengan orang merdeka…” hingga firman-Nya yaitu: Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik….” Maka yang dimaksud memaafkan adalah (keluarga korban) menerima pembayaran diyat (denda dari si pelaku) dalam kasus pembunuhan yang disengaja, sedangkan yang dimaksud ‘mengikuti dengan cara yang baik’ adalah hendaknya engkau memperlakukan (atau menagih denda tersebut dari) si pelaku dengan baik dan hendaknya si pelaku membayar denda itu dengan cara yang baik pula. Maka Allah meringankannya dari ummat ini. Itu merupakan suatu keringanan dari Tuhan kalian dan rahmat (kasih sayang) jika dibandingkan dari apa yang telah Dia tetapkan untuk ummat yang sebelum kalian. Maka barang siapa yang melampaui batas setalah (pembayaran diyat) itu maka baginya azab yang pedih. Yakni jika si keluarga korban membunuh si pelaku setelah si pelaku membayar diyatnya. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir dan bab diyat dan An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Mujtabaa dan dalam Al-Kubroo, dan Ibnu Chibbaan dalam sahihnya, juga oleh Al-Bayhaqiy dan yang selain mereka. Dalam ayat mulia tersebut terdapat dalil tentang masalah kemaafan dalam kasus pembunuhan dan pengambilan diyat (dari si pembunuh untuk keluarga korban), dan bahwasanya itu termasuk keringanan yang Allah berikan kepada ummat ini dan bentuk kasih sayang Allah. Yang mana pada tradisi Yahudi terdapat qishosh namun tanpa ada kesempatan memaafkan, sedangkan dalam tradisi hukum Nashraniy adalah memaafkan tanpa pembayaran diyat, maka Allah mengumpulkan untuk ummat ini ketiga macam jenis tindakan tersebut (yakni qishosh, atau memaafkan dan mengambul diyat) Dan diriwayatkan dari Anas (bin An-Nadhr) – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Ar-Rubayyi’, bibinya, mematahkan gigi depan dai seorang hamba sahaya perempuan, maka mereka (keluarga Ar-Rubayyi’) meminta maaf kepada si hamba sahaya perempuan itu namun hamba sahaya itu menolak, dan mereka menawarkan pembayaran denda namun ia tetap menolak, maka mereka datang kepada Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dan ternyata hamba sahaya itu tidak menghendaki kecuali hukuman qishosh. Lalu Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – pun memerintahkan untuk dilakukan hukuman qishosh, maka Anas bin Nadhr berkata: “Ya Rasululloh, apakah gigi depan Ar-Rubayyi’ akan dipatahkan? Tidak, demi Allah Yang telah mengutus anda dengan kebenaran, tidak akan dipatahkan giginya.” Maka Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Wahai Anas ketetapan Allah (dalam masalah ini) adalah qishosh.” Maka kaum (keluarga hamba sahaya permpuan itu) merelakan dan mereka memaafkan. Lalu Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Sesungguhnya di antara para hamba Allah ada orang-orang yang seandainya ia bersumpah atas (nama) Allah, maka Allah akan melaksanakan sumpahnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab tafsir, dan dalam bab jihad, dan juga oleh Muslim dalam bab Al-Qosaamah, dan juga oleh Abu Dawwud dan An-Nasaa-iy dalam bab Al-Qosaamah, juga oleh Ibnu Maajah. Dalam hadits tersebut terdapat dalil wajibnya qishosh dalam pelukaan anggota badan, dan hal ini sesuai dengan firman Allah Yang Maha Luhur: “gigi dibalas gigi dan pada luka itu ada qishoshnya” (Q.S Al-Maa-idah: 45) dan dalam hadits itu terdapat petunjuk tentang karomah para wali. Sebab Anas bin An-Nadhr ketika ia bersupah bahwa gigi Ar-Rubayyi’ tidak akan dipatahkan maka Allah mengabulkan sumpahnya dan tidak menjadikannya sumpahnya itu batal. Dan masalah sumpahnya yang ia arahkan untuk membatalkan qishosh itu dijelskan oleh An-Nawawiy dalam syarah Muslim. Maka silakan merujuknya. [2.179] Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa æóáóßõãú Ýöí ÇáÞöÕóÇÕö ÍóíóÇÉñ íóÇ Ãõæúáöí ÇáÃóáúÈóÇÈö áóÚóáøóßõãú ÊóÊøóÞõæäó (179) Ýöí ÇáÞöÕóÇÕö ÍóíóÇÉñ Yakni pencegahan terhadap orang bodoh, ia tidak akan membunuh karena takut dengan hukuman qishoosh ÇáÃóáúÈóÇÈö Yang berakal @Membuat wasiat untuk keluarga sebelum datang kematian 2: 180 – 182 [2.180] Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa ßõÊöÈó Úóáóíúßõãú ÅöÐóÇ ÍóÖóÑó ÃóÍóÏóßõãõ ÇáãóæúÊõ Åöä ÊóÑóßó ÎóíúÑÇð ÇáæóÕöíøóÉõ áöáúæóÇáöÏóíúäö æóÇáÃóÞúÑóÈöíäó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö ÍóÞÇøð Úóáóì ÇáãõÊøóÞöíäó (180) Åöä ÊóÑóßó ÎóíúÑÇð Harta. Sebagaian ulama berpendapat tentang al-khoir (kebaikan / harta) yang dimaksud adalah antara 700 dirham hingga 1000 dirham ( sebagai gambaran bahwa 20 dirham adalah harga seekor kambing kurban). Sebagian lain mengatakan bahwa harta yang sedikit sekalipun atau yang banyak dapat disebut sebagai khoir. Dan dalam masalah ini terjadi perbedaan antara para ulama. Diriwayatkan dari ‘Amr bin Khoorijah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Saya mendengar Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – berkhutbah sedang beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memberi hak dari setiap orang yang memiliki hak, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo, Ibnu Maajah, Al-Bayhaqiy dengan sanad yang sahih, dan hadits ini memiliki beberapa hadits pendukung yang sahih, bahkan Asy-Syafi’iy mengatakan di Al-Umm sesungguhnya hadits ini mutawatir, diriwayatkan oleh banyak orang dari banyak orang, dan disebutkan oleh banyak orang bahwa telah disepakati oleh para ulama tentang isinya yakni bahwa tidak ada wasiat bagi hali waris. Ayat yang mulia tersebut di-nasakh oleh hadits ini dan oleh ayat warisan, setelah sebelumnya wasiat bagi kedua orang tua dan kerabat hukumnya adalah wajib.memang masih tersisa atau berlaku hukum wasiat bagi kerabat yang bukan ahli waris, dengan kesepakatan para ulama. [2.181] Maka barang siapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui Ýóãóä ÈóÏøóáóåõ ÈóÚúÏóãóÇ ÓóãöÚóåõ ÝóÅöäøóãóÇ ÅöËúãõåõ Úóáóì ÇáøóÐöíäó íõÈóÏøöáõæäóåõ Åöäøó Çááøóåó ÓóãöíÚñ Úóáöíãñ (181) [2.182] (Akan tetapi) barang siapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang Ýóãóäú ÎóÇÝó ãöä ãøõæÕò ÌóäóÝÇð Ãóæú ÅöËúãÇð ÝóÃóÕúáóÍó Èóíúäóåõãú ÝóáÇó ÅöËúãó Úóáóíúåö Åöäøó Çááøóåó ÛóÝõæÑñ ÑøóÍöíãñ (182) ãöä ãøõæÕò Orang yang sekarat yang berwasiat ÌóäóÝÇð Kezaliman atau sesuatu yang menyimpang dari kebenaran, itulah asal maknanya dalam perkataan orang-orang Arab. Sebagian mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata al-janaf di sini adalah semakna dengan kata al-khotho’ (kesalahan) Ãóæú ÅöËúãÇð Makna kata al-itsm di sini pemberontakan (pergolakan) satu atas yang lainnya. Sebagian mengatakan bahwa maknanya adalah “kesengajaan”. Dan dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat. ÝóÃóÕúáóÍó Orang yang berwasiat diperintahkan untuk adil dan mengembalikan wasiat kepada (atau menurut) cara yang benar (dalam syari’at). @Puasa Romadhoon adalah kewajiban bagi orang-orang muslim 2: 183 – 187 [2.183] Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ßõÊöÈó Úóáóíúßõãõ ÇáÕøöíóÇãõ ßóãóÇ ßõÊöÈó Úóáóì ÇáøóÐöíäó ãöä ÞóÈúáößõãú áóÚóáøóßõãú ÊóÊøóÞõæäó (183) ßõÊöÈó Úóáóíúßõãõ ÇáÕøöíóÇãõ Makna shiyaam (puasa) adalah menahan dari segala sesutau yang diperintahkan kepada orang yang berpuasa agar menahan diri darinya seperti berupa, makan, dan sebagainya. (kata shiyaam berasal dari shooma-yashuumu) Dikatakan shomat al-khoil (kuda itu menahan / ditahan) jika ia dicegah dari berjalan. Diriwayatkan dari ‘Aa-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Adalah dahulu hari ‘Asyuro merupakan hari yang dipuasai oleh orang-orang Quraisy pada masa jahiliah. Dan adalah Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – mempuasainya. Lalu ketika beliau tiba di Madinah beliau mempuasainya dan menyuruh orang-orang untuk berpuasa pada hari itu. Lalu turunlah perintah bahwa berpuasa Romadhon adalah sebuah kewajiban. Maka (setelah itu) barangsiapa yang mau hendaknya ia berpuasa hari ‘Asyuro dan siapa yang mau boleh meninggalkannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam tafsir, Muslim dalam bab puasa, dan An-Nasaa-iy dalam Al-Kubroo, dan diriwayatkan pula dari Ibnu Umar semacam hadits di atas yang diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dan yang lainnya. Orang-orang muslim (yakni para ulamanya) bersepakat bahwa puasa wajib adalah puasa Romadhon dan bahwasanya puasa ‘Asyuro telah dinasakh kefardhuannya dan tersisa kesunnahannya. Dan dalam hadits tersebut juga ayat tersebut terdapat keterangan bahwa puasa telah diwajibkan atas generasi terdahulu akan tetapi atas mereka itu merupakan sesuatu yang berat. Adapun untuk ummat ini maka puasa merupakan penolong untuk menuju ketaqwaan dan benteng bagi mereka dari kemaksiatan dan dari api neraka. [2.184] (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui ÃóíøóÇãÇð ãøóÚúÏõæÏóÇÊò Ýóãóä ßóÇäó ãöäßõã ãøóÑöíÖÇð Ãóæú Úóáóì ÓóÝóÑò ÝóÚöÏøóÉñ ãøöäú ÃóíøóÇãò ÃõÎóÑó æóÚóáóì ÇáøóÐöíäó íõØöíÞõæäóåõ ÝöÏúíóÉñ ØóÚóÇãõ ãöÓúßöíäò Ýóãóä ÊóØóæøóÚó ÎóíúÑÇð Ýóåõæó ÎóíúÑñ áøóåõ æóÃóä ÊóÕõæãõæÇ ÎóíúÑñ áøóßõãú Åöä ßõäÊõãú ÊóÚúáóãõæäó (184) ÃóíøóÇãÇð ãøóÚúÏõæÏóÇÊò Sebagian mengatakan bahwa yang dimaksud itua adalah: Hari-hari pada bulan Romadhoon, dan sebagian lain mengatakan bahwa itu adalah tiga hari dari setiap bulan hijriah yang diperintahkan untuk dipuasai sebelum datang perintah puasa di bulan Romadhoon. ÝóÚöÏøóÉñ ãøöäú ÃóíøóÇãò ÃõÎóÑó Di hari-hari selain hari-hari bulan Romadhoon dan ia berpuasa sebanyak hari yang tidak dia tidak berpuasa. ÝöÏúíóÉñ ØóÚóÇãõ Memberi makan orang miskin setiap hari sebanyak hari yang ia tidak berpuasa, bersama itu ia juga harus berpuasa untuk mengganti hari yag ia tinggalkan. Diriwayatkan dari Salamah bin Al-Akwa’ – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – berkata: “Ketika turun ayat: “…dan bagi orang yang tidak mampu maka ia membayar fidayah yaitu memberi makan fakir miskin…” maka sebagian orang yang berkehendak untuk memberi makan atau memberi fidyah mereka melakukannya (dan mereka tidak berpuasa dan siapa yang ingin maka mereka berpuasa) hingga turun ayat berikut ini (yakni ayat 185) dan menasakh hukum ayat ini. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhooriy dalam bab tafsir, Muslim, At-Turmudziy, Abu Daawuud, An-Nasaa-iy dalam Al-Mujtaba semuanya dalam bab puasa, dan ia juga meriwayatkan hadits ini dalam Al-Kubroo juga, dan juga oleh Al-Bayhaqiy. Hadits tersebut jelas bahwasanya ayat ini telah dinasakh, dan itu menurut pendapat seluruh para ulama. yang mana puasa pada awalnya diwajibkan atas pilihan, yakni barangsiapa yang mau maka ia berpuasa dan barangiapa yang mau ia boleh tidak berpuasa dan memberi makan seorang fakir-miskin setiap hari, lalu ketika turun firman-Nya Yang Maha Luhur: “…maka barangsiapa menyaksikan bulan itu hendaklah ia mempuasainya…” maka menjadi wajiblah berpuasa dan terangkatlah pilihan tersebut. @Bulan Romadhon adalah bulan yang mana Allah menurunkan Al-Qur’an yang menjadi petunjuk bagi seluruh manusia di dunia 2: 185 [2.185] (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur ÔóåúÑõ ÑóãóÖóÇäó ÇáøóÐöí ÃõäÒöáó Ýöíåö ÇáÞõÑúÂäõ åõÏðì áøöáäøóÇÓö æóÈóíøöäóÇÊò ãøöäó ÇáåõÏóì æóÇáúÝõÑúÞóÇäö Ýóãóä ÔóåöÏó ãöäßõãõ ÇáÔøóåúÑó ÝóáúíóÕõãúåõ æóãóä ßóÇäó ãóÑöíÖÇð Ãóæú Úóáóì ÓóÝóÑò ÝóÚöÏøóÉñ ãøöäú ÃóíøóÇãò ÃõÎóÑó íõÑöíÏõ Çááøóåõ Èößõãõ ÇáíõÓúÑó æóáÇó íõÑöíÏõ Èößõãõ ÇáÚõÓúÑó æóáöÊõßúãöáõæÇ ÇáÚöÏøóÉó æóáöÊõßóÈøöÑõæÇ Çááøóåó Úóáóì ãóÇ åóÏóÇßõãú æóáóÚóáøóßõãú ÊóÔúßõÑõæäó (185) ÔóåúÑõ ÑóãóÖóÇäó Kata syahr (bulan) terambil dari kata syuhroh (keterkenalan), dikatakan: asyharo asy-syharu (telah masuk bula baru) ketika terbit hilaal (bulan sabit, tanda bulan baru), dan dikatakan pula asyharnaa nachnu jika kita telah masuk bulan baru. Dan dikatakan bahwa dinamakan Romadhoon karena teriknya matahari yang sanbat panas yang biasanya terjadi pada bulan itu. Sebagaimana bulan robii’ul awwal dan robii’ul aakhir keduanya dinamakan robii’ (yang artinya musim semi, karena terjadinya musim semi pada bulan tersebut) Ýóãóä ÔóåöÏó Maknanya: maka barangsiapa di antara kalian menetap dirumahnya. íõÑöíÏõ Çááøóåõ Èößõãõ ÇáíõÓúÑó Keringanan dan kemudahan ÇáÚõÓúÑó Kesusahan dan kesulitan Diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha meridhoinya – dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – beliau bersabda: “Sesungguhnya Agama ini mudah, dan tidak akan ada seorang pun bersikap keras terhadap Agama ini kecuali ia akan dikalahkan…” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab Iman, dan juga oleh An-Nasaa-iy dalamm kitab Al-Kubroo. Dan diriwayatkan dari Abu Musa – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Permudahlah dan jangan dipersulit, berilah kabar gembira dan jangan engkau buat mereka lari, hendaklah kalian saling bersatu dan janganlah kalian berselisih.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab peperangan, bab hukum, dan juga oleh Muslim dalam bab jihad dan lainnya, dan keduanya juga meriwayatkan dari Anas, yaitu: Al-Bukhooriy dalam bab ilmu, dan Muslim dalam bab jihad. Dalam kedua hadits tersebut terdapat dalil bahwa Agama Islam terbangun atas dasar kemudahan, keringanan, meniadakan kesulitan, serta kesempitan dan kekakuan (kekerasan) kecuali dalam kesempatan tertentu. Dan diriwayatkan dari beliau – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Aku diutus dengan agama yang lurus dan toleran.” Yakni syari’at yang mudah. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, di dalam sebuah hadits yang panjang, dan di dalamnya juga terdapat kata-kata: “Sebaik-baik agama kalian adalah yang paling mudah.” Dan sanadnya sahih. Maka Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menginginkan untuk kita kemudahan, keringanan, dan bukan kesulitan atau kekakuan (kekerasan). Oleh karena itu tidak ada seseorang pun yang menjalani jalan kekerasan kecuali kesudahannya adalah rasa jemu dan bosan, dan kembali ke belakang. @Allah menjawab doa atau permohonan 2: 186 [2.186] Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran æóÅöÐóÇ ÓóÃóáóßó ÚöÈóÇÏöí Úóäøöí ÝóÅöäøöí ÞóÑöíÈñ ÃõÌöíÈõ ÏóÚúæóÉó ÇáÏøóÇÚö ÅöÐóÇ ÏóÚóÇäö ÝóáúíóÓúÊóÌöíÈõæÇ áöí æóáúíõÄúãöäõæÇ Èöí áóÚóáøóåõã íóÑúÔõÏõæäó (186) Diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ariy – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Dahulu kami pernah bersama Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dalam sebuah peperangan, maka tidak kami menaiki atau mendaki suatu tempat yang tinggi dan menuruni suatu lembah kecuali kami mengangkat suara kami dengan takbir. Lalu beliau mendekat kepada kami lalu beliau bersabda: “Wahai manusia sayangilah diri kalian (janganlah kalian berteriak-teriak), sebab sesungguhnya kaliam tidak sedang memanggil menyeru Tuhan yang tuli atau tidak ada, hanya saja yang kalian panggil adalah Tuhan Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Dan Yang kalian panggil adalah lebih dekat (pengawasan-Nya) kepada salah seorang kalian dari pada leher tunggangan kalian sendiri.” Dalam riwayat lain: “Sesungguhnya kalian sedang menyeru Tuhan YangMaha Mendengar lagi Maha dekat, sedang Dia (pengawasan-Nya) selalu bersama kalian.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab takdir, bab jihad dan bab doa, juga oleh Muslim dalam bab taubat, dan Abu Daawuud serta yang lainnya. Dalam ayat dan hadits di atas terdapat penjelasan bahwa Allah bersama kita, dekat. Bahkan Dia lebih dekat dengan kita daripada urat leher kita sendiri. Dan para ulama menafsirkan kedekatan ini dengan ilmu-Nya (yakni bukan dekat dengan makna ‘tempat’ sebab itu mustahil bagi Allah). Yang lebih utama adalah membiarkannya dalam makna lahiriahnya namun bersama dengan maniadakan penitisan atau penyerupaan dari Dzat Allah Yang Mulia. Sedangkan kedudukan ketuhanan adalah sesuatu yang amat agung, yang mana tidak dapat dijangkau kedalamannya dan tidak dapat di cerna oleh akal. Sebab tidak ada sesuatu pun yang menyamainya. Dalam ayat tersebut juga terdapat dalil bahwasanya siapa saja yang berdoa kepada Allah meskipun dalam dirinya atau hatinya maka Allah pastilah mendengarnya dan menjawab doanya. Dan ini termasuk perkara yang harus diyakini. @Hubungan suami-isteri selama Romadhoon 2: 187 [2.187] Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa ÃõÍöáøó áóßõãú áóíúáóÉó ÇáÕøöíóÇãö ÇáÑøóÝóËõ Åöáóì äöÓóÇÆößõãú åõäøó áöÈóÇÓñ áøóßõãú æóÃóäúÊõãú áöÈóÇÓñ áøóåõäøó Úóáöãó Çááøóåõ Ãóäøóßõãú ßõäÊõãú ÊóÎúÊóÇäõæäó ÃóäúÝõÓóßõãú ÝóÊóÇÈó Úóáóíúßõãú æóÚóÝóÇ Úóäßõãú ÝóÇáÂäó ÈóÇÔöÑõæåõäøó æóÇÈúÊóÛõæÇ ãóÇ ßóÊóÈó Çááøóåõ áóßõãú æóßõáõæÇ æóÇÔúÑóÈõæÇ ÍóÊøóì íóÊóÈóíøóäó áóßõãõ ÇáÎóíúØõ ÇáÃóÈúíóÖõ ãöäó ÇáÎóíúØö ÇáÃóÓúæóÏö ãöäó ÇáÝóÌúÑö Ëõãøó ÃóÊöãøõæÇ ÇáÕøöíóÇãó Åöáóì Çááøóíúáö æóáÇó ÊõÈóÇÔöÑõæåõäøó æóÃóäúÊõãú ÚóÇßöÝõæäó Ýöí ÇáãóÓóÇÌöÏö Êöáúßó ÍõÏõæÏõ Çááøóåö ÝóáÇó ÊóÞúÑóÈõæåóÇ ßóÐóáößó íõÈóíøöäõ Çááøóåõ ÂíóÇÊöåö áöáäøóÇÓö áóÚóáøóåõãú íóÊøóÞõæäó (187) ÇáÑøóÝóËõ Di sini maknanya adalah kalimat majaz dari kata jima’ (berhubungan suami istri). Sedangkan di tempat selain ini maknanya adalah kata-kata keji. åõäøó áöÈóÇÓñ áøóßõãú Setiap suami istri ibaratnya seperti pakaian bagi pasangannya ketika tidak berpakaian diwaktu tidur. ßõäÊõãú ÊóÎúÊóÇäõæäó Kalian mendapat makan dan minum serta perempuan setelah tidur ÝóÇáÂäó ÈóÇÔöÑõæåõäøó Kalimat majas dari kata berhubungan suami istri. (kata baasyiruu terambil dari kata mubaasyaroh) yang makna asalnya dalam perkataan orang-orang Arab adalah bertemunya (bersentuhannya) kulit laki-laki dengan kulit wanita. æóÇÈúÊóÛõæÇ Carilah dan tujulah ãóÇ ßóÊóÈó Çááøóåõ áóßõãú (apa-apa yang) Allah halalkan dan perintahkan padamu ÇáÎóíúØõ ÇáÃóÈúíóÖõ ãöäó ÇáÎóíúØö ÇáÃóÓúæóÏö Cahaya siang hari dengan terbitnya fajar dari hitamnya malam dan kegelapannya ÃóÊöãøõæÇ sempurnakanlah ÚóÇßöÝõæäó (Beri’tikaf berasal dari kata ‘ukuuf) pada dasarnya kata ‘ukuuf menetap dan menahan diri pada sesuatu. ÍõÏõæÏõ Çááøóåö Syarat-syarat-Nya yang telah dibedakan, dibatasi, dan diberitahukan pada para hamba-Nya. Diriwayatkan dari Al-Baroo’ – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Adalah para Sahabat Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – jika seorang dari mereka berpuasa lalu hadir waktu berbuka, kemudian ia tertidur atau tidur sebelum berbuka puasa maka ia tidak boleh makan setelah ia bangun baik pada waktu malamnya itu atau juga pada esok paginya hingga petang (maghrib) lagi. Sesungguhnya Qois bin Shirmah Al-Anshooriy suatu hari ia berpuasa, lalu ketika tiba waktu berbuka puasa ia dating kepada isterinya dan berkata: “Apakah engkau memiliki makanan?” maka isterinya berkata: “Tidak. Tetapi aku akan pergi dan mencarikannya untukmu.” Sedangkan Qois pada hari itu bekerja selama siang harinya maka tertidurlah kedua matanya, lalu datanglah isterinya dan ketika isterinya itu melihatnya maka ia berkata: “Celaka kamu!” lalu ketika esok tengah hari Qois pun pingsan (tak sadarkan diri). Maka turunlah ayat ini: “Dihalalkan bagi kalian pada malam puasa untuk berkumpul dengan isteri kalian….” (Q.S Al-Baqoroh: 187) maka mereka semua sangat bergembira. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy, Abu Daawuud, At-Turmudziy, dan An-Nasaa-iy dalam kitab Al-KUbroo dan Al-Mujtabaa. Sedangkan dalam riwayat Al-Bukhooriy dan yang lainnya: “mereka tidak mendekati isteri mereka sama sekali sepanjang bulan Romadhon penuh dan beberapa lelaki mengkhianati diri mereka sendiri (tidak dapat menahan nafsunya), lalu Allah Yang Maha Luhur menurunkan: Úóáöãó Çááøóåõ Ãóäøóßõãú ßõäÊõãú ÊóÎúÊóÇäõæäó ÃóäúÝõÓóßõãú ÝóÊóÇÈó Úóáóíúßõãú æóÚóÝóÇ Úóäßõãú ÝóÇáÂäó ÈóÇÔöÑõæåõäøó æóÇÈúÊóÛõæÇ ãóÇ ßóÊóÈó Çááøóåõ áóßõãú Artinya: Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, (Q.S Al-Baqoroh: 187) Dan telah datang keterangan tentang sebab turunnya dari sekelompok orang dari Ka’b bin Maalik yang diriwayatkan oleh Ahmad, dan Ibnu Jariir serta selain keduanya dengan sanad yang baik dengan lafazh: “Adalah dahulu manusia apabila ia berpuasa lalu ia tidur (setelah tiba waktu maghrib sebelum berbuka puasa) maka haramlah baginya makan dan minum juga berkumpul dengan isteri sehingga ia berbuka esok petang. Lalu suatu kali pulanglah Umar bin Al-Khoththoob – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – dari sisi Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – satu malam sedang ia telah menghabiskan sebagian waktu malam di sisi beliau dan ia dapati isterinya telah tertidur, lalu Umar membangunkan isterinya itu dan ia menghendaki untuk berkumpul dengan isterinya, maka isterinya berkata: “Sungguh aku telah tidur.” Umar berkata: “Engkau tidak tidur.” Maka Umar pun mengumpuli isterinya. Ka’b bin Maalik pun memperbuat hal yang sama. Maka esok paginya Umar bin Al-Khoththoob pergi kepada Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dan mengabarkan beliau tentang hal itu lalu Allah menurunkan ayat: “…Allah mengetahui bahwasanya kalian tidak dapat menahan nafsu kalian….” (Q.S Al-Baqoroh: 187) dan dalam bab yang sama juga terdapat riwayat dari Abu Huroiroh, Ibnu ‘Abbaas, , dan beberapa hadits mursal lainnya dari sekelompok sahabat. Lihatlah: “Ibnu Jariir (yakni Tafsir Ath-Thobariy) dan Ad-Durrul Mantsuur. Dalam ayat tersebut terdapat nikmat yang agung atas kaum muslimin dan rahmat bagi mereka setelah pengujian terhadapa mereka, dan pengharaman makanan dan minuman serta mendekati isteri di malam-malam Romadhoon. Dan pada hal tersebut terdapat kesulitan yang besar dan pemberatan yang sangat. Adapun tentang firman Allah Yang Maha Luhur: æóßõáõæÇ æóÇÔúÑóÈõæÇ ÍóÊøóì íóÊóÈóíøóäó áóßõãõ ÇáÎóíúØõ ÇáÃóÈúíóÖõ ãöäó ÇáÎóíúØö ÇáÃóÓúæóÏö ãöäó ÇáÝóÌúÑö Artinya: “...dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar…” (Q.S Al-Baqoroh: 187) Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Turun ayat ini: æóßõáõæÇ æóÇÔúÑóÈõæÇ ÍóÊøóì íóÊóÈóíøóäó áóßõãõ ÇáÎóíúØõ ÇáÃóÈúíóÖõ ãöäó ÇáÎóíúØö ÇáÃóÓúæóÏö Namun belum turun kata-kata minal fajri maka beberapa orang lelaki jika mereka hendak berpuasa (di malam harinya) salah seorang dari mereka mengikatkan benang putih dan benang hitam di kakinya, dan mereka terus makan dan minum sehingga jelas mereka dapat melihat perbedaan antara benang putih dan benang hitam tersebut. Lalu Allah Yang amha Suci lagi Maha Luhur setelah itu menurunkan minal fajri. Barulah setelah itu mereka mengetahui bahwa yang dimaksud (dengan benang putih dan benang hitam) adalah malam dan siang.” Hadist riwayat Al-Bukhooriy dalam bab puasa dan bab tafsir,dan juga oleh Muslim dalam bab puasa. Diriwayatkan dari ‘Adiyy bin Chaatim – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Ketika turun: “….sehingga jelas bagi kalian benang putih dan benang hitam…” ‘Adiyy bin Chaatim berkata: “Ya Rosululloh, aku menjadikan di bawah bantalku dua benang, satu benang putih dan satu lagi benang hitam, sehingga aku mengetahui perbedaan malam dan siang.” Lalu Rosululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Sungguh lebar bantalmu (atau sungguh panjang tidurmu) itu. Sebab hanya saja yang dimaksud (dengan benang hitam dan benang putih) adalah gelapnya malam dan terangnya siang. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir, Muslim dalam bab puasa, Abu Daawuud, At-Turmudziy, dan An-Nasaa-iy keduanya dalam bab tafsir. Dalam dua hadits tersebut beserta ayat yang mulia terdapat penjelasan tetang batas makan dan minum dalam malam-malam Romadhon. Dan bahwasanya (kebolehan makan dan minum) itu boleh samapai nampak jelas terangnya siang di antara gelapnya malam yaitu fajar shodiq yang melebar dari kanan dan kiri di arah terbitnya matahari (ufuk timur). Dalam kedua hadits itu terdapat penjelasan bahwa nash-nash (teks-teks) syar’iy dibawa kepada penafsiran atau makna lahiriahnya dan makna hakikinya selama tidak adapenjelasan syar’iy (bahwa yang dimaksud adalah makna majazinya). Adapun tentang firman-Nya Yang Maha Luhur: æóÃóäúÊõãú ÚóÇßöÝõæäó Ýöí ÇáãóÓóÇÌöÏö Artinya: “….sedangkan kalian sedang beri’tikaf di masjid….” Diriwayatkan dari ‘Aa-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Adalah Rosululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – beri’tikaf pada sepuluh terakhir dari Romadhon sehingga beliau diwafatkan oleh Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung. Kemudian para isteri beliau pun beri’tikaf setelah (wafatnya) beliau.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy, Muslim, Abu Daawuud, At-Tirmidziy, dan selain mereka. I;tikaaf, secara bahasa adalah menetapi, sedangkan (secara syari’at) dalam Islam adalah: menetapi salah satau dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk beribadah kepadanya. Dan ia memiliki beberapa syarat dan hukum-hukum yang terkait dengannya yang tersebut pada tempatnya (yakni kitab-kitab fiqih / huku Islam) @Suap dan penipuan 2: 188 [2.188] Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui æóáÇó ÊóÃúßõáõæÇ ÃóãúæóÇáóßõã Èóíúäóßõã ÈöÇáúÈóÇØöáö æóÊõÏúáõæÇ ÈöåóÇ Åöáóì ÇáÍõßøóÇãö áöÊóÃúßõáõæÇ ÝóÑöíÞÇð ãøöäú ÃóãúæóÇáö ÇáäøóÇÓö ÈöÇáÅöËúãö æóÃóäúÊõãú ÊóÚúáóãõæäó (188) ÃóãúæóÇáóßõã Èóíúäóßõã ÈöÇáúÈóÇØöáö Seseorang dari kalian mendzolimi saudaranya æóÊõÏúáõæÇ Maknanya: “mengajukan”. (Tudluu berasal dari kata idlaa’) asal makna idlaa’ adalah engkau mengulurkan timba atau ember yang terikat dengan tali ke dalam sumur. Maka dikatakan bagi orang yang mengajukan dalil / bukti untuk dakwaannya: adlaa bichujjatihi (ia telah mengajukan dalilnya begini dan begitu) yakni jika dalilnya yang ia pergunakan adalah alat yang dapat menghantarkan dia, sedang ia terkait dengan dalil itu dalam perkaranya, seperti keterkaitan orang yang mengambil air dari sebuah sumur dengan sebuah ember yang ia ulurkan ke dalam sumur itu dengan tali yang diikatkan pada ember tersbeut. Diriwayatkan dari Abdulloh bin ‘Amr – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – mela’nat orang yang menyuao dan menerima suap.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam beberapa tempat, Abu Daawuud, At-Turmudziy, Ibnu Maajah, Al-Chaakim dengan sanad yang sahih, demiakian pula dihanaskan dan disahihkan oleh At-Turmudziy, juga disahihkan oleh Al-Chaakim dan Adz-Dzahabiy. Dan dalam riwayat lain terdapat tambahan: “dalam maslah hukum.” Dan hadits ini memiliki beberapa hadits pendukung. Dan dalam riwayat Ahmad dari Tsawbaan terdapat tambahan: “…dan (dila’nat pula) ar-roo-isy (yakni orang yang menjadi perantara antara si penyuap dan si penerima suap).” Itu menunjukkan tentang haramnya suap-menyuap dan bahwasanya setiap dari ketiga pihak tersebut terkena la’nat Allah – semoga Allah melindungi kita darinya – karena hal itu merupakan sebab pengambilan harta orang lain dengan cara yang tidak benar dan menghukum dengan kezaliman dan kesewenang-wenangan. Firman Allah Yang Maha Tinggi: “dan engkau membawa urusan itu kepada hakim” yakni engkau menyerahkan urusan itu kepada hakim atau penguasa dengan memberi uang suap agar hakim itu menolong kalian untuk mengambil harta sebagian orang yang mana mereka (para hakim itu) menghukum untuk kemaslahatan / kepentingan kalian dengan cara zalim dan aniaya. Dan diriwayatkan dari Ummu Salamah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rosululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Sesungguhnya kalian berselisih (melaporkan perselisihan) kepadaku dan hanya saja aku ini seorang manusia, dan barang kali sebagian di antara kalian lebih kuat buktinya dari sebagian yang lain. Oleh karenanya jika aku memutuskan untuk salah satu dari kalian dengan sesuatu dari hak saudaranya maka hanya saja aku memotongkan untuknya sebagian dari api neraka. Maka janganlah ia mengambilnya sedikitpun darinya (jika memang ua merasa bahwa itu bukan haknya).” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab Hukum-hukum dan Muslim dalam bab peradilan dan beberapa ahli hadits lain. Hadits ini menyatakan bahwa hukum yang telah diputuskan oleh hakim tidak dapat menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, namu perhitungan sebenarnya adalah dengan kenyataan yang benar (hakiki). Oleh karenanya apabila seorang hakim memutuskan berdasarkan bukti yang tidak benat (atau diada-adakan, walapun bukti itu ternyata kuat di mata pengadilan) maka hukumnya batil menurut Allah Yang Maha Luhur walaupun telah dilaksanakan, dan hak atau sesuatu yang di ambil oleh pihak yang menang (di muka pengadilan) adalah ibarat potongan dari api neraka, yang mana ia mengambilnya dengan cara yang batil dari saudaranya sesama muslim. Maka dalam ayat yang mulia di atas terdapat pengharaman mengambil harta orang dengan cara yang apapun kecuali dengan nalan syar’iy. @Tahun berdasarkan perhitungan bulan (tahun lunar) 2: 189 [2.189] Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung íóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáÃóåöáøóÉö Þõáú åöíó ãóæóÇÞöíÊõ áöáäøóÇÓö æóÇáúÍóÌøö æóáóíúÓó ÇáÈöÑøõ ÈöÃóä ÊóÃúÊõæÇ ÇáÈõíõæÊó ãöä ÙõåõæÑöåóÇ æóáóßöäøó ÇáÈöÑøó ãóäö ÇÊøóÞóì æóÃúÊõæÇ ÇáÈõíõæÊó ãöäú ÃóÈúæóÇÈöåóÇ æóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó áóÚóáøóßõãú ÊõÝúáöÍõæäó (189) ÈöÃóä ÊóÃúÊõæÇ ÇáÈõíõæÊó ãöä ÙõåõæÑöåóÇ Adalah dahulu orang-orang Arab dan orang-orag Anshor apabila mereka berhaji pada jaman jahiliah dahulu, dan mereka kembali (dari hajjinya), mereka menaiki rumah mereka dari belakang, dan mereka tidak memasukinya melewati pintu-pintunya. Diriwayatkan dari Ibnu Umar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Allah telah menjadikan bulan sabit (hilal) sebagai tanda waktu bagi manusia, maka berpuasalah karena melihatnya dan berbukalah karena melihatnya. Maka apabila tertutupi dari kalian maka hitunglah (genapkanlah) tiga puluh hari.” Hadits ini diriwayatkan oleh Abdurrozzaaq dalam bab puada dalam kitab Al-Mushonnaf, juga oleh Al-Chaakim dan disahihkan menurut syarat keduanya (Al-Bukhooriy & Muslim) dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy. Dan hadits memiliki pendukung hadits lain yaitu riwayat Tholq bin Ali yang diriwayatkan oleh Ibn Abi Chaatim dalam tafsirnya dan Ath-Thobrooniy dan selain keduanya. Dan diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata: “Orang-orang bertanya kepada Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – tentang hilal (bulan sabit) lalu Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menurunkan: “Mereka bertanya kepadamu tentang hilal…..” (Q.S Al-Baqoroh: 189) Allah menjadikannya sebagai pertanda waktu untuk kaum muslimin, untuk permulaan puasa mereka, berbuak (hari raya) mereka, hajji mereka dan manasik mereka, dan untuk masa ‘iddah isteri mereka dan jatuh temponya hutang mereka. Hadist ini diriwayatkan oleh Ibnu Jariir dan Ibnu Abi Chaatim dan diriwayatkan pula semisalnya dari sekelompok para ahli tafsir seperti: Qotadah, Abul ‘Aaliyah, Mujaahid dan yang lainnya. Dan tidak ada perbedaan antara mereka dalam hal itu. Dan pertanyaan orang-orang adalah karena mengecilnya bulan sabit dan membesarnya, maka Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menjawab tetang pembaharuan bentuk hilal di setiap perputaran dari perputaran-perputarannya dalam garis edarnya, dan itu merupakan sesuatu yang terpenting yang seharusnya menjadi perhatian dan bahan pertanyaan. Adapun tentang firman Allah Yang Maha Luhur: æóáóíúÓó ÇáÈöÑøõ ÈöÃóä ÊóÃúÊõæÇ ÇáÈõíõæÊó ãöä ÙõåõæÑöåóÇ æóáóßöäøó ÇáÈöÑøó ãóäö ÇÊøóÞóì æóÃúÊõæÇ ÇáÈõíõæÊó ãöäú ÃóÈúæóÇÈöåóÇ æóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó áóÚóáøóßõãú ÊõÝúáöÍõæäó (189) Artinya: “Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Q.S Al-Baqoroh: 189) Diriwayatkan dari Al-Baroo’ – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Ayat tersebut turun karena kami (orang-orang Anshoor). Dahulu orang-orang Anshoor apabila telah berhajji (ketika pulang) mereka tidak mau masuk ke rumahnya dari pintu depan. Lalu datanglah salah seorang dari Anshoor (dari menunaikan ibadah hajji) maka ia masuk melalui pintu depan rumahnya, maka seakan-akan orang itu dicela karena pebuatannya itu. Maka turunlah: “Dan bukanlah kebaikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya…..” Sedangkan dalam riwayat lain: “mereka apabila sedang dalam keadaan ihrom pada masa jahiliah, mereka memasuki rumah dari belakangnya, lalu Allah menurunkan: “Dan bukanlah kebaikan……” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab hajji dan dalam bab tafsir, juga oleh muslim di akhir kitabnya, dan An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo. Dan diriwayatkan pula dari Jaabir – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: Adalah orang-orang Quraisy dipanggil dengan sebutan chumus (jama’ dari kata achmas, yang terambil dari kata chamasah yang berarti ‘semangat’, yakni mereka adalah orang yang berpegang teguh dengan sangat kepada tradisinya atau agamanya) dan mereka masuk dari pintu-pintu (depan) rumah meskipun dalam keadaan ichroom. Sedangkan orang-orang Anshoor dan orang-orang arab yang lain mereka tidak masuk dari pintu-pintu (depan) rumah mereka ketika mereka masih dalam keadaan ichroom. Lalu suatu kali ketika Rosululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – berada di suatu kebun kemudian beliau keluar melalui pintu (depan)nya dan keluar pula bersama beliau Quthbah bin ‘Aamir Al-Anshooriy. Maka mereka berkata: “Ya Rasululloh, sesungguhnya Quthbah seorang lelaki yang fajir (melanggar atau berbuat buruk) sesungguhnya dia keluar bersama anda melalui pintu (depan dari kebun tersebut)”. Beliau bersabda: “Apa yang membuatmu melakukan hal itu (wahai Quthbah)?” Quthbah menjawab: “Aku melihat nada melakukannya maka aku pun melakukannya.” Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya aku adalah termasuk achmas (sebab beliau berasal dari Quraisy),” Quthbah berkata: “Sesungguhnya Agamaku adalah Agama anda.” Lalu Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menurunkan: “Dan bukanlah kebaikan, kalian mendatangi rumah…..” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Chaakim dan disahihkannya menurut syarat Al-Bukhooriy & Muslim dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy namun menurut syarat Muslim saja, begitu pula diriwayatkan oleh Ibnu Abi Chaatim. Demikianlah orang-orang jahiliah membuat-buat perkara yang mereka anggap sebagai suatu kebaikan, padahal ia hanya wahyu (inspirasi) dari setan. Maka Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung memberitahukan bahwa masuk ke rumah melalui belakang atau pintu-pintu (depan)nya tidak ada hubungan dengan kebaikan. Hanya saja kebaikan itu adalah dengan ketaqwaan kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung yaitu dengan melaksanakan apa yang Dia perintahkan dan melarang apa yang Dia larang. @Allah tidak suka perbuatan kezaliman (agresi atau penyerangan / pengrusakan) 2: 190 - 194 [2.190] Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas æóÞóÇÊöáõæÇ Ýöí ÓóÈöíáö Çááøóåö ÇáøóÐöíäó íõÞóÇÊöáõæäóßõãú æóáÇó ÊóÚúÊóÏõæÇ Åöäøó Çááøóåó áÇó íõÍöÈøõ ÇáãõÚúÊóÏöíäó (190) [2.191] Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir æóÇÞúÊõáõæóåõãú ÍóíúËõ ËóÞöÝúÊõãõæóåõãú æóÃóÎúÑöÌõæåõã ãøöäú ÍóíúËõ ÃóÎúÑóÌõæßõãú æóÇáúÝöÊúäóÉõ ÃóÔóÏøõ ãöäó ÇáÞóÊúáö æóáÇó ÊõÞóÇÊöáõæóåõãú ÚöäÏó ÇáãóÓúÌöÏö ÇáÍóÑóÇãö ÍóÊøóì íõÞóÇÊöáõæßõãú Ýöíåö ÝóÅöä ÞóÇÊóáõæßõãú ÝóÇÞúÊõáõæóåõãú ßóÐóáößó ÌóÒóÇÁõ ÇáßóÇÝöÑöíäó (191) ÍóíúËõ ËóÞöÝúÊõãõæóåõãú (Kata tsaqiftum berasal dari kata ats-tsaqoofah) makna ats-tsaqoofah adalah: teliti dan hati-hati, dikataka innahu tsaqifun laqifun (sesungguhnya ia adalah orang yang tsaqif) jika ia sangat tanggap dan hati-hati. Adapun di sini maknanya adalah: “kalian mencari dan mendapatkan mereka”. Diriwayatkan dari Abu Syuroich – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata kepada ‘Amr bin Saa’iid: “Izinkan aku, wahai pemimpin, untuk memberitahukan kepadamu sebuah perkataan yang mana Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – berdiri mengucapkan kalimat itu ketika pada pagi hari fatchu Makkah (hari pembukaan kota Makkah), yang mana didengar oleh dua telingaku, dimengerti oleh hatiku, dan di lihat oleh kedua mataku ketika beliau mengucapkannya. Sesungguhnya beliau memuji Allah, dan menyanjungnya kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya Makkah diharamkan oleh Allah tidak diharamkan oleh manusia. Maka tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari kahir untuk menumpahkan darah di dalamnya, atau menumbangkan pohon padanya. Lalu jika ada seseorang ingin mengambil keringanan untuk melakukannya karena pembunuhan yang dilakukan oleh Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – (yakni Rasul ketika itu menyuruh membunuh beberapa orang yang sangat memusuhi Islam di antaranya adalah Ibnu Khothol) maka katakanlah kepadanya: “Sesungguhnya Allah mengizinkan untuk Rasul-Nya – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – namun tidak mengizinkan untuk kalian.” Hanya saja Dia mengizinkanku sesaat daripada siang dan sekarang telah kembali keharamannya sebagaimana keharamannya kemarin, dan hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab hajji dan bab-bab lain, juga oleh Muslim juga dalam bab hajji, dan oleh selian keduanya, dan dalam riwayat keduanya (Al-Bukhooriy dan Muslim) juga terdapat riwayat dari Ibnu ‘Abbaas dengan lafazh: “Sesungguhnya negeri ini (Makkah) diharamkan oleh Allah sejak penciptaan langit dan bumi, maka ia haram dengan pengharaman Allah hingga hari kiamat. Sesungguhnya tidak dihalalkan peperangan (pembunuhan) di dalamnya bagi seorang pun sebelumku, dan tidak halal bagiku kecuali sesaat daripada siang hari….” Dalam masalah ini terdapat terdapat hadits-hadits lain dari sekelompok para sahabat dalam sahih Al-Bukhooriy dan lainnya. Dalam keduaq hadits tersebut dan yang semakna dengan itu terdapat dalil atas pengharaman peperangan (pembunuhan) dalam tanah haram Allah, Makkah, dan bahwasanya tidak halal bagi seorang pun untuk menumpahkan darah padanya. Hanyasaja Allah Yang Maha Luhur membolehkan untuk Rasul-Nya – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – untuk melakukan pembunuhan padanya sesaat dari siang pada hari Fatchu Makkah, kemudian kembali lagi keharaman seperti semula. Hanyasaja Al-Qur’an yang mulia menyatakan dengan jelas pembolehan untuk memerangi orang yang memerangi kaum muslimin yang berada di Makkah, karena untuk membela diri bukan memulai serangan. Dan begitulah yang dilakukan oleh Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – pada hari fatchu Makkah, yaitu beliau tidak membunuh kecuali yang menyerang beliau, sebagaimana hal itu telah diketahui. Dan terdapat pula pembicaraan yang panjang tentang masalah ini yang tidak yang tidak terasa perlu untuk diketengahkan, sebab tidak termasuk persyaratan kami (yakni riwayatnya lemah dan tidak sahih). [2.192] Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ÝóÅöäö ÇäÊóåóæúÇ ÝóÅöäøó Çááøóåó ÛóÝõæÑñ ÑøóÍöíãñ (192) [2.193] Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang lalim æóÞóÇÊöáõæóåõãú ÍóÊøóì áÇó Êóßõæäó ÝöÊúäóÉñ æóíóßõæäó ÇáÏøöíäõ áöáøóåö ÝóÅöäö ÇäÊóåóæúÇ ÝóáÇó ÚõÏúæóÇäó ÅöáÇøó Úóáóì ÇáÙøóÇáöãöíäó (193) ÍóÊøóì áÇó Êóßõæäó ÝöÊúäóÉñ Makna fitnah disini adalah kemusyrikan dan penyembahan kepada selain Allah. ÝóÅöäö ÇäÊóåóæúÇ Berhenti memerangi kalian dan mereka masuk kedalam agama kalian ÅöáÇøó Úóáóì ÇáÙøóÇáöãöíäó Orang-orang yang tidak berhenti (memerangi kalian) Diriwayatkan dari Ibnu Umar- semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – bahwasnya dua orang dating kepadanya ketika terjadi fitnah Ibnuz Zubair, lalu keduanya berkata: “Sesungguhnya manusia sungguh telah disia-siakan, sedangkan engkau adalah putera Umar (bin Al-Khoththoob) dan sahabat Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – maka apa yang menghalangimu untuk keluar (yakni berperang bersama Ibnuz Zubair). Maka Ibnu Umar berkata: “Sesungguhnya Allah mengharamkan darah saudara saya. Mereka berdua berkata: “Tidakkah Allah berfirman: “Dan perangilah mereka sehingga tidak terjadi fitnah?” maka ia berkata: “Kami telah berperang agar tidak terjadi fitnah dan agar penyembahan atau agama hanya milik Allah, sedangkan kalian hendak berperang supaya terjadi fitnah , dan supaya penyembahan atau agama menjadi milik selain Allah.” dalam riwayat lain: “Semoga ibumu kehilanganmu? Apakah engkau tahu apakah fitnah itu? Hanya saja dahulu Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – memerangi kaum musyrikin, dan memasuki agama mereka adalah fitnah, dan beliau tidak memerangi mereka karena kekuasaan.” Dalam riwayat lain: “Bahwasanya seorang lelaki datang kepada Ibnu Umar dan Ibnu Umar berkata kepadanya: “Wahai Abu Abdurrahman, apa yang membawamu untuk berhajji setahun dan berumaroh setahun dan engkau meninggalkan jihad fi sabilillah sedangkan engkau tahu tentang anjuran Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung dalam hal tersebut.” Ibnu Umar berkata: “Wahai anak saudaraku, Islam dibangun atas dasar yang lima: keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, sholat lima waktu, puasa di bulan Romadhon, menunaikan zakat, dan hajji ke Baitulloh.” Orang itu berkata: “Wahai Abu Abdurrochmaan apakah anda tidak mendengar apa yang difirmankan Allah dalam kitab-Nya: æóÅöä ØóÇÆöÝóÊóÇäö ãöäó ÇáãõÄúãöäöíäó ÇÞúÊóÊóáõæÇ ÝóÃóÕúáöÍõæÇ ÈóíúäóåõãóÇ ÝóÅöä ÈóÛóÊú ÅöÍúÏóÇåõãóÇ Úóáóì ÇáÃõÎúÑóì ÝóÞóÇÊöáõæÇ ÇáóÊöí ÊóÈúÛöí ÍóÊøóì ÊóÝöíÁó Åöáóì ÃóãúÑö Çááøóåö..... (ÇáÍÌÑÇÊ: 9) Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.....” (Q.S Al-Chujuroot: 9) æóÞóÇÊöáõæóåõãú ÍóÊøóì áÇó Êóßõæäó ÝöÊúäóÉñ..... (ÇáÈÞÑÉ: 193) Artinya: “Dan perangilah mereka sehingga tidak terjadi fitnah (kerusakan)…..” (Q.S Al-Baqoroh: 193)” Ibnu Umar berkata: “Kami telah melakukannya pada masa Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dan ketika itu Islam sedikit, dan orang-orang teruhji dalam memegang Agamanya. Ada yang terbunuh da nada yang disiksa. Sehingga Islam menjadi banyak, dan tidak lagi terjadi fitnah.” Orang itu berkata lagi: “Lalu apa pendapatmu tentang Ali dan ‘Utsmaan? Ibnu Umar berkata: “Adapun ‘Utsman maka ia telah dimaafkan oleh Allah, namun kalian tidak mau memaafkannya, adapun Ali maka ia adalah sepupu Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dan menantunya – lalu ia menunjuk dengan tangannya seraya berkata – itulah rumahnya yang mana kalian melihatnya.” Dalam riwayat lain: “Itulah puterinya yang mana kalian melihatnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy yakni pada riwayat yang pertama dan yang terakhir dan dalam bab tafsir, dan diriwayatkan oleh An-Nasaa-iy dalam Al-Kubroo dengan riwayat yang kedua, dan dalam Ad-Durrul Mantsuur riwayat tersebut dinisbatkan kepada Al-Bukhooriy dan juga kepada Abusy-Syaikh dan Ibnu Mardawaih. Adapun yang dimaksud dengan fitnah Ibnuz Zubair adalah peperangan yang dilakukan oleh Abdulloh bin Az-Zubair melawan bani Mu’awiyah yang mana Ibnuz Zubair memegang kekholifahan secara merdeka (lepas dari kekuasaan anak-anak Mu’awiyah) yaitu di wilayah Makkah dan Madinah dan disekitarnya. Maka antara kedua pihak itu terjadi beberapa pertempuran yang menghantarkan kepada kekalahan Ibnuz Zubair dan terbunuhnya Ibnuz Zubair di tanah haram yang mulia, Makkah, di tangan Chajjaaj (bin Yusuf) Ats-Tsaqofiy yang melampaui batas yang telah terkenal. Dan adalah Abdulloh bin Umar teramsuk orang-orang yang tidak mau ikut campur dalam peperangan tersebut dan menghindarkan diri dari fitnah, maka ia didatangi oleh sebagian orang yang suka dengan fitnah dan pencelaan terhadap sahabat yang mana orang itu mencelanya karena ia mundur danorang itu menyuruh (atau mendorong) Ibnu Umar untuk berperang. Maka Ibnu Umar menjawab mereka dengan jawaban yang telah tersebut di atas dan ia memberitahu mereka bahwasanya mereka telah berusaha mengobarkan fitnah dan berperang demi kekuasaan dan kepemimpinan. Tidak seperti pada masa Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dan apara sahabat beliau terdahulu. Dalam hadits tersebut terdapat keutamaan dua orang Kholifah yaitu sayyidina Ali dan sayyidina ‘Utsmaan – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – dan telah tersebut keutamaan keduanya dalam kitab khusus tentang keutamaan para sahabat. Adapun ayat yang mulia menunjukkan atas wajibnya memerangi orang-orang musyrik khususnya para penyembah berhala dan orang-orang yang tidak beragama sehingga tidak tersisa fitnah (kerusakan) kekafiran, dan agama (atau penyembahan) secara murni dan keseluruhan menjadi hanya milik Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung yang mana tidak bersekutu seorang pun padanya. Dan ayat tersebut termasuk ayat yang muchkam (yang tidak terkena naskh) dan tetap di amalkan hingga hari kiamat. Dan sunnguh telah dating riwayat dalm sahih Muslim dari beliau – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – yaitu: “berperanglah kalian di jalan Allah, dan perangilah orang-orang yang ingkar kepada Allah….” Sedangkan dalam suatu hadits yang mutawatir disebutkan: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka semua berkata: “Tiada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah….” Dan dikecualikan dari keumuman hadits tersebut para ahli kitab, maka mereka diperangi sehingga membayar jizyah (pajak sebagai tanda ketundukan kepada pemerintah Islam) dan kemudian mereka dibiarkan dalam agama mereka. @Bulan haram (bulan-bulan yang dimuliakan, yaitu Dzul Qo’dah, Dzul Chijjah, Mucharrom, dan Rojab) 2: 194 [2.194] Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum kisas. Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa ÇáÔøóåúÑõ ÇáÍóÑóÇãõ ÈöÇáÔøóåúÑö ÇáÍóÑóÇãö æóÇáúÍõÑõãóÇÊõ ÞöÕóÇÕñ Ýóãóäö ÇÚúÊóÏóì Úóáóíúßõãú ÝóÇÚúÊóÏõæÇ Úóáóíúåö ÈöãöËúáö ãóÇ ÇÚúÊóÏóì Úóáóíúßõãú æóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøó Çááøóåó ãóÚó ÇáãõÊøóÞöíäó (194) ÇáÔøóåúÑõ ÇáÍóÑóÇãõ Yang dimaksud bulan haram pada ayat di atas adalah Bulan Dzulqo’dah tahun ketujuh hijrah yang mana pada tahun atau bulan itu Rasul masuk kedalam kota Makkah (untuk berumaroh) ÈöÇáÔøóåúÑö ÇáÍóÑóÇãö (Sebagai ganti bulan harom yang lain) yakni bulan Dzul Qo’dah tahun keenam hijrah yang mana padanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimphakan salawat dan salam atas beliau – melakukan umroh Chudaybiah, dan orang-orang musyrikin mencegah beliau untuk masuk ke Baitulloh. æóÇáúÍõÑõãóÇÊõ Churumaat adalah bentuk jama’ dari churmah, yaitu kehormatan Bulan haram, tanah haram dan juga ihrom. ÞöÕóÇÕñ Imbalan Allah untuk nabi-Nya dengan mengambil Qishas (denda) dari orang-orang musyrik dengan cara Allah memasukkan mereka (kaum muslimin) ke kota Mekah pada tahun ketujuh ketika mereka tidak bisa masuk pada tahun keenam. Diriwayatkan dari Jaabir – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya –ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – tidaklah berperang pada bulan haram kecuali apabila beliau diperangi atau orang-orang kafir memerangi (menyerang) lalu jika bulan haram itu dating, beliau berdiam diri di Madinah (tidak berperang) sehingga keluar (selesai) bulan haram tersebut. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang sahih. Adapun bulan-bulan haram adalah Dzul Qo’dah, Dzul Chijjah, Muharram, dan Rojab, yang mana Allah mengharamkan padanya segala kezaliman dan peperangan dan Dia memerintahkan untuk mengormatinya. Hal itu telah terkenal meskipun pada masa jahiliah, meskipun mereka melakukan An-Nasii’ (pengunduran bulan haram dari waktu yang seharusnya). Dan adalah Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – menghormatinya, mengangungkannya, dan menyuruh untuk menjaganya. Oleh karenya beliau tidak pernah berperang pada bulan-bulan itu sehingga selesai bulan tersebut kecuali apabila beliau diperangi. Sehingga ketika beliau berada di Chudaibiyyah dan beliau mengutus ‘Utsman bin ‘Affaan – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – sebagai utusan (duta) dan samapai berita bahwasanya ia telah dibunuh, maka beliau menyerukan kepada para sahabat untuk berbai’at sebagai persiapan perang meskipun ketika itu beliau sedang berada di bulan haram. Lalu ketika datang kabar tentang keselamatan ‘Utsman maka beliau melakukan perdamaian dengan mereka (orang-orang Quraisy). Lalu mereka pun mensyaratkan agar neliau dan para sahabat kembali pulang pada tahun itu dan boleh kembali lagi ke Makkah (untuk berumroh) pada tahun akan dating. Maka beliau dan kaum muslimin mengikuti syarat itu. Maka berumrohlah beliau pada tahun berikutnya yaitu pada bulan Dzul Qo’dah seperti tahun sebelumnya. maka Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menurunkan: “Bulan haram dengan bulan haram…..dst” (yakni ayat 194 di atas) maknanya bulan haram yang mana kamu dapat memasuki kota Makkah adalah sebagai ganti bulan haram yang mana engkau terhalang padanya dari memasuki Makkah. Lihatlah: Ad-Durrul Mantsuur dan Ibnu Abi Chaatim. Dikatakan (tentang makna ayat itu): “Apabila mereka memerangi kalian di bulan haram maka perangilah juga di bulan haram itu (yakni balaslah serangan mereka itu meskipun mereka menyerang di bulan haram), dan sebagaimana mereka merusak kehormatan bulan haram tersebut dan menghalalkan darah kalian, maka perbuat lah kepada mereka seperti itu pula.” Dan itulah yang sesuai dengan petunjuk baginda – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dan hadits dalam bab ini. @Jadilah orang yang selalu berbuat baik untuk memperoleh kecintaan Allah 2: 195 [2.195] Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik æóÃóäÝöÞõæÇ Ýöí ÓóÈöíáö Çááøóåö æóáÇó ÊõáúÞõæÇ ÈöÃóíúÏöíßõãú Åöáóì ÇáÊøóåúáõßóÉö æóÃóÍúÓöäõæÇ Åöäøó Çááøóåó íõÍöÈøõ ÇáãõÍúÓöäöíäó (195) ÇáÊøóåúáõßóÉö Seseorang menahan harta dan jiwanya untuk jihad di jalan Allah. Sebagian lagi mengatakan bahwa itua adalah seorang yang terjerumus kepada dosa besar lalu ia mengatakan: “Allah tidak akan mengampuni saya” atau “Tidak ada kesempatan bertaubat untuk saya” maka ia melemparkan dirinya dengan tangannya sendiri kepada keputus-asaan dari rahmat Allah. Dan dalam maslah ini ada perbedaan pendapat. Diriwayatkan dari Chudzayfah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Ayat: æóÃóäÝöÞõæÇ Ýöí ÓóÈöíáö Çááøóåö æóáÇó ÊõáúÞõæÇ ÈöÃóíúÏöíßõãú Åöáóì ÇáÊøóåúáõßóÉö turun berkenaan dengan infaq (di jalan Allah).” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir. Dan diriwayatkan dari Aslam bin ‘Imroon – semoga Allah Yang Maha Luhur merahmatinya – ia berkata: “Suatu kali kami sedang berada di kota Rum maka keluarlah sebuah barisan tentara yang sangat besar yaitu tentara Rum (yakni Romawi, yang dimaksud adalah Romawi Timur yaitu kawaan negeri Syam, atau Palestina dan sekitarnya) maka keluarlah tentara dari kaum muslimin yang jumlahnya sama banyak atau lebih banyak, dan yang memimpin barisan kaum muslimin dari Mesir adalah ‘Uqbah bin ‘Aamir dan yang memimpin satu kelompok lagi adalah Fadhoolah bin ‘Ubaid. Maka seorang dari kaum muslimin tiba-tiba melesat ke arah pasukan Rum sehingga masuk ke tengah-tengah mereka, maka orang-orang muslim pun berterika: “Subachaanalloh, ia melemparkan dirinya sendiri kepada kebinasaan.” Lalu bangkitlah Abu Ayyuub Al-Anshooriy dan ia berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya kalian menta’wilkan ayat ini seperti itu, padahal ayat ini turun berkenaan dengan kami kaum Anshoor. Ketika Allah memuliakan Islam dan telah banyak penolong (pembelanya), maka kami pun saling berkata satu sama lain tanpa didengar oleh Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – kami berkata: “Sesungguhnya harta kita telah hilang (habis, yakni untuk berjihad) dan sesungguhnya Allah telah memenangkan Islam dan telah menjadi banyak para pembelanya. Seandainya saja kita kembali kepada harta kita dan memperbaiki apa yang telah hilang darinya. Lalu Allah Yang Maha Suci dan Maha Luhur menurunkan atas Nabi-Nya untuk menjawab apa yang telah kami katakan itu: æóÃóäÝöÞõæÇ Ýöí ÓóÈöíáö Çááøóåö æóáÇó ÊõáúÞõæÇ ÈöÃóíúÏöíßõãú Åöáóì ÇáÊøóåúáõßóÉö Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,…..” Yang dimaksud dengan tahlukah (kebinasaan) adalah kami mengurusi harta kami serta memperbaikinya dan meninggalkan jihad. Maka senantiasa Abu Ayyub tegak (berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain) untuk berjihad di jalan Allah sehingga (ia wafat dan) dimakamkan di negeri Rum (yakni di kota Istambul, Turki, hingga sekarang makam beliau di sana, semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya). Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daawuud dalam bab jihad, At-Turmudziy dalam bab tafsir, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo, Ibnu Chibbaan dalam Al-Mawaarid, dan juga oleh Al-Chaakim; di hasankan dan disahihkan oleh At-Turmudziy serta disahihkan pula oleh Al-Chaakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy. Hadits ini, seperti pendahulunya, juga menjelaskan bahwa sebab turunnya ayat yang mulia ini adalah meninggalkan infak dan jihad di jalan Allah dan bahwasanya itulah yangb di maksud dengan mereka melemparkan tangan (yakni diri) mereka sendiri kepada kebinasaan. Sebab meninggalkan yang tersebut, menyebabkan menyerangnya musuh kepada kaum muslimin, dan kemenangan mereka atas kaum muslimin serta kalahnya kaum muslimin di hadapan mereka, sebagaimana yang terjadi dalam era-era (masa) belakangan ini. Dan sebagian ulama mengambil dari hadits Abu Ayyuub di atas dasar hukum tentang operasi kesyahidan (bom syahid, dan semacamnya) untuk melawan para musuh Islam, dan hal itu didukung dengan banyak dalil baik sunnah (hadits) maupun atsar sahabat. @Manasik Hajji (tatacara pelaksanaan ibadah hajji) 2: 196 - 203 [2.196] Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidilharam (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya æóÃóÊöãøõæÇ ÇáÍóÌøó æóÇáúÚõãúÑóÉó áöáøóåö ÝóÅöäú ÃõÍúÕöÑúÊõãú ÝóãóÇ ÇÓúÊóíúÓóÑó ãöäó ÇáåóÏúíö æóáÇó ÊóÍúáöÞõæÇ ÑõÁõæÓóßõãú ÍóÊøóì íóÈúáõÛó ÇáåóÏúíõ ãóÍöáøóåõ Ýóãóä ßóÇäó ãöäßõã ãøóÑöíÖÇð Ãóæú Èöåö ÃóÐðì ãøöä ÑøóÃúÓöåö ÝóÝöÏúíóÉñ ãøöä ÕöíóÇãò Ãóæú ÕóÏóÞóÉò Ãóæú äõÓõßò ÝóÅöÐóÇ ÃóãöäÊõãú Ýóãóä ÊóãóÊøóÚó ÈöÇáúÚõãúÑóÉö Åöáóì ÇáÍóÌøö ÝóãóÇ ÇÓúÊóíúÓóÑó ãöä ÇáåóÏúíö Ýóãóä áøóãú íóÌöÏú ÝóÕöíóÇãõ ËóáÇËóÉö ÃóíøóÇãò Ýöí ÇáÍóÌøö æóÓóÈúÚóÉò ÅöÐóÇ ÑóÌóÚúÊõãú Êöáúßó ÚóÔóÑóÉñ ßóÇãöáóÉñ Ðóáößó áöãóä áøóãú íóßõäú Ãóåúáõåõ ÍóÇÖöÑöí ÇáãóÓúÌöÏö ÇáÍóÑóÇãö æóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøó Çááøóåó ÔóÏöíÏõ ÇáÚöÞóÇÈö (196) ÝóÅöäú ÃõÍúÕöÑúÊõãú Kalian dicegah dan diboikot dari pekerjaan umroh atau hajji dan disegah dari masuk ke Baitulloh yang mulia. (kata uchshirtum terambil dari kata ichshoor) Makna ichshoor dalam perkataan orang-orang Arab: mencegah penyebab dari suatu penyakit atau semacamnya. ÝóãóÇ ÇÓúÊóíúÓóÑó ãöäó ÇáåóÏúíö Binatang sembelihan. Yakni antara kambing hingga unta. Kata hadyu adalah bentuk jama’ sedangkan mufrodnya adalah hadyah, yaitu apa-apa yang dipersembahkan (atau dikurbankan) karena Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung seperti hadiah yang diberikan oleh seseorang kepada temannya untuk menambah keakraban dengan itu kepadanya. ãóÍöáøóåõ Sehingga binatang sembelihannya sampai ditempat untuk memakannya, dan untuk diambil manfaatnya ditempat penyembelihannya (yakni di tanah haram). Ãóæú Èöåö ÃóÐðì Segala apa yang mengganggunya dikepalanya berupa serangga atau semacamnya. (yang dimaksud di sni adalah kutu atau sebangsanya) ãøöä ÑøóÃúÓöåö ÝóÝöÏúíóÉñ ãøöä ÕöíóÇãò Ãóæú ÕóÏóÞóÉò Ãóæú äõÓõßò ÝóÅöÐóÇ ÃóãöäÊõãú (jika kalian merasa aman) dari ketakutan atau kalian bebas dari penyakit Ýóãóä ÊóãóÊøóÚó Tamattu’ di sini adalah seseorang berihram hajji lalu ia terkepung oleh musuh, atau terhalang oleh penyait atau sesuatu perkara lain sehingga ia kehilangan kesempata hari-hari untuk melakukan ibadah hajji (sedang ia sudah berihram) maka ia jadikan iharamnya itu sebagai ihram umroh lalu (setela ia sempurnakan ihram umrahnya itu dan ia bertachallul maka) ia boleh menikmati kehalalannya (yakni ia lepas dari hal-hal yang dilarang dalam ihram) hingga tahun depan kemudian ia berhajji dan mempersembahkan hadyu maka inilah yang dimaksud dengan bertamattu’ (bersenang-senang dengan status halalnya ia dari ihram hajjinya) hingga menunaikan hajji pada tahun berikutnya. Diriwayatkan dari ‘Aa-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Rasululloh masuk kepada – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – Dhobaa’ah binti Az-Zubair bin Abdil Muththolib lalu ia berkata: “Ya Rasululloh, sesungguhnya aku ingin berhajji namun aku sakit.” Lalu Rasul bersabda: “Berhajjilah engkau dan syaratkanlah: “(Ya Allah) Sesungguhnya tempat halalku adalah dimana Engkau menahanku.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab nikah, Muslim dalam bab hajji, dan hadits yang senada juga diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas oleh Ahmad dan Muslim. Dan diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – terkepung (yakni tertahan dari melanjutkan amal umrohnya ketika tahun terjadinya perjanjian Chudaibiah) maka beliau mencukur rambut beliau dan mengumpuli isteri beliau dan menyembelih hewan sembelihan beliau hingga beliau berumroh pada tahun berikutnya.” Hadits ini diriwayatka oleh Al-Bukhooriy dalam masalah ichshoor (terkepung) dalam bab hajji. Dan diriwayatkan dari Al-Miswar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – menyembelih (hewan kurban hajji beliau) sebelum mencukur rambut dan memerintahkan para sahabat untuk melakukan hal itu. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab hajji. Umunya para ahli tafsir berpendapat bahwa ayat ini turun dalam masa ‘Umroh Chudaibiyyah yang mana orang-orang kafir Quraisy mencegah Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – untuk masuk ke Makkah maka beliau menyembelih hewan kurbannya dan mencukur (rambut) kepalanya lalu beliau menyuruh para sahabatnya dengan hal itu. Lalu terjadilah perdamaian antara beliau dan kaum musyrikin. Maka sepakat para ulama, bahwsanya siapa saja yang terkepung (terhalang dari menyempurnakan ihrom hajji atau umrohnya) maka ia hendaklah bertahallul, menyembelih hewan kurban dan mencukur rambutnya. Dan sebagian kelompok para ulama mengelompokkan pula segala halanga yang dapat menghalangi seseorang untuk menyempurnakan amal hajjinya seperti sakit, banjir, api (kebakaran), dan gangguan hewan, ke dalam hukum terhalangnya seseorang karena musuh. Terutama apabila sejak pertama ia mensyaratkannya seperti pada hadits Dhobaa’ah yang telah terse but di atas. Diriwayatkan dari Abdillah bin Ma’qil – semoga Allah Yang Maha Luhur merahmatinya – ia berkata: “Aku duduk di dekat Ka’b bin ‘Ujroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – di masjid ini – yakni masjid Kufah – maka aku menanyainya tentang pembayaran fidyah (pada ibadah hajji sebagai ganti) dari puasa. Maka ia berkata: “Aku dibawa menghadap kepada Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – sedangkan kutu berjatuhan di wajahku. Lalu beliau bersabda: “Aku tidak menduga bahwasanya kesulitan telah sampai padamu dalam batas seperti ini. Apakah engkau tidak mendapati (memiliki) seekor kambing?” Aku berkata: “Tidak.” Beliau bersabda: “Berpuasalah tiga hari, atau berilah makan kepada enam orang fakir miskin, untuk setiap satu orang miskin setengah shoo’ (setengah gantang, yaitu sekitar 1 ¼ atau satu setengah kilogram) dari makanan pokok, dan cukurlah rambutmu.” Maka turunlah ayat itu untukku secara khusus dan ia juga berlaku bagi kalian secara umum. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Al-Bukhooriy dalam bab hajji dan bab tafsir serta di ebberapa tempat lain, juga oleh Muslim dalam bab hajji, At-Turmudziy dalam bab tafsir, Abu Daawuud, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Mujtabaa dan Al-Kubroo, dan juga oleh Ibnu Maajah. Hadits tersebut dating sebagai penjelas bagi ayat yang turun karena sebab Ka’b. itu menunjukkan bahwa seorang yangs edang berihrom (hajji atau umroh) jika ia sanngat memerlukan (terpaksa) untuk menggunting rambutnya atau padanya terdapat penyakit, atau terdapat keperluan mendesak maka boleh baginya untuk mengerjakan apa yang dilarang dalam ihrom, kemudian ia harus membayar denda (fidyah) baik itu berpuasa tiga hari atau memberi makan enam orang fakir miskin atau menyembelih seekor kambing yang mana ia sedekahkan dagingnya. Dan pembicaraan tentang masalah ini telah sangat lengkap dalam bab hajji. Diriwayatkan dari ‘Imroon bin Chushoin – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Turun ayat tentang mut’ah (yakni hajji tamattu’) dalam kitab Allah Yang Maha Luhur (yaitu Al-Qur’an) lalu kami mengerjakannya bersama dengan Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dan tidak turun satu ayat Al-Qur’an pun yang mengharamkannya dan melaranganya sehingga wafatlah Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – barulah seorang ada yang berpendapat dengan pendapatnya (atahu ijtihadnya, yakni Umar bin Al-Khoththoob).” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir dan selainnya, Muslim dalam bab Hajji, dan An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo. Yang dimaksud mut’ah di sini adalah hajji tamattu’ yaitu mendahulukan ‘umroh dan bertahallul dari umroh kemudian berhajji pada tahun itu juga, dan Allah Yang Maha Luhur telah mengabarkannya dalam ayat ini sebagai pensyari’atan bagi para hamba-Nya, dan Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – memerintahkan untuk melakukannya kepada setiap orang yang tidak membawa hewan sembelihan dari kalangan para sahaba beliau, dan beliau sendiri berkeinginan untuk melaksanakannya. Dan hadits kesyari;atan hajji tamattu’ ini adalah mutawatir maka hendaknya untu mendapat kesimpulan dalam masalah ini para pembaca merujuk kepada kitab Itmaamul Minnah karya penulis. Dan barangsiapa berihram dengan hajji tamattu’ maka wajib baginya menyembelih hewan kurban, maka bagi siapa saja yang tidak mampu karena tidak mendapatkan hewan kurban atau tidak memiliki harganya, maka hendaknya ia berpuasa tiga hari sebelum ‘Arofah dan tujuh hari setelah ia pulang kembali ke tanah airnya. [2.197] (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal ÇáúÍóÌøõ ÃóÔúåõÑñ ãøóÚúáõæãóÇÊñ Ýóãóä ÝóÑóÖó Ýöíåöäøó ÇáÍóÌøó ÝóáÇó ÑóÝóËó æóáÇó ÝõÓõæÞó æóáÇó ÌöÏóÇáó Ýöí ÇáÍóÌøö æóãóÇ ÊóÝúÚóáõæÇ ãöäú ÎóíúÑò íóÚúáóãúåõ Çááøóåõ æóÊóÒóæøóÏõæÇ ÝóÅöäøó ÎóíúÑó ÇáÒøóÇÏö ÇáÊøóÞúæóì æóÇÊøóÞõæäö íóÇ Ãõæúáöí ÇáÃóáúÈóÇÈö (197) Ýóãóä ÝóÑóÖó Mewajibkan dirinya untuk melaksanakan ibadah haji ÝóáÇó ÑóÝóËó Berbuat keji. Kata rofats dalam tempat ini bermakna: berhubugan suami isteri atau menyebut-nyebut tentang perkata ima’ di dapan iateri apalagi wanita lain. æóáÇó ÝõÓõæÞó Fusuuq adalah maksiat-maksiat æóáÇó ÌöÏóÇáó Seseorang yang berdebat sehingga membuat marah saudaranya Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Tidak boleh berihrom hajji kecuali pada bulan-bulannya, sebab termasuk sunnah (yakni aturan) hajji adalah berihram hajji pada bulan-bulan hajji.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Chuzaymah dengan sanad yang sahih, dan perkataan Sahabat: “Termasuk sunnah adalah ini dan itu” termsuk dalam hukum hadits marfuu’ menurut kebanyakan para ahli hadits. Dan diriwayatkan dari Jaabir – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bahwasanya beliau bersabda: “Tidak patut bagi seseorang untuk berihrom dengan ihrom hajji kecuali dalam bulan-bulan hajji.” Ibnu Katsiir menisbatkannya kepada Ibnu Mardawaih, dan ia berkata: “Sanadnya baik.” Akan tetapi Asy-Syaafi’iy dan Al-Bayhaqiy meriwayatkannya dari beberapa jalur dari Ibnu Juraij dari Ibnuz Zubair bahwasanya ia mendengar Jaabir bin Abdillah pernah ditanya: “Apakah seseorang boleh berihram hajji sebelum bulan-bulan hajji?” ia berkata: “Tidak.” Berkata Ibnu Katsiir: “Hadits mawquuf ini lebih sahih dan lebih kuat daripada hadits marfuu’. Maka ketika itu madzhab Sahabat dapat menjadi kuat dengan perkataan Ibnu ‘Abbaas: “Termasuk sunnah adalah tidak boleh berihram hajji kecuali pada bulan-bulannya.” Para ulama telah bersepakata bahwa bulan-bulan hajji dan waktu-waktunya adlaah bulan Syawwal, Dzul Qa’dah dan Dzul Chijjah yakni sepuluh hari dari bulan Dzul Chijjah. Dan itu telah dikeyahui di sisi seluruh manusia (sejak jama jahialiah) oleh karena itu Allah Yang Maha Luhur berfirman: asyhurum ma’luumaat (bulan-bulan yang telah diketahui). Dan hadits Ibnu ‘Abbaas dan Jaabir menunjukkan bahwa tidak sah ihram hajji sebelum waktunya. Dan telah terjadi perbedaan pendapat dalam masalah ini, namun pendapat yang sahih adalah tidak sah, karena bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah (Al-Hadits). Diriwayatkan dari Abul ‘Aaliyah – semoga Allah Yang Maha Luhur merahmatinya – ia berkata: “Dahuku saya berjalan bersama Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – sedang ia dalam keadaan berihram, dan ia melantunkan sebuah sya’ir di atas unta yang di antaranya berbunyi: “Dan mereka (para wanita) berjalan bersama kami tanpa bersuara” maka aku berkata: “Apakah engkau berbuat rofats (berkata-kata yang tidak layak) sedangkan engkau muhrim (tengah berihram)?” maka berkatalah Ibnu ‘Abbaas: “Rofats itu hanyalah yang merujuk kepada wanita (yakni berkumpulnya antara suami isteri).” Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Jariir, dan Al-Chaakim serta disahihkan olehnya dan disepakati oleh Adz-Dzahabiy. Dan diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Barangsiapa berhajji lalu ia tidak berbuat rofats dan tidak berbuat fasiq (kemasiatan) maka ia akan keluar dari dosanya seperti hari di mana ia dilahirkan oleh ibunya (yakni bersih) dalam riwayat lain: “Ia kembali seperti hari…..” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dan Muslim dan lainnya. Yang dimaksud rofats dalam ayat dan hadits tersebut adalah jima’ (berkumpul suami-isteri) dan pembukaannya: baik itu pembicaraa, berpegangan / bersentuhan, ciuman, atau berpelukan dsb. Dan itu semua haram ketika dalam keadaan ihram menurut ijma’ (kesepakatan ulama) dan ayat tersebut dating dengan lafazh nafiy (berarti: tidak) namun bermakna nahiy (larangan, artinya: jangan) adapun perb uatan fasiq adalah perlakukan kemaksiatan di antaranya adalah: pencelaan, sebagaimana dating pada hadits sahih dari beliau – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – yaitu: “mencela orang mu’min adalah perbuata fasiq dan pembunuhannya (jika diikuti dengan anggapan bahwa itu halal) adalah sebuah kekafiran. Termasuk makna fasiq ini adalah berdebat dan berbantah-bantahan dengan kawan perjalanan dan yang lainnya.” Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – tentang firman Allah Yang Maha Luhur: “Dan berbekallah sebab sebaik-baiaknya bekal adalah ketaqwaan” ia berkata: “Dahulu ada sekelompok orang berhajji tanpa membawa bekal maka turunlah ayat tersebut.” Menurut riwayat lain: “Dahlu sebagian penduduk Yaman berhajji namun tidak membawa bekal, dan mereka berkata: “Kami adalah orang-orang yang bertawakkal (berserah diri)” lalu ketika mereka telah sampai di Madinah mereka meminta-minta kepada orang.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab hajji, dan An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo, Ibnu jariir dan yang selian mereka. Parab pakar ulama berpendapat bahwa tawakkal tidaklah sah jika dibarengi dengan meminta-minta, dan bahwsanya berbekal tidaklah meniadakan sifat tawakkal secara mutlak seperti sebab-sebab lain. Ini yang berhubungan dengan bekal materi, adapun bekal ruhani atau ukhrawi maka haruslah ia bawa yaitu ketaqwaan. Oleh karenya Dia berfirman: “Sebab sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah ketaqwaan” dan itulah sebab masuknya seorang ke dalam surge. Maka bertawakkal (berserah diri) dalam memasuki surga tanpa amal maka itu merupakan angan-angan bahkan termasuk kebodohan dan kedunguan. [2.198] Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat áóíúÓó Úóáóíúßõãú ÌõäóÇÍñ Ãóä ÊóÈúÊóÛõæÇ ÝóÖúáÇð ãøöä ÑøóÈøößõãú ÝóÅöÐóÇ ÃóÝóÖúÊõãú ãøöäú ÚóÑóÝóÇÊò ÝóÇÐúßõÑõæÇ Çááøóåó ÚöäÏó ÇáãóÔúÚóÑö ÇáÍóÑóÇãö æóÇÐúßõÑõæåõ ßóãóÇ åóÏóÇßõãú æóÅöä ßõäÊõã ãøöä ÞóÈúáöåö áóãöäó ÇáÖøóÇáøöíäó (198) ÌõäóÇÍñ dosa ÃóÝóÖúÊõãú Kalian kembali ketempat dimana kalian memulai ÇáãóÔúÚóÑö Tempat yang telah ditentukan. Dalam masalah penafsirannya terdapat perbedaan pendapat. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Dahulu ‘Ukaazh (pasar di antara Thoif dan Nakhlah), Majannah (pasar di Marrozh Zhohroon), dan Dzul Majaaz (pasar di dekat ‘Arofah) adalah pasar-pasar pada masa jahiliah (di sekitar Makkah), maka (setelah datang Islam) kaum muslimin merasa berdosa jika mereka berdagang pada saat musim hajji, mak turunlah: “Tidak ada dosa bagai kalian untuk mencari karunia……” di musim-misim hajji.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab hajji dan bab tafsir, juga oleh Ibnu Jariir dan Al-Chaakim, sedangkan Ibnu Katsiir menisbatkan hadits ini kepada riwayat Abdurrozzaaq dan Sa’iid bin Manshuur. Dan diriwayatkan pula dari Abu Umaamah At-Taymiy, ia berkata: “Aku berkata kepada Ibnu Umar: “Sesungguhnya kami adlaah sekelompok orang yang berdagang (yakni ketika musim hajji), maka apakah kami nedapatkan hajji juga?” Ibnu Umar: “Tidakkah kalian bertawaf di Baitulloh, kalian mendatangi ‘Arofah (untuk wukuf), kalian melempar jumroh, dan kalian mencukur rambut kalian?” Kami berkata: “Ya.” Ibnu Umar berkata: “Telah datang seorang lelaki kepada Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – sedangkan ia bertanya tentang apa yang engkau tanyakan kepadaku itu maka beliau tidak tahu apa yang harus beliua katakana kepadanya hingga Jibril – semoga salam tetap atasnya – turun membawa ayat ini: “Tidaklah berdosa atas kalian, jika kalian mencari karunia dari Tuhan kalian…..” maka Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Kalian adalah orang-orang yang berhajji (yakni sah hajjinya walaupun mereka berdagang).” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daawud dalam bab hajji, juga oleh Ibnu Jariir, Al-Chaakim, Al-Bayhaqiy dalam Al-Kubroo dengan sanad yang shaih, dan disahihkan oleh Al-Chaakim serta disetujui oleh Adz-Dzahabiy. Dahulu orang-orang jahiliah bedagang di pasar-pasar ini pada musim hajji, dan mereka meminum khomr dan berbuat maksiat serta saling berbangga-bangga, dan terkadang mereka menghabiskan waktu demikian beberapa bulan sebelum musim hajji. Lalu ketika Islam datang dan memberi tahu tentang buruknya apa yang mereka lakukan di pasar-pasar tersebut, maka mereka takut jikalau terjerumus kepada dosa apabila mereka berdagang pada pasar-pasar tadi selama musim hajji. Maka Allah Yang maha Mulia dan Maha Agung pun mengangkat kesulitan itu dari mereka dan Dia memperbolehkan mereka untuk mencari keuntungan dan karunia (rezqi) dengan berdagang selama mereka menunaikan manasik hajjinya dengan sempurna menurut tatacara yang lengkap. Oleh karena itu beliau mengatakan kepada orang yang bertanya tentang jual-beli dalam ibadah hajji: “kalian benar-benar jama’ah hajji.” Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Ya’mur Ad-Diiliy – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Hajji itu ‘Arofah – tiga kali – oleh karenanya barangsiapa yang mendapati (wukuf) ‘Arofah sebelum terbit fajar maka ia telah mendapati (hajji)…..” hadits ini akan dating secara lengkap. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawuud, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy, dan Ibnu Maajah, dengan sanad yang sahih. Dan diriwayatkan dari ‘Urwah bin Mudhorris – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya –ia berkata: “Aku datang kepada Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – di Muzdalifah yang mana beliau keluar hendak sholat, lalu aku berkata: “Wahai Rasululloh, sesungguhnya aklu datang dari Gunung Thoyy, aku telah menjemukan hewan tunggangan dan memayahkan diriku, demi Allah tidaklah aku meninggalkan satu gunung pun kecuali aku berhenti di situ, maka apakah sah hajjiku?” lalu Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Barangsiapa yang menyaksikan sholat kami ini lalu wukuf bersama kami sehingga kami bertolak, dan ia telah wukuf sebelum itu di ‘Arofah baik malam atau siang harinya maka ia telah sempurna hajjinya dan mtelah menyelesaikan manasiknya (ibadahnya).” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawuud, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy, dan Ibnu Maajah, dengan sanad yang sahih. Dan diriwayatkan dari Jubair bin mUth’im – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – beliau bersabda: “Setiap tempat di ‘Arofah adalah tempat (yang sah) untuk wukuf, dan menjauhlah dari lembah ‘Arofah (atau, dalam riwayat lain, lembah ‘Uronah, sebab ia bukan tempat wukuf). Dan semua area muzdalifah adalah tempat wukuf (yakni mabiit atau bermalam), dan menjauhlah dari lembah Muchassir (sebab ia bukan tempat untuk mabiit), dan semua jalan-jalan atau area (atanah haram) Makkah adalah tempat menyembelih kurban.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan tidaklah mengapa keterputusan hadits rantai periwayatan hadits ini sebagaimana yang dikatakan. Sebab hadits ini sahih karena terdapat hadits-hadits lain yang mendukungnya. Sedangakan dalam hadits Jaabir yang panjang tentang penjelasan ibadah hajji dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bahwasanya beliau bersabda: “Aku berwukuf di sini (di tempatku ini) sedangkan padang ‘Arofah semuanya adalah tempat wukuf, dan aku bermalam di sini sedangkan Jam’ (yakni Muzdalifah) semuanya adalah tempat wukuf.” Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam bab hajji. Wukuf di ‘Arofah merupakan rukun yang paling terbesar di antara rukun-rukun hajji. Oleh karena itu, barangsiapa yang luput dari ‘Arofah maka hajjinya batal (tidak sah) secara kesepakatan ulama. Dan sah wukuf di sana baik siang ataupun malam sebagaimana hadits ‘Urwah yang tersebut di atas. Namun sunnahnya adalah mengumpulkan antara siang dan sedikit bagian dari malam sebagaimana dilakukan oleh Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – sebab beliau tetap di ‘Arofah hingga terbenam matahari. Kemudian beliau bertolka menuju ke Muzdalifah atau disebut juga Jam’ atau Al-Masy’aril Charoom, dan beliau sholat di sana maghrib dan isya’ secara jama’ dan qodhor dengan satu adzaan dan dua iqoomah. Kemudian beliau tidur hingga terbit fajar lalu beliau sholat subuh. Kemudian menghadap qiblat, lalu beliau terus berdoa hingga (matahari) agak terang kemudian beliau bertolak meninggalkan muzdalifah sebelum matahari terbit. Sebagaimana dating keterangannya pada sifat hajji beliau dalam sahih Muslim. Dan mengingat Allah di Al-Masy’aril Charoom termasuk sholat maghrib dan isya’ serta sholat subuh dan doa setelahnya. Para ulama salaf berbeda tentang mabit di Muzdalifah, sebagian mengatakan bahwa itu rukun Hajji, sebagian lain berpendapat: itu termasuk wajib hajji yang dapat ditambal dengan pembayaran dam (denda), sebagian lain mengatakan bahwa itu sunnah, sedangkan menurunkan perbekalan di sana (yakni beristirahat sebentar di sana) adalah wajib. Dan yang kami pilih adalah pendapat yang pertama karena kuatnya dalilnya. Walloohu a’lam. [2.199] Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang Ëõãøó ÃóÝöíÖõæÇ ãöäú ÍóíúËõ ÃóÝóÇÖó ÇáäøóÇÓõ æóÇÓúÊóÛúÝöÑõæÇ Çááøóåó Åöäøó Çááøóåó ÛóÝõæÑñ ÑøóÍöíãñ (199) Diriwayatkan dari ‘Aa-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Adalah Quraisy dan orang yang mengikuti agama mereka, mereka semua berwukuf di Muzdalifah (bukan di ‘Arofah) dan mereka disebut chumus, sedangkan orang-orang Arab lainnya berwukuf di ‘Arofah. Kemudian setelah datang Islam Allah memerintahkan Nabi-Nya – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – untuk mendatangi ‘Arofah kemudian wukuf di sana, kemudian bertolak (ke Muzdalifah) dari sana. Oleh karena itu Allah Yang Maha Luhur berfirman: Ëõãøó ÃóÝöíÖõæÇ ãöäú ÍóíúËõ ÃóÝóÇÖó ÇáäøóÇÓõ Artinya: Kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang-orang banyak…..(Q.S Al-Baqoroh: 199) Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir, Muslim, Abu Daawuud, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Mujtabaa, Ibnu Chibbaan dalam Al-Mawaarid semuanya dalam bab hajji, dan juga diriwayatkan An-Nasaa-iy dalam Al-Kubroo. Dan diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Laki-laki thowaf di Baitulloh selama ia halal (belum ichrom) sehingga ia ichrom hajji. Lalu apabila ia pergi ke ‘Arofah, maka siapa yang mampu untuk menyembelih hewan sembelihan daripada unta, atau sapi, atau kambing, maka hendaklah ia mengorbankan yang ia mampu dari hewan-hewan itu, yang mana yang ia mau. Hanya saja jika ia tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa tiga hari sebelum hari ‘Arofah, lalu jika hari yang terakhir dari tiga hari puasa itu adalah (jatuh pada) hari ‘Arofah maka tidak mengapa. Kemudian bertolaklah hingga wukuf di ‘Arofah dari sholat Ashar hingga (hari) menjadi gelap. Kemudian hendaklah ia bertolak dari ‘Arofah ke Jam’ ketika orang-orang bertolak, kemudian hendaklah ia mengingat Allah sebanyak-banyaknya atau memeprbanyak takbir dan tahlil sebelum datang waktu pagi (sebelum terbit matahari) kemudian bertolaklah, maka orang-orang ketika itu bertolak, dan Allah Yang Maha Luhur berfirman: Ëõãøó ÃóÝöíÖõæÇ ãöäú ÍóíúËõ ÃóÝóÇÖó ÇáäøóÇÓõ æóÇÓúÊóÛúÝöÑõæÇ Çááøóåó Åöäøó Çááøóåó ÛóÝõæÑñ ÑøóÍöíãñ (199) Artinya: “Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Al-Baqoroh: 199) Sehingga kalian melempar jumroh. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir, dan ini termasuk hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy sendiri. Kedua hadits tersebut menunjukkan bahwasanya wuquf adalah di ‘Arofah, kemudian dari sana bertolak ke Muzdalifah bersama orang-orang sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Arab sebelum Islam dalam rangka mengikuti Kholiilur Rochmaan (Nabi Ibrahim). Adalah Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – wukuf bersama mereka (sebelum turun ayat ini) berdasarkan ilham dari Allah, berbeda dengan yang dilakukan Quraisy dan orang-orang yang mengikuti agama mereka, yang mana mereka wukuf di Muzdalifah karena mereka tidak mau keluar dari batas tanah haram (sedangkan muzdalifah masih masuk kawasan tanah haram, adapun Arofah dekat dengan Muzdalifah namun sudah keluar dari kawasan haram Makkah). Maka ketika datang Islam, Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – tidak menyamai Quraisy, yaitu beliau wukuf di ‘Arofah dan bertolak dari sana sebagai pelaksanaan perintah Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung. Kemudian beliau menyalahi mereka juga untuk kedua kalinya yaitu dengann singgahnya beliau di Mina setelah dari Muzdalifah sebelum terbit matahari dari hari raya kurban. @Kehidupan akhirat 2: 200 - 202 [2.200] Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat ÝóÅöÐóÇ ÞóÖóíúÊõã ãøóäóÇÓößóßõãú ÝóÇÐúßõÑõæÇ Çááøóåó ßóÐößúÑößõãú ÂÈóÇÁóßõãú Ãóæú ÃóÔóÏøó ÐößúÑÇð Ýóãöäó ÇáäøóÇÓö ãóä íóÞõæáõ ÑóÈøóäóÇ ÂÊöäóÇ Ýöí ÇáÏøõäúíóÇ æóãóÇ áóåõ Ýöí ÇáÂÎöÑóÉö ãöäú ÎóáÇÞò (200) ãøóäóÇÓößóßõãú Kata manasik adalah bentuk jama’ dari mansak atau mansik dan ia adalah isim seperti halnya masyriq dan maghrib. Nasaka ar-rojulu yansiku naskan semakna dengan dzabacha (yadzbachu dzabchan) artiya menyembelih, yang dimaksdu di sini adalah menumpakan darah hewan kurban (sebagai dam / denda tamattu’ tadi) ãöäú ÎóáÇÞò Kholaaq di sini semakna dengan nashiib artinya: bagian. [2.201] Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" æóãöäúåõã ãøóä íóÞõæáõ ÑóÈøóäóÇ ÂÊöäóÇ Ýöí ÇáÏøõäúíóÇ ÍóÓóäóÉð æóÝöí ÇáÂÎöÑóÉö ÍóÓóäóÉð æóÞöäóÇ ÚóÐóÇÈó ÇáäøóÇÑö (201) ÂÊöäóÇ Ýöí ÇáÏøõäúíóÇ ÍóÓóäóÉð (kebaikan di dunia ini maksudnya adalah) kesehatan atau keselamatan. ÞöäóÇ Jauhkanlah dari kami Diriwayatkan dari Qotadah – semoga Allah Yang Maha Luhur merahmatinya – bahwasanya ia bertanya kepada Anas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – yaitu: “Doa apa yang sering dibaca oleh Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau? Anas berkata: “Doa yang sering dibaca oleh Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – adalah: Çóááøðåõãøó ÂÊöäóÇ Ýöí ÇáÏøõäúíóÇ ÍóÓóäóÉð æóÝöí ÇúáÂÎöÑóÉö ÍóÓóäóÉð æóÞöäóÇ ÚóÐóÇÈó ÇáäøóÇÑö Artinya: “Ya Allah, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa api neraka.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab tafsir dan dalam bab doa, Muslim dalam bab zikir dan doa, dan selain keduanya. Ibnu Katsiir – semoga Allah Yang Maha Luhur merahmatinya – berkata dalam tafsirnya: “Doa ini mengumpulkan segala kebaikan di dunia dan memalingkan segala keburukan, sebab sesungguhnya kebaikan di dunia meliputi segala tuntutan duniawi, seperti: kesehatan, rumah yang luas, isteri yang cantik, rezqi yang luas, ilmu yang bermanfaat, amal yang salih, kendaraan yang nyaman, pujian yang baik. Adapun kebaikan akhirat maka yang paling tinggi adalah masuk surge, dan segala yang mengikutinya yaitu keamanan dari ketakutan yang dahsyat pada padang mahsyar, kemudahan hisab, dan seliannya berupa hal-hal akhirat yang baik, adapun keselamatan dari api neraka maka itu menuntut (penjagaan) di dunia daripada segala sebab-sebab yang memudahkannya berupa melakukan hal-hal yang diharamkan dan dosa, serta meninggalkan hala-hal yang syubhat dan haram.” [2.202] Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya ÃõæúáóÆößó áóåõãú äóÕöíÈñ ãøöãøóÇ ßóÓóÈõæÇ æóÇááøóåõ ÓóÑöíÚõ ÇáÍöÓóÇÈö (202) äóÕöíÈñ bagian @Hajji 2: 203 [2.203] Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya æóÇÐúßõÑõæÇ Çááøóåó Ýöí ÃóíøóÇãò ãøóÚúÏõæÏóÇÊò Ýóãóä ÊóÚóÌøóáó Ýöí íóæúãóíúäö ÝóáÇó ÅöËúãó Úóáóíúåö æóãóä ÊóÃóÎøóÑó ÝóáÇó ÅöËúãó Úóáóíúåö áöãóäö ÇÊøóÞóì æóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøóßõãú Åöáóíúåö ÊõÍúÔóÑõæäó (203) æóÇÐúßõÑõæÇ Çááøóåó Ýöí ÃóíøóÇãò ãøóÚúÏõæÏóÇÊò Hari-hari Tasyriq (tiga hari setelah idul adha, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzul Chijjah) Diriwayatkan dari Nubaysyah Al-Hudzaliy – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Hari-hari tasyriiq (11, 12, dan 13 Dzul Chijjah) adalah hari-hari untuk makan, minum dan mengingat Allah.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan juga oleh Muslim dalam bab puasa, yaitu bab pengharaman puasa pada hari-hari tasyriiq. Dan telah lalu hadits Abdurrahman bin Ya’mur Ad-Diiliy ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Haji itu ‘Arofah, Hajji itu ‘Arofah, hari-hari Mina itu ada tiga hari, siapa yang tergesa (ingan cepat meninggalkan Mina) sesudah dua hari maka tidak ada dosa baginya, dan barangsiapa yang ingin menunda (keberangkatannya dari dua hari itu) maka tidak ada dosa baginya, dan barangsiapa yang mendapati wuquf di ‘Arofah sebelum terbit fajar maka ia telah mendapati hajji.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan empat orang ahli hadits lainnya (yaitu: At-Turmudziy, An-Nasaa-iy, Abu Daawud dan Ibnu Maajah), dan telah terdahulu hadits ini secara ringkas sebelum dua ayat ini. Hari-hari Tasyriiq adalah hari-hari Mina yaitu hari-hari yang terbilang (yakni hari –hari dimana para jama’ah hajji melontar jumroh di Mina, yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Dzul Chijjah). Adapun firman Allah Yang Maha Luhur: “Faman ta’ajjala” [artinya: maka barangsiapa yang tergesa atau ingin cepat berangkat (meninggalkan Mina)] maknanya bahwasanya siapa saja yang melempar jumroh dalam dua hari (tanggal 11 dan 12) kemudian ia berangkat (meninggalkan Mina) dan bersegera maka tidak ada dosa baginya, dan barangsiapa yang melengkapi (melontar jumroh hingga) tiga hari maka tidak ada dosa pula baginya, dan itu merupakan sunnah (tradisi) yang sempurna yang dilakukan oleh Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dalam hajji beliau. @Orang-orang munafiq dan pengrusak 2: 204 – 206 [2.204] Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras æóãöäó ÇáäøóÇÓö ãóä íõÚúÌöÈõßó Þóæúáõåõ Ýöí ÇáÍóíóÇÉö ÇáÏøõäúíóÇ æóíõÔúåöÏõ Çááøóåó Úóáóì ãóÇ Ýöí ÞóáúÈöåö æóåõæó ÃóáóÏøõ ÇáÎöÕóÇãö (204) ÃóáóÏøõ ÇáÎöÕóÇãö Yang keras perbantahannya atau pertengkarannya. Diriwayatkan dari ‘Aa-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Orang yang paling dibenci di sisi Allah adalah orang yang sengit pertengkarannya (atau perbantahannya).” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan Al-Bukhooriy dalam bab tafsir, bab perilaku zalim, dan bab hukum-hukum, dan juga oleh Muslim dalam bab ilmu, juga oleh At-Turmudziy dalam bab tafsir, dan oleh An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo dan Al-Mujtabaa. Hadits tersbeut sangat jelas pada para pengacara dan begitu juga pada orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada ilmu yang suka berdebat dan berbantah-bantahan dalam maslaah-masalah khilafiah. Padahal Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – telah bersabda: “Tidaklah tersesat sebuah kaum setelah mendapat petunjuk kecuali karena mereka diberi kesenangan untuk berdebat.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan At-Turmudziy pada bab Tafsir dan disahihkan olehnya. [2.205] Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan æóÅöÐóÇ Êóæóáøóì ÓóÚóì Ýöí ÇáÃóÑúÖö áöíõÝúÓöÏó ÝöíåóÇ æóíõåúáößó ÇáÍóÑúËó æóÇáäøóÓúáó æóÇááøóåõ áÇó íõÍöÈøõ ÇáÝóÓóÇÏó (205) ÇáÍóÑúËó æóÇáäøóÓúáó Tanaman dan keturunan segala sesuatu. Sebagian lain mengatakan bahwa maknanya adalah: ia membunuhi ayah dan ibu mereka sehingga terputus keturunan keduanya. [2.206] Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahanam. Dan sungguh neraka Jahanam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya æóÅöÐóÇ Þöíáó áóåõ ÇÊøóÞö Çááøóåó ÃóÎóÐóÊúåõ ÇáÚöÒøóÉõ ÈöÇáÅöËúãö ÝóÍóÓúÈõåõ Ìóåóäøóãõ æóáóÈöÆúÓó ÇáãöåóÇÏõ (206) ÝóÍóÓúÈõåõ Maknanya: Cukup baginya @Allah itu Maha Lemah Lembut kepada para hamba-Nya 2: 207 [2.207] Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya æóãöäó ÇáäøóÇÓö ãóä íóÔúÑöí äóÝúÓóåõ ÇÈúÊöÛóÇÁó ãóÑúÖóÇÊö Çááøóåö æóÇááøóåõ ÑóÁõæÝñ ÈöÇáúÚöÈóÇÏö (207) íóÔúÑöí menjual @Setan adalah musuh yang nyata bagi manusia 2: 208 [2.208] Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÇÏúÎõáõæÇ Ýöí ÇáÓøöáúãö ßóÇÝøóÉð æóáÇó ÊóÊøóÈöÚõæÇ ÎõØõæóÇÊö ÇáÔøóíúØóÇäö Åöäøóåõ áóßõãú ÚóÏõæøñ ãøõÈöíäñ (208) Ýöí ÇáÓøöáúãö Maknanya di sini adalah: Islam. Dan dalam hal ini juga terdapat perbedaan dalam maknanya. ßóÇÝøóÉð Secara keseluruhan @Orang-orang yang tidak beriman (kafir) setelah mereka beriman 2: 209 – 210 [2.209] Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana ÝóÅöä ÒóáóáúÊõã ãøöäú ÈóÚúÏö ãóÇ ÌóÇÁóÊúßõãõ ÇáÈóíøöäóÇÊõ ÝóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøó Çááøóåó ÚóÒöíÒñ Íóßöíãñ (209) ÝóÅöä ÒóáóáúÊõã (zalaltum terambil dari kata az-zalal yang arti asalnya adalah kesalahan)yang dimaksud di sini adalah kemusyrikan [2.210] Tiada yang mereka nanti-nantikan melainkan datangnya Allah dan malaikat (pada hari kiamat) dalam naungan awan, dan diputuskanlah perkaranya. Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan åóáú íóäÙõÑõæäó ÅöáÇøó Ãóä íóÃúÊöíóåõãõ Çááøóåõ Ýöí Ùõáóáò ãøöäó ÇáÛóãóÇãö æóÇáúãóáÇÆößóÉõ æóÞõÖöíó ÇáÃóãúÑõ æóÅöáóì Çááøóåö ÊõÑúÌóÚõ ÇáÃõãõæÑõ (210) Ýöí Ùõáóáò ãøöäó ÇáÛóãóÇãö Itu merupakan satu perkara dari beberapa perkara Allah yang agung, yang mana banyak perbedaan pendapat tentangnya,dan Dia Yang Maha Mulia lagi Maha Agung-lah Yang Maha mengetahuinya @Tanda-tanda kebenaran yang jelas yang dikirim kepada bani Israil 2: 211 [2.211] Tanyakanlah kepada Bani Israel: "Berapa banyaknya tanda-tanda (kebenaran) yang nyata, yang telah Kami berikan kepada mereka". Dan barang siapa yang menukar ni`mat Allah setelah datang nikmat itu kepadanya, maka sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya Óóáú Èóäöí ÅöÓúÑóÇÆöíáó ßóãú ÂÊóíúäóÇåõã ãøöäú ÂíóÉò ÈóíøöäóÉò æóãóä íõÈóÏøöáú äöÚúãóÉó Çááøóåö ãöäú ÈóÚúÏö ãóÇ ÌóÇÁóÊúåõ ÝóÅöäøó Çááøóåó ÔóÏöíÏõ ÇáÚöÞóÇÈö (211) @Dunia ini di mata orang-orang kafir 2: 212 [2.212] Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas Òõíøöäó áöáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ ÇáÍóíóÇÉõ ÇáÏøõäúíóÇ æóíóÓúÎóÑõæäó ãöäó ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ æóÇáøóÐöíäó ÇÊøóÞóæúÇ ÝóæúÞóåõãú íóæúãó ÇáÞöíóÇãóÉö æóÇááøóåõ íóÑúÒõÞõ ãóä íóÔóÇÁõ ÈöÛóíúÑö ÍöÓóÇÈò (212) @Misi para nabi 2: 213 [2.213] Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus ßóÇäó ÇáäøóÇÓõ ÃõãøóÉð æóÇÍöÏóÉð ÝóÈóÚóËó Çááøóåõ ÇáäøóÈöíøöíäó ãõÈóÔøöÑöíäó æóãõäÐöÑöíäó æóÃóäÒóáó ãóÚóåõãõ ÇáßöÊóÇÈó ÈöÇáúÍóÞøö áöíóÍúßõãó Èóíúäó ÇáäøóÇÓö ÝöíãóÇ ÇÎúÊóáóÝõæÇ Ýöíåö æóãóÇ ÇÎúÊóáóÝó Ýöíåö ÅöáÇøó ÇáøóÐöíäó ÃõæÊõæåõ ãöäú ÈóÚúÏö ãóÇ ÌóÇÁóÊúåõãõ ÇáÈóíøöäóÇÊõ ÈóÛúíÇð Èóíúäóåõãú ÝóåóÏóì Çááøóåõ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ áöãóÇ ÇÎúÊóáóÝõæÇ Ýöíåö ãöäó ÇáÍóÞøö ÈöÅöÐúäöåö æóÇááøóåõ íóåúÏöí ãóä íóÔóÇÁõ Åöáóì ÕöÑóÇØò ãøõÓúÊóÞöíãò (213) ÈóÛúíÇð Kedurhakaan dan permusuhan Diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – tentang firman Allah Yang Maha Luhur: ÝóåóÏóì Çááøóåõ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ áöãóÇ ÇÎúÊóáóÝõæÇ Ýöíåö Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman tentang hal yang mereka perselisihkan itu Abu Huroiroh berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Kita adalah ummat yang terakhir namun yang pertama pada hari kiamat. Kita adalah orang-orang yang pertama masuk surga pada hari kiamat, meskipun mereka diberi kitab sebelum kita dan kita diberikan kitab setelah mereka, maka kita ditunjuki oleh Allah dengan izin-Nya kepada kebenaran yang mereka perselisihkan. Maka hari ini (yakni hari jum’at) adalah yang diperselisihkan oleh mereka, lalu Allah memberi kita petunjuk kepadanya, maka manusia dalam hal ini menjadi pengikut kita. Sedangkan besok (yakni hari sabtu) untuk Yahudi dan besok lusa (hari ahad atau minggu) untuk Nasrani.” Hadist ini diriwayatkan oleh Abdurrozzaaq dalam bab tafsir, Ahmad, Al-Bukhooriy, Muslim, dan selian mereka dalam bab Jum’at akan tetapi tanpa menyebutkan ayatnya. Adapun penyebutan ayat ada pada riwayat Ibnu Jariir, Ibnu Abi Chaatim, dan juga Abdurrozzaaq dan sanadnya sahih. Dalam hadits tersebut terdapat keutamaan ummat ini yang mana Allah memeberi mereka petunjuk untuk memilih hari Jum’at, sedangkan Yahudi dan Nasrani dipalingkan darinya. Dan diriwayatkan dari ‘Aa-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – adalah jika beliau bangun daripada malam hari beliau sholat, mengucapkan: “Ya Allah, wahai Tuhannya Jibril, Mikail, dan Isrofil, wahai Pencipta langit dan bumi, Wahai Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Engkaulah yang menghukumi antara para hamba-Mu dalam hal-hal yang mereka berselisih tentangnya, tunjukilah aku kepada kebenaran dengan izinmu yang mana mereka berselisih tentangnya, sesungguhnya Engkau menunjuki siapa saja yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan Muslim dalam bab sholat malam. Dalam doa itu terdapat penukilan dari ayat yang mulia di atas. Dan itu teramsuk doa twajjuh dan pembuka sholat, maka hendaknya seorang muslim berdoa dengan doa itu sebab ia mengadung permintaan hidayah (petunjuk) kepada jalan yang lurus yang mana telah lama para hamba berselisih tentangnya. @Cobaan dalam hidup ini 2: 214 [2.214] Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat Ãóãú ÍóÓöÈúÊõãú Ãóä ÊóÏúÎõáõæÇ ÇáÌóäøóÉó æóáóãøóÇ íóÃúÊößõã ãøóËóáõ ÇáøóÐöíäó ÎóáóæúÇ ãöä ÞóÈúáößõã ãøóÓøóÊúåõãõ ÇáÈóÃúÓóÇÁõ æóÇáÖøóÑøóÇÁõ æóÒõáúÒöáõæÇ ÍóÊøóì íóÞõæáó ÇáÑøóÓõæáõ æóÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ãóÚóåõ ãóÊóì äóÕúÑõ Çááøóåö ÃóáÇó Åöäøó äóÕúÑó Çááøóåö ÞóÑöíÈñ (214) æóÒõáúÒöáõæÇ Kata zulziluu di sini maknanya (berguncang perasaannya)karena takut bukan karena gempa atau goncangan bumi. @Para penerima sedekah 2: 215 [2.215] Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya íóÓúÃóáõæäóßó ãóÇÐóÇ íõäÝöÞõæäó Þõáú ãóÇ ÃóäÝóÞúÊõã ãøöäú ÎóíúÑò ÝóáöáúæóÇáöÏóíúäö æóÇáÃóÞúÑóÈöíäó æóÇáúíóÊóÇãóì æóÇáúãóÓóÇßöíäö æóÇÈúäö ÇáÓøóÈöíáö æóãóÇ ÊóÝúÚóáõæÇ ãöäú ÎóíúÑò ÝóÅöäøó Çááøóåó Èöåö Úóáöíãñ (215) @Negara Islam membela atau mempertahankan kaum muslimin 2: 216 [2.216] Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui ßõÊöÈó Úóáóíúßõãõ ÇáÞöÊóÇáõ æóåõæó ßõÑúåñ áøóßõãú æóÚóÓóì Ãóä ÊóßúÑóåõæÇ ÔóíúÆÇð æóåõæó ÎóíúÑñ áøóßõãú æóÚóÓóì Ãóä ÊõÍöÈøõæÇ ÔóíúÆÇð æóåõæó ÔóÑøñ áøóßõãú æóÇááøóåõ íóÚúáóãõ æóÃóäúÊõãú áÇó ÊóÚúáóãõæäó (216) ßõÑúåñ áøóßõãú Sesuatu yang tidak disukai @Berperang pada bulan-bulan haram merupakan dosa besar 2: 217 [2.217] Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya íóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáÔøóåúÑö ÇáÍóÑóÇãö ÞöÊóÇáò Ýöíåö Þõáú ÞöÊóÇáñ Ýöíåö ßóÈöíÑñ æóÕóÏøñ Úóä ÓóÈöíáö Çááøóåö æóßõÝúÑñ Èöåö æóÇáúãóÓúÌöÏö ÇáÍóÑóÇãö æóÅöÎúÑóÇÌõ Ãóåúáöåö ãöäúåõ ÃóßúÈóÑõ ÚöäÏó Çááøóåö æóÇáúÝöÊúäóÉõ ÃóßúÈóÑõ ãöäó ÇáÞóÊúáö æóáÇó íóÒóÇáõæäó íõÞóÇÊöáõæäóßõãú ÍóÊøóì íóÑõÏøõæßõãú Úóä Ïöíäößõãú Åöäö ÇÓúÊóØóÇÚõæÇ æóãóä íóÑúÊóÏöÏú ãöäßõãú Úóä Ïöíäöåö ÝóíóãõÊú æóåõæó ßóÇÝöÑñ ÝóÃõæúáóÆößó ÍóÈöØóÊú ÃóÚúãóÇáõåõãú Ýöí ÇáÏøõäúíóÇ æóÇáÂÎöÑóÉö æóÃõæúáóÆößó ÃóÕúÍóÇÈõ ÇáäøóÇÑö åõãú ÝöíåóÇ ÎóÇáöÏõæäó (217) æóÕóÏøñ mencegah íóÑúÊóÏöÏú kembali ÍóÈöØóÊú Batal dan hilang @Kasih sayang Allah 2: 218 [2.218] Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang Åöäøó ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ æóÇáøóÐöíäó åóÇÌóÑõæÇ æóÌóÇåóÏõæÇ Ýöí ÓóÈöíáö Çááøóåö ÃõæúáóÆößó íóÑúÌõæäó ÑóÍúãóÉó Çááøóåö æóÇááøóåõ ÛóÝõæÑñ ÑøóÍöíãñ (218) @Minuman keras dan judi 2: 219 [2.219] Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir íóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáÎóãúÑö æóÇáúãóíúÓöÑö Þõáú ÝöíåöãóÇ ÅöËúãñ ßóÈöíÑñ æóãóäóÇÝöÚõ áöáäøóÇÓö æóÅöËúãõåõãóÇ ÃóßúÈóÑõ ãöä äøóÝúÚöåöãóÇ æóíóÓúÃóáõæäóßó ãóÇÐóÇ íõäÝöÞõæäó Þõáö ÇáÚóÝúæó ßóÐóáößó íõÈóíøöäõ Çááøóåõ áóßõãõ ÇáÂíóÇÊö áóÚóáøóßõãú ÊóÊóÝóßøóÑõæäó (219) æóÇáúãóíúÓöÑö Berjudi dengan segala sesuatu yang dibuat berjudi Þõáö ÇáÚóÝúæó Apa-apa yang lebih dari (nafkah) keluargamu baik sedikit ataupun banyak Diriwayatkan dari Umar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya ia berkata: “Ya Allah jelaskanlah kepada kamitentang khomr (minuman keras) dengan penjelasan yang melegakan.” Maka turunlah ayat ini dalam surat Al-Baqoroh: íóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáÎóãúÑö æóÇáúãóíúÓöÑö.....(ÇáÈÞÑÉ: 219) Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (wahai Rasul) tentang khomr dan judi……” (Q.S Al-Baqoroh: 219) maka dipanggillah Umar dan dibacakan ayat tersebut, lalu ia berkata lagi: “Ya Allah jelaskanlah kepada kami tentang khomr dengan penjelasan yang melegakan.” Lalu turunlah ayat yang ada di surat An-Nisaa’: íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ áÇó ÊóÞúÑóÈõæÇ ÇáÕøóáÇÉó æóÃóäúÊõãú ÓõßóÇÑóì..... (ÇáäÓÇÁ: 43) Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendekati salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk,….” (Q.S An-Nisaa’: 43) Maka juru panggil Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – jika mengumandangkan iqomah untuk sholat, ia juga berseru: “Hendaklah tidak mendekati sholat seorangpun yang masih dalam keadaan mabuk.” Lalu dipanggillah Umar dan dibacakan ayat tersebut kepadanya, lalu ia berkata: “Ya Allah jelaskanlah kepada kami tentang khomr dengan sebuah penjelasan yang melegakan.” Maka turunlah ayat yang ada dalam surat Al-Maa-idah. Lalu dipanggillah Umar dan dibacakan ayat tersebut kepadanya, lalu ketika sampai pada firman-Nya: .....Ýóåóáú ÃóäÊõã ãøõäÊóåõæäó (ÇáãÇÆÏÉ: 91) Artinya: “……maka apakah kalian berhenti.” (yakni hendaklah kalian berhenti) (Q.S Al-Maa-idah: 91) Umar berkata: “Kami telah berhenti, kami telah berhenti.” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daawuud, At-Turmudziy dalam tafsir surat Al-Maa-idah, An-Nasaa-iy dalam bab minuman, Al-Chaakim, Al-Bayhaqiy dan selain mereka, di sahihkan oleh Al-Chaakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy, Ibnu Katsiir menukil dalam tafsirnya, juga Ibnu Chajar dalam Fatchul Baarii-nya bahwasanya Ali bin Al-Madiiniy dan At-Turmudziy mensahihkan hadits ini, dan untuk makna hadits ini terdapat dua hadits pendukung: yang satu adalah riwayat Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Ahmad, dan yang kedua adalah dari Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Ath-Thoyaalisiy. Adalah pengharaman khomr melewati tiga tahap sebagaimana dijelaskan oleh hadits di atas, dan hal itu karena memandang pengaruh yang sangat kuat pada orang-orang pada zaman itu dalam meminum khomr, maka itu menuntut hikmah ilahi untuk mengharamkannya secara bertahap, dan sehingga mereka betul-betul memperhatikan bahayanya secara akal dan secara social (kemasyarakatan), dan sehingga mereka semua menyaksikan apa akibat dari orang-orang yang meminumnya, sebagaimana nanti akan datang penjelasan tentang hal itu dalam surat Al-Maa-idah, insyaa Alloohu Ta’aalaa. Dalam ayat mulia di atas terdapat dalil bahwa sisi mafsadah (kerusakan) lebih didahulukan atas sisi maslahat (kebaikan atau kemanfaatan). Itu merupakan salah satu kaidah dari sekian banyak kaidah fiqih Islam, dan dasar dari dasar-dasar agama yang dibawa oleh Islam. Sebab syari’at terbangun atas dasar menarik manfaat dan menolak mudarat (mara bahaya), maka yang mana yang lebih unggul, maka ia didahulukan. Adapun manfaat khomr dan judi tidak dapat mengalahkan mafsadahnya. Oleh karenanya Allah Yang Maha Luhur berfirman: “dan dosa atau bahaya keduanya (judi dan khomr) lebih besar daripada manfaat keduanya.” Adapun tentang firman Allah Yang Maha Luhur: æóíóÓúÃóáõæäóßó ãóÇÐóÇ íõäÝöÞõæäó Þõáö ÇáÚóÝúæó ßóÐóáößó íõÈóíøöäõ Çááøóåõ áóßõãõ ÇáÂíóÇÊö áóÚóáøóßõãú ÊóÊóÝóßøóÑõæäó (ÇáÈÞÑÉ: 219) Artinya: “Dan mereka bertanya kepada engkau (wahai Rasul) tentang apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir. (Q.S Al-Baqoroh: 219) Diriwayatkan dari Jaabir – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia bersabda kepada seorang lelaki: “Mulailah dari dirimu sendiri, maka bersedekahlah untuknya, jika lebih maka untuk keluargamu, jika lebih dari yang untuk keluargamu, maka untuk kerabatmu, dan jika masih lebih apa yang engkau berikan kepada kerabatmu maka seperti ini dan seperti ini. (yakni untuk orang-orang lain)” Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam bab zakat, yakni dalam masalah memulai dalam hal nafkah dari diri sendiri kemudian keluarga. Dan diriwayatkan dari Abu Umaamah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau jika mengeluarkan yang lebih maka itu lebih baik bagimu, dan jika engkau menahannya maka itu buruk bagimu, dan engkau tidak dicela karena hidup sederahana (mengambil dari hartamu itu yang mencukupi kebutuhan utamamu), dan mulailah (membagi kelebihan itu) dengan orang yang engkau tanggung (yakni keluargamu). Dan tangan di atas lebih baik daripada tangan dibawah.” Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim juga dalam bab zakat, dalam masalah tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Dalam dua hadits yang mulia terdapat penjelasan bagaimana seharusnya seseorang mengatur nafkah atau infaqnya yang mana hal itu ditanyakan oleh para sahabat, semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi mereka. Yaitu (yang dinfaqkan adalah) kelebihan yang lebih dari kebutuhan seseorang berupa nafkah-nafkah yang wajib. Dan dalam hadits Abu Umaamah terdapat penjelasan bahwa menahan harta tidak untuk sutau keperluan yang mendesak adalah suatu keburukan, dan bahwasanya tidak ada celaan atau cacian dalam segala yang dibutuhkan oleh seseorang daripada rezqi yang sangat diperlukannya (untuk kebutuhannya), yaitu yang disebut sebagar kesederhanaan, yakni yang mencukupi tanpa lebih atau kurang. @Memelihara anak yatim dengan kasih sayang 2: 220 [2.220] tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana Ýöí ÇáÏøõäúíóÇ æóÇáÂÎöÑóÉö æóíóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáíóÊóÇãóì Þõáú ÅöÕúáÇÍñ áøóåõãú ÎóíúÑñ æóÅöä ÊõÎóÇáöØõæóåõãú ÝóÅöÎúæóÇäõßõãú æóÇááøóåõ íóÚúáóãõ ÇáãõÝúÓöÏó ãöäó ÇáãõÕúáöÍö æóáóæú ÔóÇÁó Çááøóåõ áÃóÚúäóÊóßõãú Åöäøó Çááøóåó ÚóÒöíÒñ Íóßöíãñ (220) áÃóÚúäóÊóßõãú Sungguh akan membebani kalian dan menyempitkan kalian akan tetapi dengan keutamaan dan kasih sayang-Nya Allah melapangkan dan memudahkan Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Ketika turun ayat: æóáÇó ÊóÞúÑóÈõæÇ ãóÇáó ÇáíóÊöíãö ÅöáÇøó ÈöÇáøóÊöí åöíó ÃóÍúÓóäõ..... (ÇáÃäÚÇã: 152) Artinya: “Dan janganlah kalian mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang paling baik……” (Q.S Al-An’aam: 152) Dan juga ayat: Åöäøó ÇáøóÐöíäó íóÃúßõáõæäó ÃóãúæóÇáó ÇáíóÊóÇãóì ÙõáúãÇð ÅöäøóãóÇ íóÃúßõáõæäó Ýöí ÈõØõæäöåöãú äóÇÑÇð æóÓóíóÕúáóæúäó ÓóÚöíÑÇð (ÇáäÓÇÁ:10) Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara lalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (Q.S An-Nisaa’: 10) Maka mulailah orang-orang yang memiliki anak yatim, memisahkan makanan mereka dari makanan si Yatim, minuman mereka dari minuman si Yatim, sehingga apabila ada kelebihan makanan, mereka menyimpannya untuk si Yatim sehingga si Yatim itu memakannya atau (karena si Yatim tidak memakannya sehingga) makanan tersebut rusak. Maka hal tersebut memberatkan bagi mereka. Lalu mereka menyebutkan hal itu kepada Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – lalu Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menurunkan: .....æóíóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáíóÊóÇãóì Þõáú ÅöÕúáÇÍñ áøóåõãú ÎóíúÑñ.....(ÇáÈÞÑÉ: 220) Artinya: “…..dan mereka bertanya kepadamu tentang anak-anak yatim, katakanlah: “berbuat baik bagi mereka adalah sebuah kebaikan….” (Q.S Al-Baqoroh: 220) Maka mereka pun mencampurkan makanan mereka dengan makanan si Yatim dan minuman mereka dengan minuman si Yatim. Hadits riwayat Abu Daawuud dalam bab wasiat, An-Nasaa-iy dalam Al-Kubroo, Ibnu Jariir, Ibnu Abi Chaatim, Al-Chaakim dan disahihkan olehnya serta disepakati oleh Adz-Dzahabiy, dan tidak mengapa adanya ‘Athoo’ bin As-Saa-ib dalam sanad (rentetan perawi) hadits tersebut sebab isi hadits tersebut telah disepakati oleh para ahli tafsir, dan datangnya keterangan tentang isi hadits tersebut dari para ahli tafsir dari kalangan sahabat dan tabi’in. Adapun firman-Nya Yang Maha Luhur: “La-a’natakum”, (berasal dari kata) al-‘anat yang berarti kesulitan, maknanya: seandainya Allah Yang Maha Suci berkehendak maka Dia akan memasukkan kesulitan dan menyulitkan kalian dalam urusan anak-anak yatim, akan tetapi Dia Yang Maha Luhur memudahkan atas kalian dalam mencampur (harta) mereka dengan harta kalian. Dalam ayat yang mulia tersebut terdapat dalil bahwa melaksanakan atau mengurusi urusan anak-anak yatim haruslah dengan niat mencari kemaslahatan (kebaikan). Sebab perbuatan buruk (penganiayaan atau kezaliman) kepada anak Yatim dalam bentuk terhitung dalam jajaran dosa-dosa besar. Oleh karena itu Islam mendorong untuk berbuat baik bagi mereka dan menjaga hak-hak mereka, dan syari’at menjadikan seorang yang memelihara anak yatim bersama Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – di surge. Dan Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Sebaik-baik rumah adalah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang dipelihara dengan baik, dan sejelek-jelek rumah adalah yang mana di dalamnya terdapat anak yatim yang dizalimi. @Orang-orang yang diizinkan untuk dinikahi oleh seorang muslim 2: 221 [2.221] Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran æóáÇó ÊóäßöÍõæÇ ÇáãõÔúÑößóÇÊö ÍóÊøóì íõÄúãöäøó æóáÃóãóÉñ ãøõÄúãöäóÉñ ÎóíúÑñ ãøöä ãøõÔúÑößóÉò æóáóæú ÃóÚúÌóÈóÊúßõãú æóáÇó ÊõäßöÍõæÇ ÇáãõÔúÑößöíäó ÍóÊøóì íõÄúãöäõæÇ æóáóÚóÈúÏñ ãøõÄúãöäñ ÎóíúÑñ ãøöä ãøõÔúÑößò æóáóæú ÃóÚúÌóÈóßõãú ÃõæúáóÆößó íóÏúÚõæäó Åöáóì ÇáäøóÇÑö æóÇááøóåõ íóÏúÚõæ Åöáóì ÇáÌóäøóÉö æóÇáúãóÛúÝöÑóÉö ÈöÅöÐúäöåö æóíõÈóíøöäõ ÂíóÇÊöåö áöáäøóÇÓö áóÚóáøóåõãú íóÊóÐóßøóÑõæäó (221) @Haidh 2: 222 [2.222] Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri æóíóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáãóÍöíÖö Þõáú åõæó ÃóÐðì ÝóÇÚúÊóÒöáõæÇ ÇáäøöÓóÇÁó Ýöí ÇáãóÍöíÖö æóáÇó ÊóÞúÑóÈõæåõäøó ÍóÊøóì íóØúåõÑúäó ÝóÅöÐóÇ ÊóØóåøóÑúäó ÝóÃúÊõæåõäøó ãöäú ÍóíúËõ ÃóãóÑóßõãõ Çááøóåõ Åöäøó Çááøóåó íõÍöÈøõ ÇáÊøóæøóÇÈöíäó æóíõÍöÈøõ ÇáãõÊóØóåøöÑöíäó (222) Þõáú åõæó ÃóÐðì Kotoran atau najis ÍóÊøóì íóØúåõÑúäó Sampai darah haid berhenti dari mereka ÝóÅöÐóÇ ÊóØóåøóÑúäó Mandi (bersuci) dengan iar untuk melaksanakan sholat ÝóÃúÊõæåõäøó Lakukanlah hubungan suami istri pada mereka ãöäú ÍóíúËõ ÃóãóÑóßõãõ Çááøóåõ Dari segi yang Allah perbolehkan dan menghalalkannya ÇáúãõÊõØóåöøÑöíúäó (orang-orang yang bersuci) dengan air (dari najis), sebagian lain mengatakan: orang-orang yang bersuci dari berbuat dosa, dan mnejaga dirinya agar tidak kembali kepadanya setelah ia bertaubat darinya. Diriwayatkan dari Anas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Yahudi apabila seorang wanita dari mereka haidh di tengah-tengah mereka, mereka tidak akan makan bersamanya dan tidak akan mengumpulkannya di satu rumah. Lalu para sahabat Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bertanya kepada Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – maka Allah Yang Maha Luhur menurunkan: æóíóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáãóÍöíÖö Þõáú åõæó ÃóÐðì ÝóÇÚúÊóÒöáõæÇ ÇáäøöÓóÇÁó Ýöí ÇáãóÍöíÖö.....(ÇáÈÞÑÉ:222) Artinya: dan mereka bertanya kepadamu (wahai Rasul) tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauh dari para wanita pada saat haidh…..” (Q.S Al-Baqoroh: 222) Lalu Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Perbuatlah segala sesuatu (terhadap isteri) kecuali berkumpul (mengumpuli siteri di kubulnya).” Maka hal itu sampai kepada para Yahudi, lalu mereka pun berkata: “Orang laki-laki ini (yakni Rasul) ia tidak ingin meninggalkan urusan kita sedikit pun kecuali ia menyalahi kita dalam urusan tersebut.” Lalu datanglah Usaid bin Chudhoir dan ‘Abbaad bin Bisyr – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – lalu keduanya berkata: “Ya Rasululloh sesungguhnya Yahudi mengatakan ini dan itu maka kita tidak akan mengumpulkan mereka (para isteri dalam serumah).” maka berubahlah wajah Rasululloh– semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – sehingga kami menduga bahwasanya beliau telah menaruh kejengkelan kepada keduanya maka keduanya keluar lalu dayanglah hadiah berupa susu kepada Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – lalu diutuslah seorang kepada kedua orang itu lalu beliau menuangkan susu itu untuk keduanya maka barulah keduanya mengetahui bahwa beliau tidak menyimpan kejengkelan kepada keduanya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Abu Daawuud, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Mujatbaa dan dalam Al-Kubroo, juga oleh Ad-Daarimiy, Ibnu Maajah dan selainnya. Dan hadits tersebut menunjukkan atas wajibnya menyalahi (tidak menyamai) Yahudi dalam urusan mereka yang khusus untuk mereka. Dan para ulama juga telah menyebutkan bahwa menyelahi orang-orang kafirtermasuk salah satu tujuan penting dari pengutusan penting. Dalam hadits itu terdapat kebolehan bersenang-senang dengan isteri meskipun ia haidh. Hanya saja yang tercegah adalah mengumpuli isteri di tempat keluarnya kotoran, yakni darah, ( di qubul) pada hari-hari haidh. Dan tidak ada perbedaan antara kaum muslimin tentang pengharaman mengumpuli wanita haidh pada masa siklus bulanannya. Jika diperhatikan bahwa pertanyaan yang timbul berkenaan dengan haidh ini merupakan salah satu dari tujuh pertanyaan yang dating pada surat yang mulia ini, yaitu ayat-ayat yang telah lalu: íóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáÃóåöáøóÉö..... (ÇáÈÞÑÉ: 189) Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (wahai Rasul) tentang bulan sabit.....” (Q.S Al-Baqoroh: 189) íóÓúÃóáõæúäóßó ãóÇÐóÇ íõäúÝöÞõæúäó Þõáú ãóÇ ÃóäúÝóÞúÊõãú ãöäú ÎóíúÑò ÝóáöáúæóÇáöÏóíúäö..... (ÇáÈÞÑÉ: 215) Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (wahai Rasul) tentang apa yang mereka infaqkan, katakanlah: “Apa yang kalian infaqkan daripada kebaikan adalah untuk kedua orang tua……..” (Q.S Al-Baqoroh: 215) íóÓúÃóáõæúäóßó Úóäö ÇáúÎóãúÑö æóÇáúãóíúÓöÑö..... (ÇáÈÞÑÉ: 219) Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (wahai Rasul) tentang khomr dan judi……” (Q.S Al-Baqoroh: 219) .....æóíóÓúÃóáõæúäóßó ãóÇÐóÇ íõäúÝöÞõæúäó Þõáö ÇáúÚóÝúæó..... (ÇáÈÞÑÉ: 219) Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu (wahai Rasul) tentang apa yang mereka infaqkan, katakanlah: “(Infaqkanlah) kelebihan (dari kebutuhan)……” íóÓúÃóáõæúäóßó Úóäö ÇáÔøóåúÑö ÇáúÍóÑóÇãö ÞöÊóÇáò Ýöíúåö..... (ÇáÈÞÑÉ: 217) Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (wahai Rasul) tentang bulan haram, tentang peperangan di dalamnya……” (Q.S Al-Baqoroh: 217) æóíóÓúÃóáõæúäóßó Úóäö ÇáúíóÊóÇãóì Þõáú ÅöÕúáÇóÍñ áóåõãú ÎóíúÑñ..... (ÇáÈÞÑÉ: 220) Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu (wahai Rasul) tentang anak-anak yatim, katakanlah: “Perbuatan baik kepada mereka adalah suatu kebaikan……” (Q.S Al-Baqoroh: 220) æóíóÓúÃóáõæúäóßó Úóäö ÇáúãóÍöíúÖö..... (ÇáÈÞÑÉ: 222) Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu (wahai Rasul) tentang haidh………” (Q.S Al-Baqoroh: 222) Dan ini termasuk kekhususan-kekhususan surat ini, maka tidak akan didapati dalam surat lain pertanyaan-pertanyaan seperti ini dalam rangkaian seperti ini, maka hal ini menambah kekhususan surat ini. @Hubungan suami-isteri 2: 223 [2.223] Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman äöÓóÇÄõßõãú ÍóÑúËñ áøóßõãú ÝóÃúÊõæÇ ÍóÑúËóßõãú Ãóäøóì ÔöÆúÊõãú æóÞóÏøöãõæÇ áÃóäÝõÓößõãú æóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøóßõã ãøõáÇÞõæåõ æóÈóÔøöÑö ÇáãõÄúãöäöíäó (223) ÍóÑúËñ áøóßõãú Ladang anak-anak kalian Ãóäøóì ÔöÆúÊõãú Maknanya adalah bagaimana saja yang engkau sukai dengan syarat tujuannya adalah ke qubul, dan kapan saja (kecuali selama ketika haidh dan nifas) æóÞóÏöøãõæúÇ öáÃóäúÝõÓößõãú (sipakanlah untuk diri kalian)yakni kebaikan Diriwayatkan dari Jaabir – semoga Allah Yang Maha Luhur merdihoinya – ia berkata: “Yahudi berkata: “Barangsiapa yang mendatangi (mengumpuli) isterinya dari arah belakang, maka anaknya akan lahir juling (matanya).” Lalu turunlah: äöÓóÇÄõßõãú ÍóÑúËñ áøóßõãú ÝóÃúÊõæÇ ÍóÑúËóßõãú Ãóäøóì ÔöÆúÊõãú Artinya: “Isteri-isteri kalian ibarat ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian dari mana kalian kehendaki…..” (Q.S Al-Baqoroh: 223) Hadist ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam tafsir, Muslim dalam bab nikah, At-Turmudziy dalam bab tafsir, Abu Daawuud, Ibnu Maajah, dan selainnya. Dan diriwayatkan oleh Ummu Salamah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – tentang firman Yang Maha Luhur: äöÓóÇÄõßõãú ÍóÑúËñ áøóßõãú ÝóÃúÊõæÇ ÍóÑúËóßõãú Ãóäøóì ÔöÆúÊõãú Artinya: “Isteri-isteri kalian ibarat ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian dari mana kalian kehendaki…..” (Q.S Al-Baqoroh: 223) Yakni pada tempat yang satu (maksudnya adalah farji / qubul, atau kemaluan depan wanita) Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Datang Umar – semoga Allah Yang Maha Luhur merdihoinya – kepada Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – lalu ia berkata: “Ya Rasululloh, aku telah celaka.” Rasul bersabda: “Apa yang membuatmu celaka?” Umar berkata: “Aku membalik (merubah posisi) isteriku.” (yakni ia mengumpuli isterinya dari arah belakang). Ibnu Abbas berkata: “Lalu Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – tidak menjawabnya sedikitpun sehingga Allah Yang Maha Luhur menurunkan atas Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – ayat ini: äöÓóÇÄõßõãú ÍóÑúËñ áøóßõãú ÝóÃúÊõæÇ ÍóÑúËóßõãú..... Artinya: “Isteri-isteri kalian ibarat ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian dari mana kalian kehendaki…..” (Q.S Al-Baqoroh: 223) Yakni datangilah dari depan atau dari belakang tapi hati-hati terhadap lubang dubur dan ketika haidh (yakni jangan engkau kumpuli di lubang dubur dan di kala haidh) Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo, Ibnu Chibbaan, Al-Bayhaqiy dengan sanad yang sahih. Dan diriwayatkan darinya (Ibnu ‘Abbaas) pula, ia berkata: “Ibnu Umar – semoga Allah mengampuninya – menyangka bahwasanya kampung ini dari kalangan kaum Anshoor –sedangkan mereka (dahulu) penyembah berhala – dan kampung itu dari kalangan Yahudi – sedangkan mereka adalah ahli kitab – mereka memandang bahwa ahli kitab memiliki keutamaan di atas mereka dari segi ilmu, maka mereka mengikuti banyak dari perbuat ahli kitab. Dan temasuk perbuatan ahli kitab adalah mereka mendatangi (yakni mengumpuli atau menggauli isteri) mereka secara menyamping, yaitu suatu kondisi di mana seorang wanita lebih tertutup (daerah qubulnya), maka penduduk kampung tersebut dari kalangan kaum Anshoor telah mengambil perbuatan seperti itu dari para ahli kitab tersebut. Sedangkan orang-orang Quraisy menggauli isterinya secara terlentang yang mana hal itu tidak dikenal (di kalangan wanita Anshoor), mereka bersenang-senang dengan isteri mereka baik dari arah depan, atau belakang atau secara terlentang. Lalu ketika orang-orang Muhajirin (dari kalangan Quraisy) hijrah ke Madinah, maka salah seorang lelaki dari mereka menikahi salah seorang wanita dari kalangan Anshoor. Maka si lelaki Quraisy itupun menggauli isterinya itu dengan cara mereka yang mana isterinya itu mengingkari (atau tidak menyukai) cara tersebut. Dan berkatalah isterinya itu: “Kami biasa didatangi (atau digauli) dari arah samping, maka perbuatlah seperti, jika tidak maka jauhilah aku.” Sehingga perkara mereka pun terangkat kepermukaan dan sampailah kepada Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – lalu Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menurunkan: äöÓóÇÄõßõãú ÍóÑúËñ áøóßõãú ÝóÃúÊõæÇ ÍóÑúËóßõãú Ãóäøóì ÔöÆúÊõãú Artinya: “Isteri-isteri kalian ibarat ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian dari mana kalian kehendaki…..” (Q.S Al-Baqoroh: 223) Yakni baik dari arah depan, belakang, atau pun terlentang, yang pasti yang dituju adalah tempat (kelahiran) anak (yakni farji atau qubul). Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daawuud dalam bab nikah, Al-Chaakim dan disahihkan olehnya serta disepakati oleh Adz-Dzahabiy. Diriwayatkan dari Naafi’ – semoga Allah Yang Maha Luhur merahmatinya – ia berkata: “Adalah Ibnu Umar apabila membaca Al-Qur’an, ia tidak berbicara sehingga ia selesai darinya. Lalu suatu hari aku membaca surat Al-Baqoroh sehingga aku sampai pada satu tempat, ia berkata: “Apakah engkau tahu, tentang apa ayat ini diturunkan?” aku berkata: “Tidak.” I9a berkata: “Ia turun karena ini dan itu.” Kemudian ia berlalu.” Dalam riwayat lain: “Suatu hari aku membaca ayat ini: äöÓóÇÄõßõãú ÍóÑúËñ áøóßõãú Artinya: “Isteri-isteri kalian ibarat ladang bagi kalian, …….” (Q.S Al-Baqoroh: 223) Ibnu Umar berkata: “Apakah engkau tahu, untuk apa ayat ini diturunkan?” Aku berkata: “Tidak.” Ia berkata: “Ia turun tentang menggauli isteri pada duburnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir dengan riwayat pertama yang tidak menjelaskan ayatnya, dan diriwayatkan oleh Ibnu Jariir dalam tafsirnya dengan menjelaskan ayatnya melalui jalur-jalur yang sahih, begitu juga diriwayatkan secara jelas penyebutan ayatnya oleh Ischaaq bin Roohawaih dalam Musnad-nya dan Al-Ismaa’iliy dalam Mustakhroj-nya, juga oleh Ath-Thobrooniy dalam Al-Awsath, Ad-Daaruquthniy dalam Ghroo-ib Maalik dan yang selain mereka. Sebagaimana diketengahkan pula dalam Ad-Durrul Mantsuur dan oleh Al-Chaafizh Ibnu Chajar dalam Fatchul Baarii, dan ia berkata: “(Hadits ini) berasal dari jalur-jalur yang kuat.” Ibnu Abdil Barr berkata: “Riwayat dari Ibnu Umar dengan makna atau isi seperti itu adalah riwayat yang sahih dan terkenal serta termasyhur.” Tiga riwayat tersebut menunjukkan bahwa ayat yang mulia ini turun berkenaan dengan sebab-sebab tersebut, dan tidak ada yang mencegah berbilangnya sebab dalam turunnya ayat tersebut, sebagaimana hal itu telah diketahui. Dan semua riwayat0riwayat tersebut bersama dengan hadits riwayat Ummu Salamah yang telah tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud oleh firman-Nya Yang Maha Luhur: “maka datangilah ladangmu bagaimana (atau dari mana saja) engkau mau.” Yakni atas cara yang kalian kehendaki daripadanya, selam pada tempat bercocok-tanam dan produksi, yaitu farji (qubul). Maka makna “dari mana saja engkau kehendaki” bermakna: “bagaimana saja cara yang engkau kehendaki.” Menurut pendapat seperti inilah yang berlaku dan diakui oleh para sahabat dan generasi setelahnya, dan mereka menguatkanny dengan hadits-hadits yang banyak lagi sahih tentang pengharaman menggauli isteri di lubang duburnya sebagaimana ia menggaulinya di lubang farjinya. Hanyasaja hadits Ibnu Umar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – yang tersebut terakhir menuntut makna bahwa ayat tersebut turun sebagai keringanan dalam masalah menggauli isteri dari dubur meskipun riwayat tersebut sahih. Oleh karena itu para ulama berbeda pendapat dalam hal tersebut. Sebagian kelompok mengambil makna lahiriah hadits ini, di antaranya adalah: Muhammad bin Ka’b Al-Qurozhiy, Sa’iid bin Yasaar Al-Madaniy, Muhammad bin Al-Munkadir, Ibnu Abi Mulaikah, dan selian mereka, juga menurut riwayat yang sahih dari Al-Imam Malik. Dan Abubakar bin Al-Arobiy dalam kitab Achkaamul Qur’aan mengatakan: “Banyak ulama yang membolehkannya dan Ibnu Sya’baan mengumpulkannya dalam kitab Jimaa’un Niswaan wa Achkaamul Qur’aan dan menyandarkan kebolehannya kepada jumlah yang besar dari para sahabat dan tabi’in dan kepada Maalik dari riwayat yang banyak. Abubakar Al-Jashshoosh dalam Achkaamul Qur’aan: “Yang termasyhur riwayat dari Maalik kebolehannya, namun para pengikutnya menafikan pendapat ini dari beliau karena buruknya dan jeleknya….” Dan Asy-Syafi’iy berkata: “Tidak sahih dari Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – sesuatu keterangan pun tentang pengharamannya dan tidak juga penghalalannya, secara qiyaas (analogi) maka (mengumpuli isteri di dubur) itu halal.” Kemudian ia merujuk kembali pendapatnya dan berpendapat dengan pengharamannya. Hal ini dinukil darinya oleh lebih dari seorang dari kalangan pengikutnya. Sedangkan yang benar, yang mana tidak ada keraguan tentangnya adalah bahwa hal itu (yakni mengumpuli isteri di duburnya) adalah haram. Ibenu Katsiir berkata: “Dengan kesepakatan para ulama kecuali pendapat yang syadz (menyimpang) dari sebagian ulama salaf. Dan paling ringannya yang dapat dikatakan dalam masalah ini adalah syubhat (bercampur antara halal dan harama, namun lebih banyak haramnya daripada halalnya). Sedangkan orang mu’min sangat menjaga diri untuk tidak jatuh kepada yang syubhat. Barangsiapa yang menjaga diri dari hal-hal syubhat maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. @Bersumpah 2: 224 – 225 [2.224] Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui æóáÇó ÊóÌúÚóáõæÇ Çááøóåó ÚõÑúÖóÉð áÃóíúãóÇäößõãú Ãóä ÊóÈóÑøõæÇ æóÊóÊøóÞõæÇ æóÊõÕúáöÍõæÇ Èóíúäó ÇáäøóÇÓö æóÇááøóåõ ÓóãöíÚñ Úóáöíãñ (224) ÚõÑúÖóÉð Dalih (alasan). Seperti seseorang yang bersumpah aats naman Allah untuk tidak berbicara kepada saudaranya atau tidak bersedekah. Lalu ia berkata: “Aku telah bersumpah aats nama Allah.” Maka sumpahnya itu dijadikan sebagai dalih (untuk meninggalkan kebaikan). Diriwayatkan dari ‘Aa-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – mendengar suara pertengkaran di pintu yang mana suara kedua orang yang bertengkar itu keras. Lalu tiba-tiba salah satu dari keduanya meminta kepada yang lain untuk meringankan hutangnya dan berlembut kepadanya tentang itu, sedang yang satunya itu berkata: “Demi Allah aku tidak akan melakukannya.” Lalu keluarlah Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – kepada mereka berdua lalu beliau bersabda: “Manakah orang yang bersumpah dengan nama Allah untuk tidak berbuat baik?” maka orang tadi berkata: “Saya Ya Rasululloh, maka baginya apa yang paling ia sukai.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy di awal-awal bab Shuluch (perdamaian), dan juga oleh Muslim dalam bab Al-Musaaqooh dan dalam bab meringankan daripada hutang. Hadits tersebut bersesuaian dengan ayat yang mulia di atas dalam pelarangan bersumpah dengan nama Allah untuk meninggalkan kebaktian dan kebaikan, dan agar manusia tidak menjadikan sumpahnya dengan nama Allah mencegahnya untuk berbuat yang ma’ruf dan menjadi penghalang baginya antara dia dan perbuatan baik. Ayat ini seperti firman-Nya Yang Maha Luhur dalam surat An-Nuur: æóáÇó íóÃúÊóáö ÃõæúáõæÇ ÇáÝóÖúáö ãöäßõãú æóÇáÓøóÚóÉö Ãóä íõÄúÊõæÇ Ãõæúáöí ÇáÞõÑúÈóì..... (ÇáäæÑ: 22) Artinya: “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya),…….” (Q.S An-Nuur: 22) Maka terus menerus bersikukuh pada sumpahnya itu lebih berdosa daripada ia keluar dari sumpahnya itu dengan membayar kaffaaroh (penebus) sebagaimana penjelasan yang datang dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – yaitu: “Demi Allah seseorang terus-menerus memegang sumpahnya itu lebih itu lebih berdosa di sisi Allah daripada ia memberikan kaffaarohnya yang Allah wajibkan kepadanya.” [Hadist riwayat Al-Bukhootiy dan Muslim] [2.225] Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun áÇó íõÄóÇÎöÐõßõãõ Çááøóåõ ÈöÇááøóÛúæö Ýöí ÃóíúãóÇäößõãú æóáóßöä íõÄóÇÎöÐõßõã ÈöãóÇ ßóÓóÈóÊú ÞõáõæÈõßõãú æóÇááøóåõ ÛóÝõæÑñ Íóáöíãñ (225) áÇó íõÄóÇÎöÐõßõãõ Çááøóåõ ÈöÇááøóÛúæö Ýöí ÃóíúãóÇäößõãú Seseorang yang menyambung perkataannya dengan ucapan billaahi atau walloohi (keduanya berarti demi anam Allah) sebagai sumpah. Ada pula yang mengatakan bahwa: itu adalah orang yang sumpah dalam keadaan lupa. Ada pula yang mengatakan bahwa itu adalah orang yang bersumpah atas sesuatu yang mana ia meyakininya demikian namun ternyata tidak demikian. Al-Laghwu asal artinya dalam perkataan orang-orang Arab adalah: segala perkataan yang tercela dan tidak ada maknanya. æóáóßöä íõÄóÇÎöÐõßõã ÈöãóÇ ßóÓóÈóÊú ÞõáõæÈõßõãú Yakni sumpah yang engkau sengaja melakukannya. Yaitu seseorang bersumpah aats suatu kebohongan (dengan sengaja). Dan dalam masalah ini pun terdapat perbedaan. Diriwayatkan dari ‘Aa-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur merdihoinya – ia berkata: “Ayat ini turun berkenaan dengan perkataan seseorang: “Tidak demi Allah, atau Ya demi Allah.” (yakni kebiasaan orang-orang Arab sejak dahulu tanpa sengaja menyelipkan kalimat sumpah pada jawaban-jawaban mereka) Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir, Abu Daawuud dalam bab sumpah dan nadzar, dan An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo. Sumpah yang tidak dimaksud adalah sumpah yang tidak terhitung dan tidak ada kaffarohnya serta tidak ada dosa sebab sumpah itu terjadi tanpa ada kesengajaan dan niat di hati oleh karena itu Allah mengikutinya dengan perkataan: æóáóßöä íõÄóÇÎöÐõßõã ÈöãóÇ ßóÓóÈóÊú ÞõáõæÈõßõãú Artinya: “……tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu……” Yakni yang kalian sengaja (niatkan) dengan hati kalian, sebagaimana dalam surat Al-Maa-idah: ......æóáßöä íøõÄóÇÎöÐõßõãú ÈöãóÇ ÚóÞøóÏúÊøõãõ ÇúáÃóíúãóÇäó..... (ÇáãÇÆÏÉ: 89) Artinya: “…….akan tetapi Dia menghukum kalian karena apa yang kalian sengaja dengan hati daripada sumpah……” Yang termasuk dalam masalah ini adalah riwayat yang tersebut dalam sahih Al-Bukhooriy dan sahih Muslim yaitu hadits Abu Huroiroh bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Barangsiapa yang bersumpah lalu ia berkata dalam sumpahnya demi Laata dan ‘Uzzaa maka hendaklah ia mengatakan: Laa Ilaaha illallooh (tiada Tuhan selain Allah).” Sebab kaum muslimin ketika itu baru masuk Islam dan mereka telah terbiasa untuk bersumpah dengan nama Laata tanpa sengaja, maka mereka diperintah untuk mengucapkan kalimat ikhlash (kalimat tauhid) sebagaimana mereka telah mengucapkan kalimat itu (yakni: demi Laata) tanpa sengaja. Agar yang ini diganti atau ditebus dengan yang itu. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Katsiir. @Cerai dan Rujuk 2: 226 – 233 [2.226] Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang áöáøóÐöíäó íõÄúáõæäó ãöä äøöÓóÇÆöåöãú ÊóÑóÈøõÕõ ÃóÑúÈóÚóÉö ÃóÔúåõÑò ÝóÅöä ÝóÇÁõæÇ ÝóÅöäøó Çááøóåó ÛóÝõæÑñ ÑøóÍöíãñ (226) áöáøóÐöíäó íõÄúáõæäó Mereka bersumpah. Kata al-aliyyah maknanya adalah sumpah, dan yang dimaksud di sini adalah seorangg lelaki bersumpah untuk tidak berkumpul dengan isterinya, untuk memberi dia pelajaran atau untuk menyakitinya ÊóÑóÈøõÕõ menunggu ÝóÅöä ÝóÇÁõæÇ Mereka kembali untuk melanggar janji mereka dari meninggalkan istri mereka Diriwayatkan dari Anas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – meng-iilaa’ para isterinya (yakni berjanji atau bersumpah untuk tidak mengumpulinya) yang mana kaki beliau terkilir maka beliau menetap di ruangan khusus di rumah beliau selama 29 (dua puluh sembilan) hari, lalu dikatakan: “Wahai Rasululloh, sesungguhnya anda telah meng-iilaa’ sebulan. Beliau bersabda: “Sesungguhnya bulan itu dua puluh sembilan hari.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab Nikah, dan ia juga meriwayatkan hadits yang senada dengan ini dari Ummu Salamah – semoga Allah Yang Maha Luhur merudhoinya – dan dalam sahih Al-Bukhooriy dan sahih Muslim juga terdapat riwayat dari Umar secara panjang dan akan dating insya Allooh dalam surat At-Tachriim. Iilaa’ secara bahasa berarti sumpah, sedangkan secara istilah syari’at maka ia berarti sumpah untuk mencegah diri dari mengumpuli isteri. Sedangkan dalam hadits Anas, Ummu Salamah, dan yang selainnya terdapat petunjuk bahwa Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – meng-iilaa’ para isterinya karena sebab-sebab yang menuntut adanya hal tersebut sebagaimana itu dijelaskan di hadist-hadits lainnya, sedangkan ayat mulia di atas menjelaskan bahwa siapa saja yang meng-iilaa’ isterinya maka hendaklah ia menunggu selama empat bulan maka jika telah berlalu masa tersebut, ia boleh memilih antara dua pilihan, hyaitu: kembali lagi kepada isteri atau mencerainya. Ini adalah makna ayat tersebut. Adapun para ahli fiqih dan para imam memiliki pendapat-pendapat dalam masalah ini. [2.227] Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui æóÅöäú ÚóÒóãõæÇ ÇáØøóáÇÞó ÝóÅöäøó Çááøóåó ÓóãöíÚñ Úóáöíãñ (227) @Bercerai dengan cara yang baik 2: 228 [2.228] Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ (tiga kali haidh atau tiga kali suci). Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. æóÇáúãõØóáøóÞóÇÊõ íóÊóÑóÈøóÕúäó ÈöÃóäÝõÓöåöäøó ËóáÇËóÉó ÞõÑõæÁò æóáÇó íóÍöáøõ áóåõäøó Ãóä íóßúÊõãúäó ãóÇ ÎóáóÞó Çááøóåõ Ýöí ÃóÑúÍóÇãöåöäøó Åöä ßõäøó íõÄúãöäøó ÈöÇááøóåö æóÇáúíóæúãö ÇáÂÎöÑö æóÈõÚõæáóÊõåõäøó ÃóÍóÞøõ ÈöÑóÏøöåöäøó Ýöí Ðóáößó Åöäú ÃóÑóÇÏõæÇ ÅöÕúáÇÍÇð æóáóåõäøó ãöËúáõ ÇáøóÐöí Úóáóíúåöäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö æóáöáÑøöÌóÇáö Úóáóíúåöäøó ÏóÑóÌóÉñ æóÇááøóåõ ÚóÒöíÒñ Íóßöíãñ (228) ËóáÇËóÉó ÞõÑõæÁò Tiga kali haid atau tiga kali suci ãóÇ ÎóáóÞó Çááøóåõ Ýöí ÃóÑúÍóÇãöåöäøó Dari darah haid dan hamil æóÈõÚõæáóÊõåõäøó Suami-suami mereka Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – tentang firman-Nya Yang Maha Luhur: æóÇáúãõØóáøóÞóÇÊõ íóÊóÑóÈøóÕúäó ÈöÃóäúÝõÓöåöäøó.......(ÇáÈÞÑÉ: 228) Artinya: “Dan para wanita yang diceraikan (oleh suaminya) menunggu dengan diri mereka…….” (Q.S Al-Baqoroh: 228) Yaitu bahwasanya seorang laki-laki dahulu apabila ia mencerai isterinya maka ia (sang suami) adalah yang paling berhak untuk meruju’nya kembali, meskipun ia telah mencerainya tiga kali. Lalu hal itu dinasakh, dan Allah berfirman: ÇóáØøóáÇóÞõ ãóÑøóÊóÇäö ÝóÅöãúÓóÇßñ ÈöãóÚúÑõæúÝò Ãóæú ÊóÓúÑöíúÍñ ÈöÅöÍúÓóÇäò (ÇáÈÞÑÉ: 229) Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Q.S Al-Baqoroh: 229) Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daawuud, An-Nasaa-iy keduanya dalam bab talak dan sanadnya hasan. Dan diriwayatkan dari ‘Urwah bin Az-Zubair – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Adalah dahulu seorang lelaki jika ia mentalak isterinya kemudian ia meruju’nya sebelum selesai ‘iddahnya maka itu boleh terjadi, meskipun ia telah mencerainya seribu kali. Lalu seorang lelaki menyengaja mencerai isterinya sehingga hampir selesai masa ‘iddahnya, ia meruju’nya kembali. Kemudian sang suami berkata: “Tidak, demi Allah aku tidak akan mengembalikan engkau ke dalam perlindunganku dan engkau tidak menjadi halal (lepas dariku) selamanya. Maka Allah Yang Maha Luhur menurunkan: ÇóáØøóáÇóÞõ ãóÑøóÊóÇäö ÝóÅöãúÓóÇßñ ÈöãóÚúÑõæúÝò Ãóæú ÊóÓúÑöíúÍñ ÈöÅöÍúÓóÇäò (ÇáÈÞÑÉ: 229) Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Q.S Al-Baqoroh: 229) Hadits ini diriwayatkan oleh Malik dalam kitab Al-Muwaththo’nya, juga oleh Ibnu Abi Chaatim, Ibnu Jariir dan selainnya, dengan keadaan mursal dan sanadnya sahih, dannjuga diriwayatkan oleh At-Turmudziy dalam bab talak secara mawshuul dan mursal, dan keduanya sahih. Dan diriwayatkan oleh Al-Chaakim secara mawshuul dan disahihkan olehnya serta disepakati oleh Adz-Dzahabiy. Adapun kata-kata quruu’ bermakna suci atau haidh, makna pertama dipegang oleh para ulama mazhab Asy-Syaafi’iy dan Maalik, sedangkan makna kedua dipegang oleh para ulama mazhab Abu Chaniifah atau Chanafiy. Dan makna firman Allah diatas bahwa: talak itu adalah dua kali yakni bahwa talak yang sah untuk diruju’ setelahnya adalah talak pertama dan kedua kali, maka setelah itu hendaklah ia menahan isteri (pada perlindungannya) dan memperlakukannya dengan baik atau menceraikannya dengan cara yang baik tanpa memberi kemudaratan (kesulitan). Setelah talak ke tiga ini maka isteri menjadi tidak halal untuk (diruju’ oleh) bekas suaminya itu sehingga di isteri menikah dengan lelaki lain. Maka ayat yang mulia tersebut sebagai pembatalan terhadap kebiasaan jahiliah yang menzalimi wanita dan memberi mudarat kepada mereka. Kemudian (ayat tersebut juga mengajarkan agar) memberikan hak isteri kepadanya dan menyelesaikan masalahnya serta penjelasan tentang bagaimana cara memperlakukan isteri dengan adil dan baik. Diriwayatkan dari Jaabir – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda dalam khutbah beliau pada saat hajji wada’: “Bertaqwalah kepada Allah tentang malasah para wanita (isteri) sebab kalian mengambil mereka dengan amanat dari Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Dan kalian memiliki ha katas mereka yaitu hendaknya mereka tidak menaikkan keatas tempat pembaringanmu seorang yang engkau benci. Jika mereka melakuka itu, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti, dan mereka tetap berhak mendapat rezqi (nafkah) dan pakaian mereka dengan cara yang baik.” [Yang dimaksud dengan amanat Allah dan kalimat Allah adalah firman-Nya: “…..maka peganglah ia (isteri) dengan cara yang baik atau ceraikan dengan cara yang baik…..” (Q.S Al-Baqoroh: 229), atau firman-Nya: “Maka nikahilah wanita-wanita yang baik bagi kalian….” (Q.S An-Nisaa’: 3), atau ijab dan kabul.] Hadits riwayat Muslim dalam bab hajji yakni masalah sifat hajji Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – secara panjang lebar dan hadits yang senada juga diriwayatkan oleh Abil Achwash, juga diriwayatkan oleh At-Turmudziy dalam bab tafsir dan selainnya. Dan diriwayatkan oleh Mu’awiyah bin Chaydah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya ia berkata: “Ya Rasululloh, apa hak isteri kita?” Beliau bersabda: “Yaitu hendaknya engkau beri ia makan jika engkau makan (dengan makanan yang sama dengan apa yang engkau makan), dan engkau beri ia pakaian jika engkau memakai pakaian (dengan pakaian yang sama kualitasnya dengan yang engkau pakai), dan janganlah engkau memukul wajahnya, dan jangan pula engkau menjelekkannya (yakni dengan mengatakan: semoga Allah memburukkanmu) dan janganlah engkau menjauhinya kecuali di dalam rumah (yakni pisah tempat tidur, sebagai pelajaran baginya). Dalam kedua hadits tersebut terdapat penjelasan sebagian dari hak-hak masing-masing dari pasangan suami-isteri, dan ayat yang mulia di atas menjelaskan pula secara tegas bahwa masing-masing dari suami dan isteri memiliki ha katas yang lain dengan cara yang baik. Adapun hak-hak keduanya terperinci dalam kitab-kitab hadits dan fiqih Islam dalam pembahasan tentang pernikahan. [2.229] Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang lalim ÇáØøóáÇÞõ ãóÑøóÊóÇäö ÝóÅöãúÓóÇßñ ÈöãóÚúÑõæÝò Ãóæú ÊóÓúÑöíÍñ ÈöÅöÍúÓóÇäò æóáÇó íóÍöáøõ áóßõãú Ãóä ÊóÃúÎõÐõæÇ ãöãøóÇ ÂÊóíúÊõãõæåõäøó ÔóíúÆÇð ÅöáÇøó Ãóä íóÎóÇÝóÇ ÃóáÇøó íõÞöíãóÇ ÍõÏõæÏó Çááøóåö ÝóÅöäú ÎöÝúÊõãú ÃóáÇøó íõÞöíãóÇ ÍõÏõæÏó Çááøóåö ÝóáÇó ÌõäóÇÍó ÚóáóíúåöãóÇ ÝöíãóÇ ÇÝúÊóÏóÊú Èöåö Êöáúßó ÍõÏõæÏõ Çááøóåö ÝóáÇó ÊóÚúÊóÏõæåóÇ æóãóä íóÊóÚóÏøó ÍõÏõæÏó Çááøóåö ÝóÃõæúáóÆößó åõãõ ÇáÙøóÇáöãõæäó (229) Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya –bahwasanya isteri Tsaabit bin Qois bin Syammaas dating kepada Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – lalu ia berkata: “Ya Rasululloh, demi Allah aku tidak mencela Qois dalam masalah agama dan akhlaq. Akan tetapi membenci kekafiran setelah Islam, yang mana aku sangat tidak menyukainya (yakni suaminya itu). Maka Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda kepada isterinya itu: “Apakah engkau mau mengembalikan kebunnya (yakni mas kawinnya dahulu)?” isterinya berkata: “Ya.” Maka Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Terimalah kebun itu dan talak ia (isterimu) satu kali!” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy, An-Nasaa-iy, dan An-Nasaa-iy juga meriwayatkannya dari Chabiibah binti Sahl dengan sanad yang sahih. Isteri Tsaabit bin Qois itu bernama Jamiilah binti Ubayy, saudari dari Abdulloh bin Ubayy – seorang kepala orang-orang munafiq – ia memiliki keindahan dan kecantikan sedangkan suaminya yakni Tsaabit memiliki wajah yang buruk, ia seorang yang hitam dan pendek, serta buruk wajahnya, meskipun ia seorang yang salih dan utama serta dikabarkan oleh Rasul sebagai ahli sursurgeaka isterinya tadi tidak menyukai Tsabit sama sekali, dan ia mengdukan keadaannya kepada Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dan bahwa ia tidak kuat lagi untuk hidup bersamanya. Maka Rasul menunjukkan agar ia melakukan khulu’ (talak tebus) yakni dengan menebus dirinya dengan cara mengembalikan kepadanya apa yang dahulu telah diberikan oleh Tsabit kepadanya sebagai mahar (mas kawin)-nya sebagai kompensasi permintaan talaknya. Dalam hadits ini terdapat pensyari’atan khulu’ (permintaan cerai) dari seorang isteri kepada suaminya dengan catatan ia memberikan kembali mas kawinnya kepada suaminya itu sebagai kompensasi perceraian tersebut, jika sudah tidak mungkin terbentuk pergaulan rumah tangga yang dapat menjaga hukum-hukum Allah Yang Maha Luhur, dan perpecahan dating dari pihak isteri. Sebagaimana tersebut dalam kisah di atas yang mana ia sebagai penjelas bagi ayat yang mulia di atas. Adapun dalam selain khulu’ ini maka tidak boleh bagi suami untuk mengambil sedikitpun dari mahar tersebut, sebagaimana ditunjukkan oleh awal yat tersebut di atas: “Dan tidak halal bagi kalian untuk mengambil……” dan dalam surat An-Nisaa’ ayat 20 dan 21: .....ÝóáÇó ÊóÃúÎõÐõæúÇ ãöäúåõ ÔóíúÆðÇ ÃóÊóÃúÎõÐõæúäóåõ ÈõåúÊóÇäðÇ æóÅöËúãðÇ ãõÈöíúäðÇ * æóßóíúÝó ÊóÃúÎõÐõæúäóåõ æóÞóÏú ÃóÝúÖóì ÈóÚúÖõßõãú Åöáóì ÈóÚúÖò æóÃóÎóÐúäó ãöäúßõãú ãöíúËóÇÞðÇ ÛóáöíúÙðÇ* (ÇáäÓÇÁ: 20 – 21) Artinya: 20. …..Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ? 21. Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (Q.S An-Nisaa’: 20 – 21) Maka apa yang dilakukan oleh sebagian orang-orang yang tidak beragama berupa perlakukan tidak baik kepada isteri agar sang isteri menuntut cerai merupakan suatu kesesatan dan dosa yang nyata. Memang, tidak boleh bagi seorang isteri menuntut cerai (khulu’) tanpa sebab, bahkan Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – menganggapnya sebagai wanita yang munafiq. Sungguh beliau – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – telah bersabda: “Wanita yang suka melakukan khulu’ (tanpa ada alasan) maka ia termasuk wanita-wanita munafiq.” Dalam riwayat lain: “Wanita-wanita yang suka bercerai dan melakukan khulu’ (tanpa ada alasan) mereka itu termasuk wanita-wanita munafiq.” Hadits riwayat At-Turmudziy, Ibnu Maajah, Ibnu Chibbaan, Al-Chaakim dan ia mensahihkan hadits ini menurut syarat Al-Bukhooriy dan Muslim dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy dari hadits riwayat Tsawbaan. Dan juga diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasaa’iy, Al-Bayhaqiy, dari hadits riwayat Abu Huroiroh dengan sanad yang sahih. [2.230]Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui ÝóÅöä ØóáøóÞóåóÇ ÝóáÇó ÊóÍöáøõ áóåõ ãöäú ÈóÚúÏõ ÍóÊøóì ÊóäßöÍó ÒóæúÌÇð ÛóíúÑóåõ ÝóÅöä ØóáøóÞóåóÇ ÝóáÇó ÌõäóÇÍó ÚóáóíúåöãóÇ Ãóä íóÊóÑóÇÌóÚóÇ Åöä ÙóäøóÇ Ãóä íõÞöíãóÇ ÍõÏõæÏó Çááøóåö æóÊöáúßó ÍõÏõæÏõ Çááøóåö íõÈóíøöäõåóÇ áöÞóæúãò íóÚúáóãõæäó (230) Diriwayatkan dari ‘Aa-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Rasululloh– semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – ditanya tentang seorang wanita yang dinikahi oleh seorang lelaki lalu lelaki itu menceraikannya, lalu wanita itu menikah dengan lelaki lain, kemudian lelaki lain ini menceraikannya pula sebelum ia berkumpul dengan (yakni menggauli) wanita itu, apakah wanita tersebut telah halal untuk (dinikahi kembali oleh) bekas suaminya yang pertama? Beliau bersabda: “Tidak. Sehingga ia merasakan kenikmatan darinya (yakni mengumpulinya).” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dan Muslim keduanya dalam bab talak. Dan diriwayatkan pula dariny (yakni ‘Aa-isyah), ia berkata: “Datang isteri Rifaa’ah kepada Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – lalu ia berkata: “Aku dahulu menjadi isteri Rifaa’ah lalu ia menceraiku dengan talak tiga lalu aku dinikahi oleh Abdurrahman bin Az-Zubair dan apa yang ada bersamanya seperti ujung pakaian (yakni ia tidak bias memuaskan isterinya itu).” Lalu Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – tersenyum, lalu beliau bersabda: “Apakah engkau ingin kembali kepada Rifaa’ah? Tidak, sehingga engkau merasakan kenikmatan darinya dan ia pun merasakan kenikmatan darimu.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dan Muslim dalam bab nikah, dan juga selian keduanya. Kedua hadits menunjukkan – seperti ayat di atas – bahwasanya wanita yang dicerai tiga kali tidak halal bagi suaminya yang pertama sehingga ia menikah dengan seorang lelaki lain dan telah berkumpul (bersetubuh), semua ulama dan para imam telah bersepakat tentang hal ini kecuali Sa’iid bin Al-Musaayib, maka ia berkata: “Wanita tersebut halal bagi suaminya hanya dengan akad baru.” Dan ini merupakan pendapat yang tidak disetujui oleh seorang pun. Dan termasuk masalah yang terkait dengan ini adalah pernikahan dengan maksud menghalalkan, maka hukumnya haram dengan kesepakatan karena sabda Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – yaitu: “Allah melaknat orang yang melakukan pernikahan untuk mengahalalkan (muchallil) dan orang yang memintanya (muchallall lahu).” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawuud, Ibnu Maajah, An-Nasaa-iy dan At-Turmudziy dari Ali, dan At-Turmudziy meriwayatkan dari Ibnu Mas’uud dan Jaabir, dan oleh An-Nasaa-iy dari Ibnu Mas’uud, dan Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – menamakan orang tersebut sebagai pejantan yang dipinjamkan. [2.231] Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir idahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang makruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang makruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudaratan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat lalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan. Dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan Al Hikmah (As Sunah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu æóÅöÐóÇ ØóáøóÞúÊõãõ ÇáäøöÓóÇÁó ÝóÈóáóÛúäó ÃóÌóáóåõäøó ÝóÃóãúÓößõæåõäøó ÈöãóÚúÑõæÝò Ãóæú ÓóÑøöÍõæåõäøó ÈöãóÚúÑõæÝò æóáÇó ÊõãúÓößõæåõäøó ÖöÑóÇÑÇð áøöÊóÚúÊóÏõæÇ æóãóä íóÝúÚóáú Ðóáößó ÝóÞóÏú Ùóáóãó äóÝúÓóåõ æóáÇó ÊóÊøóÎöÐõæÇ ÂíóÇÊö Çááøóåö åõÒõæÇð æóÇÐúßõÑõæÇ äöÚúãóÊó Çááøóåö Úóáóíúßõãú æóãóÇ ÃóäÒóáó Úóáóíúßõã ãöäó ÇáßöÊóÇÈö æóÇáúÍößúãóÉö íóÚöÙõßõã Èöåö æóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøó Çááøóåó Èößõáøö ÔóíúÁò Úóáöíãñ (231) ÝóÈóáóÛúäó ÃóÌóáóåõäøó Waktu-waktu mereka yakni tiga kali sucian atau haid bagi orang yang belum menopause (berhenti haidhnya, mencapai usia yang sudah tidak keluar hadih lagi) dan tiga bulan jika orang yang sudah menopause. ÖöÑóÇÑÇð Secara zalim kepada mereka dan menyakiti mereka Adapun tentang firman Allah Yang Maha Luhur: “Maka janganlah kalian menjadikan ayat-ayat Allah (yakni hukum-hukum Allah) sebagai permainan.” Diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Ada tiga hal yang sungguh-sungguhnya adalah sungguh-sunnguh dan bercandanya adalah sungguh-sungguh: nikah, talak dan rujuk.” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daawuud, At-Turmudziy, Ibnu Maajah, Al-Chaakim, dan dihasankan oleh At-Turmudziy dan disahihkan oleh Al-Chaakim, dan hadits ini dinilai hasan karena ada hadits-hadits pendukung. Ayat yang mulia itu datang setelah firman Allah Yang Maha Luhur: æóÅöÐóÇ ØóáøóÞúÊõãõ ÇáäøöÓóÇÁó ÝóÈóáóÛúäó ÃóÌóáóåõäøó ÝóÃóãúÓößõæåõäøó ÈöãóÚúÑõæÝò Ãóæú ÓóÑøöÍõæåõäøó ÈöãóÚúÑõæÝò æóáÇó ÊõãúÓößõæåõäøó ÖöÑóÇÑÇð áøöÊóÚúÊóÏõæÇ æóãóä íóÝúÚóáú Ðóáößó ÝóÞóÏú Ùóáóãó äóÝúÓóåõ Artinya: “Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir idahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang makruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang makruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudaratan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat lalim terhadap dirinya sendiri.....” Kemudian Allah berfirman: æóáÇó ÊóÊøóÎöÐõæÇ ÂíóÇÊö Çááøóåö åõÒõæÇð Artinya: “Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan.” Dan telah lalu hadits ‘Urwah tentang sebab turunnya firman Allah Yang Maha Luhur: ÇóáØøóáÇóÞõ ãóÑøóÊóÇäö ÝóÅöãúÓóÇßñ ÈöãóÚúÑõæúÝò Ãóæú ÊóÓúÑöíúÍñ ÈöÅöÍúÓóÇäò..... (ÇáÈÞÑÉ: 229) Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik…..” (Q.S Al-Baqoroh: 229) Yaitu penjelasan tentang yang diperbuat oleh orang jahiliah terhadap para isteri dalam hal talak, hadits tersebut juga merupakan penjelasan di sini dalam ayat ini, maka Allah Yang Maha Suci lagi Maha Luhur menegaskan bahwa orang yang melakukan perbuatan tersebut (menzalimi isteri) adalah orang yang mempermainkan ayat-ayat Allah dan hukumnya. Oleh karenanya Allah melarang hal itu dengan firmannya: æóáÇó ÊóÊøóÎöÐõæÇ ÂíóÇÊö Çááøóåö åõÒõæÇð Artinya: “Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan.” Telah dating atsar yang menjelaskan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah permainan dalam masalah talak dan semacamnya. Diriwayatkan dari Al-Hasan, ia berkata: “Bahwasanya seorang lelaki pada zaman Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – berkata: “Aku nikahkan engkau dengan puteriku.” Lalu ia berkata: “Aku tadi hanya bermain-main.” Ia juga berkata: “Sungguh aku telah membebaskan (budakku).” Lalu ia berkata: “Tadi-tadi aku hanya main-main.” Maka Allah turunkan ayat tersebut. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Jariir, Ibnu Abi Syaibah; sedangkan dalam riwayat Ibnu Abi Chaatim: “Adalah seorang lelaki dahulu menceraikan isterinya lalu ia berkata: “Tadi aku bermain-main saja.” Maka termasuk mempermainkan di sini adalah bermain-main dalam hal talak dan yang semacamnya yang gtersebut dalam hadits di atas, maka tidak boleh bermain-main dengan hal itu. Oleh karenya, barangsiapa yang muncul darinya kata-kata talak, nikah atau rujuk secara tidak serius dan main-main maka ia telah menjadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan permainan dan jatuhlah (berlakulah) apa yang telah ia katakan. Kita berlindung kepada Allah daripada menghina dan mempermainkan ayat-ayat Allah dan syari’atnya. [2.232] Apabila kamu menalak istri-istrimu, lalu habis idahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bekas suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang makruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui æóÅöÐóÇ ØóáøóÞúÊõãõ ÇáäøöÓóÇÁó ÝóÈóáóÛúäó ÃóÌóáóåõäøó ÝóáÇó ÊóÚúÖõáõæåõäøó Ãóä íóäßöÍúäó ÃóÒúæóÇÌóåõäøó ÅöÐóÇ ÊóÑóÇÖóæúÇ Èóíúäóåõã ÈöÇáúãóÚõÑæÝö Ðóáößó íõæÚóÙõ Èöåö ãóä ßóÇäó ãöäßõãú íõÄúãöäõ ÈöÇááøóåö æóÇáíóæúãö ÇáÂÎöÑö Ðóáößõãú ÃóÒúßóì áóßõãú æóÃóØúåóÑõ æóÇááøóåõ íóÚúáóãõ æóÃóäúÊõãú áÇó ÊóÚúáóãõæäó (232) ÊóÚúÖõáõæåõäøó Kalian mempersulit mereka. (Ta’dhuluu terambil dari kata ‘adhl yang mana asal maknanya adalah mempersempit. Di antaranya ucapan orang arab: daa-ul ‘udhool artinya: penyakit yang parah atau sulit disembuhkan, karena sempitnya ia daripada dicari kesembuhannya atau sudah melampaui batas pengobatan. Diriwayatkan dari Ma’qil bin Yasaar – semoga Allah Yang Maha Luhu rmeridhoinya – ia berkata: “Adalah dahulu aku mempunyai seorang saudari yang dilamar oleh seseorang lalu aku mencegahnya, kemudian ia dilamar oleh sepupu laki-lakiku, maka aku pun menikahkannya dengannya. Kemudian mereka berdua pun hidup berdua menurut yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian suaminya itu mencerainya dengan talak yang masih diperbolehkan untuk rujuk. Lalu ia membiarkannya sampai selesai masa ‘iddahnya dan orang-orang pun melamar saudariku itu, lalu ia (bekas suaminya itu) datang untuk melamarnya. Maka aku berkata: “Wahai orang yang hina, saudariku itu dilamar oleh banyak orang lalu aku mencegah orang-orang untuk melamarnya dan aku lebih mengutamakan engkau, lalu ternyata engkau mencerainya, lalu ketika selesai masa ‘iddahnya engkau datang untuk melamarnya. Tidak, demi Allah Yang tiada Tuhan kecuali Dia, aku tidak akan menikahkannya denganmu. Maka uturnlah ayat ini karena aku: æóÅöÐóÇ ØóáøóÞúÊõãõ ÇáäøöÓóÇÁó ÝóÈóáóÛúäó ÃóÌóáóåõäøó ÝóáÇó ÊóÚúÖõáõæåõäøó...... (232) Artinya: “Apabila kamu menalak istri-istrimu, lalu habis idahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka……” Aku pun berkata: “Aku dengar dan aku taati.” Aku menebus sumpahku dan menikahkannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir dan bab nikah, Abu Daawuud dalam bab talak, At-Turmudziy dalam bab tafsir dan selain mereka, sedang dalam riwayat At-Turmudziy terdapat kata-kata: “Maka bekas suaminya itu (masih) mencintainya (saudari Ma’qil) dan ia pun masih mencintainya (bekas suaminya itu).” Ayat tersebut bersama dengan sebab turunnya menjelaskan bahwasanya wanita tidak memiliki hak kewalian untuk menikahkan baik dirinya sendiri atau orang lain, seabagaimana hal itu telah dijelaskan dalam teks-teks Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan dengan inilah semua para imam berpendapat kecuali yang menyimpang dan menyalahi teks-teks tersebut. Al-Imam At-Turmudziy dalam kitab Al-Jaami’nya mengatakan: “Dalam hadits ini terdapat penjelasan bahwa tidak boleh menikah kecuali dengan wali. Sebab saudari Ma’qil bin Yasaar tersebut adalah janda. Seandainya saja perkara pada masalah tersebut terpulang padanya saja bukan kepada walinya maka ia akan menikahkan dirinya sendiri dan ia tidak akan membuthkan walinya, yaitu Ma’qil bin Yasaar. Hanyasaja Allah Yang Maha Luhur mengemukakan firman-Nya ini kepada para wali, lalu Dia berfirman: .....ÝóáÇó ÊóÚúÖõáõæåõäøó Ãóä íóäßöÍúäó ÃóÒúæóÇÌóåõäøó..... Artinya: “……maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bekas suaminya……” Maka dalam ayat ini terdapat petunjuk bahwasanya perkara itu terpulang kepada para wali untuk menikahkannya dan juga ridho mempelai wanita. Adapun sebagian orang yang menyimpang dari jalan Allah yang lurus pada masa ini tidak mengetahuinya atau pura-pura tidak mengetahuinya, maka mereka terpengaruh dengan pemikiran sekularis (memisahkan agama dari kehidupan) dan orang-orang ateis (yang tak beragama), maka mereka menyeruka kemerdekaan wanita, dan termasuk kemerdekaannya (menurut mereka) adalah memberi hak para wanita itu untuk menikahkan dirinya sendiri. Dan ebberapa hal lain yang menyebabkan mereka lepas dari agama ini. [2.233] Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan æóÇáúæóÇáöÏóÇÊõ íõÑúÖöÚúäó ÃóæúáÇÏóåõäøó Íóæúáóíúäö ßóÇãöáóíúäö áöãóäú ÃóÑóÇÏó Ãóä íõÊöãøó ÇáÑøóÖóÇÚóÉó æóÚóáóì ÇáãóæúáõæÏö áóåõ ÑöÒúÞõåõäøó æóßöÓúæóÊõåõäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö áÇó ÊõßóáøóÝõ äõÝúÓñ ÅöáÇøó æõÓúÚóåóÇ áÇó ÊõÖóÇÑøó æóÇáöÏóÉñ ÈöæóáóÏöåóÇ æóáÇó ãóæúáõæÏñ áøóåõ ÈöæóáóÏöåö æóÚóáóì ÇáæóÇÑöËö ãöËúáõ Ðóáößó ÝóÅöäú ÃóÑóÇÏóÇ ÝöÕóÇáÇð Úóä ÊóÑóÇÖò ãøöäúåõãóÇ æóÊóÔóÇæõÑò ÝóáÇó ÌõäóÇÍó ÚóáóíúåöãóÇ æóÅöäú ÃóÑóÏúÊøõãú Ãóä ÊóÓúÊóÑúÖöÚõæÇ ÃóæúáÇÏóßõãú ÝóáÇó ÌõäóÇÍó Úóáóíúßõãú ÅöÐóÇ ÓóáøóãúÊõã ãøóÇ ÂÊóíúÊõã ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö æóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøó Çááøóåó ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó ÈóÕöíÑñ (233) áÇó ÊõßóáøóÝõ äõÝúÓñ ÅöáÇøó æõÓúÚóåóÇ kemampuannya æóÚóáóì ÇáæóÇÑöËö Anak yang mewarisi, jika ayahnya telah meninggal dunia. ãöËúáõ Ðóáößó Seperti jika ayahnya masih hidup ÝöÕóÇáÇð Menyapih (memisahkan anak dari air susu ibunya) Ãóä ÊóÓúÊóÑúÖöÚõæÇ ÃóæúáÇÏóßõãú (menyusukan anak-anak kalian) kepada wanita yang bukan ibu kandung mereka, jika mereka (ibu-ibu kandungnya) enggan menyusui anak-anak mereka. ÓóáøóãúÊõã Apabila hal itu telah dimusyawarahkan dan diridhoi ãøóÇ ÂÊóíúÊõã Apa-apa yang kalian berikan @Janda 2: 234 [2.234] Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis idahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat æóÇáøóÐöíäó íõÊóæóÝøóæúäó ãöäßõãú æóíóÐóÑõæäó ÃóÒúæóÇÌÇð íóÊóÑóÈøóÕúäó ÈöÃóäÝõÓöåöäøó ÃóÑúÈóÚóÉó ÃóÔúåõÑò æóÚóÔúÑÇð ÝóÅöÐóÇ ÈóáóÛúäó ÃóÌóáóåõäøó ÝóáÇó ÌõäóÇÍó Úóáóíúßõãú ÝöíãóÇ ÝóÚóáúäó Ýöí ÃóäÝõÓöåöäøó ÈöÇáúãóÚúÑæÝö æóÇááøóåõ ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó ÎóÈöíÑñ (234) Diriwayatkan dari Ibnuz Zubair, aku berkata kepada ‘Utsman – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: æóÇáøóÐöíäó íõÊóæóÝøóæúäó ãöäßõãú æóíóÐóÑõæäó ÃóÒúæóÇÌÇð æóÕöíøóÉð áÃóÒúæóÇÌöåöã...... (ÇáÈÞÑÉ:240) Artinya: “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antaramu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya,……” (Q.S Al-Baqoroh: 240) Az-Zubair berkata: “Ayat tersebut telah dinasakh oleh ayat lain (yakni oleh ayat di atas Al-Baqoroh: 234) mengapa engkau masih menulisnya atau membiarkannya.” ‘Utsmaan berkata: “Wahai putera saudaraku, aku tidak akan merubah sesuatu pun (daripada ayat Al-Qur’an) dari tempatnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dan Al-Ismaa’iliy sebagaimana tersebut di Fatchul Baariy. Apa yang terjadi antara Ibnuz Zubair dan ‘Utsman – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi mereka semua – itu adalah yang disepakati antara para ulama bahkan semua ummat ini. Maka ayat: æóÇáøóÐöíäó íõÊóæóÝøóæúäó ãöäßõãú æóíóÐóÑõæäó ÃóÒúæóÇÌÇð æóÕöíøóÉð áÃóÒúæóÇÌöåöã ãøóÊóÇÚÇð Åöáóì ÇáÍóæúáö...... (240) Artinya: “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antaramu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya…..(Q.S Al-Baqoroh: 240) Ayat tersebut di nasakh dengan ayat 234 diatas meskipun letak ayat yang menasakh lebih dahulu daripada yang dinasakh menurut urutan mush-chaf yang mulia. Sebab demikianlah tertulis pada zaman Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – oleh karenanya Sayyidina ‘Utsmaan menetapkannya demikian ketika ia menulis mush-chaf. Itu menunjukkan bahwa urutan mush-cahf dengan ayat-ayatnya dan surat-suratnya adalah tawqiifiy (petunjuk dari Allah melalui Jibril kepada Nabi) tidak ada ikut campur tangan seorang pun dalam memilih urutannya. Dan hal ini telah dinukil secara kesepakatan oleh banyak para ulama dan mereka berkata: “Sesungguhnya urutan Al-Qur’an yang ada ditengah-tengah kita saat ini adalah turun secara demikian dari Lauchul Machfuuzh oleh karenanya Sayyiduna ‘Utsmaan berkata kepada Ibnuz Zubair: “Wahai putera saudaraku, aku tidak akan merubah sesuatupun dari tempatnya”, semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya. Maka seluruh ummat ini berhutang budi pada karya Sayyidina ‘Utsmaan dalam (penulisan ulang) Al-Qur’an, seperti juga kepada dua saudara (seiman) pendahulunya, yaitu: Abubakar dan Umar dan seluruh orang yang terlibat dalam mengumpulkannya serta menulisnya. Maka semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi mereka dan membalas mereka atas pelayanan mereka terhadap Al-Qur’an dan (jasa mereka) terhadap kami dengan balasan yang terbaik. Diriwayatkan dari Zaynab binti Ka’b bin ‘Ujroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi mereka berdua – bahwasanya Al-Furoy’ah binti Maalik bin Sinaan, yaitu saudari Abu Sa’iid Al-Khudriy – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi mereka – mengabarkan kepadanya bahwasanya ia datang kepada Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – ia bertanya kepada Rasululloh bahwa ia ingin pulang kepada keluarganya di Bani Khudroh dan bahwasanya suaminya sedang keluar untuk mencari beberapa hamba sahayanya yang melarikan diri, sehingga suaminya itu sampai di ujung Al-Qoduum ia berhasil menemukan mereka, namun mereka membunuhnya. Al-Furoy’ah berkata: “Lalu aku bertanya kepada Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bagaimana jika aku kembali (pulang) ke keluargaku, sebab suamiku tidak meninggalkan untukku sebuah tempat tinggal yang ia miliki dan tidak pula nafkah.” Ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Ya.” Ia berkata: “Aku pun setelah itu pergi, sehingga ku sampai di dekat Rumah beliau atau di Masjid Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – memanggilku atau menyuruh seseorang kepadaku dan aku dipanggil kepadanya, lalu beliau bersabda: “Bagaimana yang engkau katakana tadi?” Ia berkata: “Aku pun menceritakan kembali kisah yang telah aku sebutkan dan juga urusan suamiku tersebut. Beliau bersabda: “Diamlah dirumahmu sehingga ‘iddahmu selesai waktunya.” Ia berkata: “Maka aku pun ber’iddah di rumahku empat bulan dan sepuluh hari. Lalu ketika ‘Utsmaan mengutus seseorang kepadaku lalu orang itu bertanya kepadaku tentang hal itu (yakni tentang ‘iddah seorang isteri ketika ditinggal mati suaminya) maka aku pun menceritakannya lalu ia mengikutinya dan menghukum dengannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawuud, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Mujtabaa dan dalam Al-Kubroo, Ibnu Maajah, Ad-Daarimiy, Ibnu Chibbaan, Al-Chaakim dan selain mereka, dihasankan oleh At-Turmudziy dan disahihkan olehnya serta disahihkan oleh Al-Chaakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy. Ayat yang mulia serta hadits Al-Furoy’ah menunjukkan atas wajibnya ‘iddah wafat (bagi seorang isteri yang ditinggal mati oleh suaminya) dan bahwasanya sang isteri menunggu selama empat bulan sepuluh hari, dan tidak ada perbedaan dalam masalah ini di antara para ulama hanya saja ini selain isteri yang dalam keadaan hamil (ketika ditinggal mati suaminya). Adapun wanita hamil maka ‘iddahnya hingga melahirkan, baik masanya sebentar ataupun lama, karena ijma’ (kesepakatan ulama) atas hal itu. Dan karena firman Allah Yang Maha Luhur: æóÃõæáÇóÊõ ÇúáÃóÍúãóÇáö ÃóÌóáõåõäøó Ãóäú íóÖóÚúäó Íóãúáóåõäøó......(ÇáØáÇÞ: 4) Artinya: “Dan wanita-wanita yang hamil maka batas waktu (‘iddah) mereka adalah ketika merek telah melahirkan……” (Q.S Ath-Tholaq: 4) dalam hadits tersebut terdapat keterangan wajib (bagi isteri) menghabiskan masa ‘iddah Karen mati (suaminya) di rumah yang mana suaminya meninggal dunia, walaupun ia tidak mempunyai kepemilikan atas rumah itu dan bahwasanya ia tidak boleh keluar dari sana (kecuali setelah selesai masa ‘iddahnya). Dengan inilah para ulama berpendapat. Karena nash hadits Nabi: “Tinggallah di rumahmu…..” Dan diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyyah – smeoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkabung (melewati masa berduka) melebihi tiga hari kecuali atas suaminya empat bulan sepuluh hari. Maka ia tidak boleh bercelak, dan tidak boleh memakai pakaian yang dicelup (yang diwarnai) kecuali pakaian sekedar untuk menutup auratnya (yakni sederahan dan bukan pakaian yang mencolok warnanya) dan hendaknya ia tidak menyentuh minyak wangi kecuali apabila ia suci dari haidhnya sedikit dari pada qisthi adzfar (jenis wewangian).” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy, Muslim, Abu Daawuud, An-Nasaa-iy, Ibnu Maajah, dan dalam masalah ini terdapat pula hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Zaynab binti Ummu Salamah dan ‘Aa-isyah serta dari selain keduanya, dan semuanya tercatat dalam sahih Al-Bukhooriy. Hadits tersebut menunjukkan atas pelarangan terhadap isteri pada masa-masa ‘iddah untuk memakai pakaian yang dicelup (pewarna) atau memakai celak atau memakai wewangian atau berhiasa dengan emas dan perak atau semacamnya sebagaimana diterangkan dalam hadits-hadits lain. Hanyasaja ia diberi keringanan ketika ia suci dari haidhnya untuk menggunakan pedupaan yang dibakar padanya sesuatu yang memiliki bau harum (seperti kayu gahru). Ini semua khusus untuk isteri bagi suaminya yang telah wafat. Adapun yang lain maka tidak boleh berkabung di atas tiga hari. Sebagaimana dinashkan (ditetapkan) dalam hadits. @Sindiran yang berisi keinginan untuk menikah yang ditujukan kepada janda yang beluam selesai masa tunggu (‘iddah)-nya [2.235] Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun æóáÇó ÌõäóÇÍó Úóáóíúßõãú ÝöíãóÇ ÚóÑøóÖúÊõã Èöåö ãöäú ÎöØúÈóÉö ÇáäøöÓóÇÁö Ãóæú ÃóßúäóäÊõãú Ýöí ÃóäÝõÓößõãú Úóáöãó Çááøóåõ Ãóäøóßõãú ÓóÊóÐúßõÑõæäóåõäøó æóáóßöä áÇøó ÊõæóÇÚöÏõæåõäøó ÓöÑÇøð ÅöáÇøó Ãóä ÊóÞõæáõæÇ ÞóæúáÇð ãøóÚúÑõæÝÇð æóáÇó ÊóÚúÒöãõæÇ ÚõÞúÏóÉó ÇáäøößóÇÍö ÍóÊøóì íóÈúáõÛó ÇáßöÊóÇÈõ ÃóÌóáóåõ æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøó Çááøóåó íóÚúáóãõ ãóÇ Ýöí ÃóäÝõÓößõãú ÝóÇÍúÐóÑõæåõ æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøó Çááøóåó ÛóÝõæÑñ Íóáöíãñ (235) ÃóßúäóäÊõãú Kalian rahasiakan dan sembunyikan áÇøó ÊõæóÇÚöÏõæåõäøó ÓöÑÇøð Perjanjian yang mana mereka tidak akan menikah selain dengan kalian æóáÇó ÊóÚúÒöãõæÇ ÚõÞúÏóÉó ÇáäøößóÇÍö Jangan melakukan akad nikah sampai sempurnanya ‘iddah (masa tunggu) Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas bahwasnya ia berkata tentang firman Allah Yang Maha Luhur: “tentang apa-apa yang engkau ungkapkan daripada sindiran untuk melamar wanita” yaitu ia berkata: “Aku ingin menikah, atau wanita (atau seorang isteri) termasuk kebutuhan, dan aku sangat senang jika mudah bagiku untuk memperoleh seorang wanita yang solichah. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab nikah, dan Ibnu Jariir dalam tafsir, juga Ibnu Abi Syaibah dan Sa’iid bin Manshuur dan sebagainya. Itulah yang disepakati oleh para ahli tafsir baik dari ulama salaf maupun yhang lain. Maka tidak boleh berterusterang meminang seorang wanita sedang ia masih berada dalam masa ‘iddah (masa tunggu)-nya akan tetapi boleh dengan sindiran sebagaimana tersebut di atas. Juga sebagaimana ada keterangan dalam hadits Fathimah binti Qois ketika ia dicerai oleh suaminya dengan talak tiga, maka Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda kepadanya: “Jika engkau telah halal (yakni selesai dari ‘iddah) maka beritahukanlah aku.” Atau dalam riwayat lain: “hendaknya dirimu tidak luput dariku.” Maka ini termasuk dalam sindiran. Dan harus diketahui bahwa sindiran ini hanya berlaku bagi wanita yang ditinggal mati suaminya dan yang dicerai dengan talak tiga. Adapun yang selain itu maka tidak boleh sama sekali dengan kesepakatan para ulama. Dan para ulama telah bersepakata atas pengharaman pinangan secara terang-terangan ini dan juga akad nikah ketika masih dalam amsa ‘iddah. Dan ulama mazhab Maliki sangat keras dalam hal ini sehingga mereka mengatakan: “Wanita tersebut haram atas diri seorang lelaki selamanya jika ia melakukan akad dengannya dalam masa ‘iddah.” @Perceraian dalam pernikahan sebelum bercampur dengan isteri 2: 236 – 237 [2.236] Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan áÇó ÌõäóÇÍó Úóáóíúßõãú Åöä ØóáøóÞúÊõãõ ÇáäøöÓóÇÁó ãóÇ áóãú ÊóãóÓøõæåõäøó Ãóæú ÊóÝúÑöÖõæÇ áóåõäøó ÝóÑöíÖóÉð æóãóÊøöÚõæåõäøó Úóáóì ÇáãõæÓöÚö ÞóÏóÑõåõ æóÚóáóì ÇáãõÞúÊöÑö ÞóÏóÑõåõ ãóÊóÇÚÇð ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö ÍóÞÇøð Úóáóì ÇáãõÍúÓöäöíäó (236) ÝóÑöíÖóÉð Mahar wajib æóãóÊøöÚõæåõäøó Berikanlah kepada mereka ÇáãõæÓöÚö Orang luas rezkinya. Terambil dari kata sa’ati dzatil yad (luas atau leluasa untuk memberikan apa yang ada di tangannya) ÇáãõÞúÊöÑö Orang yang memiliki sedikit harta (atau miskin) Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d dan Abu Usaid – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – mereka berdua berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – menikahi Umaymah binti Syarochiil. Lalu ketika ia masuk kepada Rasululloh, beliau mengulurkan tangan beliau kepadanya maka seolah-olah ia tidak menyukai hal itu. Maka beliau menyuruh Abu Usaid untuk mempersiapkan kepulangan wanita tersebut dan beliau memberikan kepada wanita itu dua baju yang bagus.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab talak, dan dalam riwayat lain bahwasanya beliau – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda kepadanya: “Berikanlah dirimu untukku.” Maka ia berkata: “Apakah pantas seorang ratu memberikan dirinya kepada orang biasa.” Maka beliau meletakkan tangan beliau pada dirinya agar ia tenang, lalu ia berucap: “A’uudzu billaahi minka (artinya: Aku berlindung kepada Allah darimu).” Maka beliau bersabda: “Engkau sungguh telah berlindung dengan perlindungan (yang agung).” Maka beliau bersabda (kepada Abu Usaid): “Wahai Abu Usaid berilah ia dua pakaian yang bagus dan kembalikanlah ia kepada keluarganya.” Riwayat semacam ini juga diriwayatkan dari (melalui) ‘Aa-isyah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhooriy pula. Ayat yang mulia tersebut menunjukkan bolehnya seseorang mencerai isterinya sebelum ia mengumpulinya, yakni menggaulinya, dan sebelum menentukan maharnya. Dan bahwasanya wajib atas suami untuk memberi mut’ah (pemberian) yakni memberikan kepada isterinya yang dicerai itu sesuatu yang tidak ditentukan (jumlah atau ukurannya dalam syari’at) baik berupa baju atau perhiasan atau harta atau semacam itu yang sekiranya bermanfaat baginya. Dan hadits tersebut juga menunjukkan sebagian yang ditunjukkan oleh ayat diatas yaitu perceraian sebelum berkumpul dan pemberian mut’ah. Para ulama berbeda pendapat tentang pemberian kepada wnaita yang dicerai tersebut apakah wajib bagi suami secara mutlak ataukah khusus bagi isteri yang dicerai sebelum dikumpuli saja, baik ia telah menentukan maharnya atau belum, dalam hal ini terdapat beberapa pendapat. Menurut makna lahiriahnya adalah bahwa pemberian itu wajib bagi wanita yang belum ditentukan maharnya dan dicerai sebelum berkumpul (atau digauli), sedangkan pada selain kasus tersebut maka hukumnya hjan ya sunnah saja. Ini juga selain kasus isteri yang ditinggal mati suaminya dan belum dikumpuli, maka isteri tersebut berhak mendapat mahar yang layak, ‘iddah (empat bulan sepuluh hari) dan warisan sebagaimana nanti akan datang pada tempatnya. [2.237] Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan æóÅöä ØóáøóÞúÊõãõæåõäøó ãöä ÞóÈúáö Ãóä ÊóãóÓøõæåõäøó æóÞóÏú ÝóÑóÖúÊõãú áóåõäøó ÝóÑöíÖóÉð ÝóäöÕúÝõ ãóÇ ÝóÑóÖúÊõãú ÅöáÇøó Ãóä íóÚúÝõæäó Ãóæú íóÚúÝõæó ÇáøóÐöí ÈöíóÏöåö ÚõÞúÏóÉõ ÇáäøößóÇÍö æóÃóä ÊóÚúÝõæÇ ÃóÞúÑóÈõ áöáÊøóÞúæóì æóáÇó ÊóäÓóæõÇ ÇáÝóÖúáó Èóíúäóßõãú Åöäøó Çááøóåó ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó ÈóÕöíÑñ (237) æóáÇó ÊóäÓóæõÇ ÇáÝóÖúáó Èóíúäóßõãú kebaikan @Sholat 2: 238 – 239 [2.238] Peliharalah segala salat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk ÍóÇÝöÙõæÇ Úóáóì ÇáÕøóáóæóÇÊö æóÇáÕøóáÇÉö ÇáæõÓúØóì æóÞõæãõæÇ áöáøóåö ÞóÇäöÊöíäó (238) ÍóÇÝöÙõæúÇ Úóáóì ÇáÕøóáóæóÇÊö (jagalah salat lima waktu) yakni hendaklah kalian solat tepat pada waktunya. æóÇáÕøóáÇÉö ÇáæõÓúØóì (sholat yang pertengahan) yakni Sholat asar. Dan dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan: sholat zhuhur. Ada yang mengatakan: sholat maghrib. Dan ada pula yang mengatakan: sholat fajr (subuh). Dan ada yang mengatakan: yaitu salah satu dari sholat yang llima waktu itu. Dan Allah menyuruh kita untuk menjaganya seluruhnya. ÞóÇäöÊöíäó Dalam keadaan taat atau patuh. (qoonitiin berasal dari kata al-qunuut) al-qunuut maknanya ketaatan. Ada pula yang mengatakan bahwa qoonitiin maknanya dalam keadaan diam (tak boleh berbicara dalam sholat). Diriwayatkan dari Ali – semoga salam tetap atasnya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda pada saat terjadi perang Achzaab (yakni perang Khondaaq): “Mereka (yakni kaum musyrikin) telah membuta kita sibuk dari sholat wusthoo (sholat yang pertengahan) yakni sholat Ashar, semoga Allah memenuhi rumah dan kubur mereka dengan api.” Kemudian belia melakukan sholat ashar itu antara maghrib dan ‘isyaa’.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab tafsir, Muslim dalam bab masjid-masjid, Abu Daawuud, An-Nasaa-iy dalam Al-Kubroo, At-Turmudziy, dan Ibnu Maajah. Hadits tersebut menunjukkan secara jelas tentang sholat wushthoo dan bahwasanya itu adalah sholat Ashar, dan itu merupakan pendapat sebagian besar para ulama. Diriwayatkan dari Zaid bin Arqom – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Dahulu kami berbicara dalam sholat, salah seorang kami mengajak saudaranya berbicara tentang keperluannya, sehingga turun ayat ini: ÍóÇÝöÙõæÇ Úóáóì ÇáÕøóáóæóÇÊö æóÇáÕøóáÇÉö ÇáæõÓúØóì æóÞõæãõæÇ áöáøóåö ÞóÇäöÊöíäó (ÇáÈÞÑÉ: 238) Artinya: “Peliharalah segala salat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk” (Q.S Al-Baqoroh: 238) Maka kami diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy, Muslim, Abu Daawuud, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy dalam Al-Mujtabaa dan Al-Kubroo, dan yang selain mereka. Hadits tersebut menunjukkan bahwa ayat di atas turun tentang pengharaman berbicara dalam sholat, dan bahwasanya makna al-qunuut di sini adalah as-sukuut (diam), yakni berdirilah kalian karena-Nya dalam keadaan diam. Dan ini salah satu makna qunuut, dan ia memiliki makna lain yang melewati sepuluh makna. [2.239] Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (salatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui ÝóÅöäú ÎöÝúÊõãú ÝóÑöÌóÇáÇð Ãóæú ÑõßúÈóÇäÇð ÝóÅöÐóÇ ÃóãöäÊõãú ÝóÇÐúßõÑõæÇ Çááøóåó ßóãóÇ Úóáøóãóßõã ãøóÇ áóãú ÊóßõæäõæÇ ÊóÚúáóãõæäó (239) Diriwayatkan dari Naafi’ – semoga Allah Yang Maha Luhur merahmatinya – bahwasanya Abdulloh bin Umar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ketika ia ditanya tentang sholat khouf ia berkata: “Imam maju bersama sekelompok orang lalu imam sholat bersama mereka itu satu rakaat, dan hendaknya satu kelompok yang lain berada antara mereka dengan musuh yakni mereka tidak sholat (untuk berjaga). Apabila mereka yang bersama imam tadi telah sholat satu rakaat mereka mundur dan menggantikan tempat orang-orang yang belum sholat tadi dan mereka jangan salam terlebih dahulu, lalu kelompok yang belum sholat tadi maju untuk sholat satu rakaat bersama imam, kemudian imam selesai dari sholatnya dan sudah sempurna baginya dua rakaat, sedangkan setiap orang dari dua kelompok tadi sholat sendiri-sendiri satu rokaat setelah imam selesai, maka jadilah setiap dari dua kelompok tadi sholat dua rakaat. Jika keadaan takut lebih parah dari itu maka hendalah mereka semua sholat dalam keadaan berjalan kaki dan berdiri di atas telapak kaki mereka atau menaiki kendaraan, baik menghadap kiblat atau tidak mengahadap kiblat. Malik berkata: “Naafi’ berkata: “Saya tidak meyakini bahwa Abdulloh bin Umar menyebutkan hal itu kecuali ia mendapatkannya dari Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau.” Al-Bukhooriy meriwayatkan dengan konteks demikian dalam bab tafsir, Muslim dalam bab sholat khouf, dan juga yang selain keduanya, adapun Muslim menambah dalam riwayatnya: “Jika keadaan takut lebih gawat dari itu maka hendaknya mereka sholat baik dalam keadaan menaiki kendaraan atau berdiri dengan cara memberi isyarat.” Sholat Khouf telah diterangkan dalam beberapa cara dan dasarnya ada enam cara, dan yang disebut di sini adalah salah satunya, dan Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – telah melakukannya dalam beberapa peperangan. Sedangkan ayat yang mulia menunjukkan atas keringanan untuk melakukan sholat khouf dalam keadaan berdiri atau dudu, baik berjalan kaki atau berkendaraan. Ini termasuk rahmat Allah Yang Maha Luhur dan kelembutannya terhadap hambanya ketika ketakutan bertambah parah. Dan akan datang pembahasana tentang tema ini dalam surat An-Nisaa’. @Nafkah untuk janda (mantan isteri) 2: 240 [2.240] Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antaramu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang makruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana æóÇáøóÐöíäó íõÊóæóÝøóæúäó ãöäßõãú æóíóÐóÑõæäó ÃóÒúæóÇÌÇð æóÕöíøóÉð áÃóÒúæóÇÌöåöã ãøóÊóÇÚÇð Åöáóì ÇáÍóæúáö ÛóíúÑó ÅöÎúÑóÇÌò ÝóÅöäú ÎóÑóÌúäó ÝóáÇó ÌõäóÇÍó Úóáóíúßõãú Ýöí ãóÇ ÝóÚóáúäó Ýöí ÃóäÝõÓöåöäøó ãöä ãøóÚúÑõæÝò æóÇááøóåõ ÚóÒöíÒñ Íóßöíãñ (240) @Bercerai dengan baik 2: 241 [2.241] Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut`ah menurut yang makruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa æóáöáúãõØóáøóÞóÇÊö ãóÊóÇÚñ ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö ÍóÞÇøð Úóáóì ÇáãõÊøóÞöíäó (241) [2.242] Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya ßóÐóáößó íõÈóíøöäõ Çááøóåõ áóßõãú ÂíóÇÊöåö áóÚóáøóßõãú ÊóÚúÞöáõæäó (242) @Allah menghidupkan kembali satu kabilah dari orang-orang yahudi setelah Dia mematikan mereka 2: 243 [2.243] Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu", kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur Ãóáóãú ÊóÑó Åöáóì ÇáøóÐöíäó ÎóÑóÌõæÇ ãöä ÏöíóÇÑöåöãú æóåõãú ÃõáõæÝñ ÍóÐóÑó ÇáãóæúÊö ÝóÞóÇáó áóåõãõ Çááøóåõ ãõæÊõæÇ Ëõãøó ÃóÍúíóÇåõãú Åöäøó Çááøóåó áóÐõæ ÝóÖúáò Úóáóì ÇáäøóÇÓö æóáóßöäøó ÃóßúËóÑó ÇáäøóÇÓö áÇó íóÔúßõÑõæäó (243) æóåõãú ÃõáõæÝñ Beribu-ribu (243) ãóä ÐóÇ ÇáøóÐöí íõÞúÑöÖõ Çááøóåó Seorang hamba menghutangi Tuhannya dengan menyedekahkan hartanya menurut apa yang diperintahkan oleh Allah dan mempergunakannya di jalan Allah. ÝóíõÖóÇÚöÝóåõ Allah akan melipatgandakan (harta yang diinafkkan)itu. áóåõ ÃóÖúÚóÇÝÇð ßóËöíÑóÉð Di dunia dan di akhirat æóÇááøóåõ íóÞúÈöÖõ Allah menahan membatasi (rezqi) æóíóÈúÓõØõ Allah melapangkan(nya) (245) ÇáãóáÃö ãöäú Èóäöí ÅöÓúÑóÇÆöíáó pemuka-pemuka bani Israil dan orang-orang mulia di antara mereka. åóáú ÚóÓóíúÊõãú Maknanya: bisa jadi kalian tidak akan pernah menepati apa yang telah kalian janjikan yaitu untuk berperang dan berjihad. Åöä ßõÊöÈó Úóáóíúßõãõ ÇáÞöÊóÇáõ Jika kalian diwajibkan untuk berperang (246) ÒóÇÏóåõ ÈóÓúØóÉð Ýöí ÇáÚöáúãö æóÇáúÌöÓúãö Menambah keluasan untuknya (dalam hal ilmu dan badan) (247) Åöäøó ÂíóÉó tanda ÇáÊøóÇÈõæÊõ Peti Yang mana bani Israil meletakkan didepan mereka ketika perang hingga tidak ada satupun yang bisa menyerang atau mengalahkan mereka ÓóßöíäóÉñ Dikatakan bahwa: (sakiinah adalah) angin yang memiliki wajah bagaikan wajah manusia. Dan terdapat perbedaan pendapat tentang masalah ini. æóÈóÞöíøóÉñ ãøöãøóÇ ÊóÑóßó Âáõ ãõæÓóì Tongkatnya nabi Musa – semoga salam tetap atasnya – dan pecahan loh (atau papan) batu bertulis (yakni sepuluh perintah yang Allah turunkan di gunung Thursina kepada Nabi Musa) (248) íóÙõäøõæäó Mereka meyakini dan mengetahui ÝöÆóÉò Sekelompok manusia. Fi-ah adalah lafazh yang bermakna jama’ namun tidak memiliki bentuk mufrod (tunggalnya) seperti lafazh rohth dan nafar. (249) ÃóÝúÑöÛú turunkanlah ËóÈøöÊú (kokohkanlah) Agar kita tidak terkalahkan (250) Çááøóåõ áÇó Åöáóåó ÅöáÇøó åõæó ÇáÍóíøõ ÇáÞóíøõæãõ Yang selalu melaksanakan atas segala sesuatu yang dijaga-Nya ÓöäóÉñ Rasa kantuk ßõÑúÓöíøõåõ Allah yang Paling mengetahui maksudnya. Banyak perbedaan pendapat tentang penyebutan dan penafsirannya. Dan Allah-lah Yang Maha mengetahuinya. íóÆõæÏõåõ Berat baginya æóåõæó ÇáÚóáöíøõ (Maha Tinggi atau Luhur)dari tandingan dan penyerupaan (255) ÇáÑøõÔúÏõ ãöäó ÇáÛóíøö Telah jelas hal yang benar dari yang batil ÈöÇáØøóÇÛõæÊö Setan dan segala hal yang setan mengajak pada hal itu ÈöÇáúÚõÑúæóÉö ÇáæõËúÞóì Al-‘urwah (asal maknanya adalah buhul / simpul tali) maknanya disini adalah keimanan yang dipegang teguh oleh orang mukmin áÇó ÇäÝöÕóÇãó (Infishoom terambil dari kata) fashm artinya pecah atau putus. (256) ÝóÈõåöÊó ÇáøóÐöí ßóÝóÑó Terdiam dan kalah dalam berhujjah (258) Ãóæú ßóÇáøóÐöí ãóÑøó Úóáóì ÞóÑúíóÉò Ada yang mengatakan orang yang dimaksud itu ialah Nabi Uzair (semoga salam tetap atasnya). Dan adapula yang mengatakan Nabi Armiya’ – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atasnya –sedangkan yang dimaksud dengan desa di situ adalah Baitul Maqdis. ÎóÇæöíóÉñ sepi ÚõÑõæÔöåóÇ Rumah dan bangunan-bangunannya Ãóäøóì Bagaimana? áóãú íóÊóÓóäøóåú berubah äõäÔöÒõåóÇ Kami menghidupkannya. (Asal kata nunsyizu dari) insyaaz maknanya: menyusun dan menghidupkan. (259) ÝóÕõÑúåõäøó Sebagina mengatakan maknanya: kumpulkanlah mereka. Sebagian lain mengatakan maknanya: potong-potong dan pisahkanlah mereka. ÓóÚúíÇð (berjalan atau berlarii) di atas kaki-kaki mereka. (260) [2.244] Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui æóÞóÇÊöáõæÇ Ýöí ÓóÈöíáö Çááøóåö æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøó Çááøóåó ÓóãöíÚñ Úóáöíãñ (244) @Pelipat gandaan pinjaman untuk Allah 2: 245 [2.245] Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan ãóä ÐóÇ ÇáøóÐöí íõÞúÑöÖõ Çááøóåó ÞóÑúÖÇð ÍóÓóäÇð ÝóíõÖóÇÚöÝóåõ áóåõ ÃóÖúÚóÇÝÇð ßóËöíÑóÉð æóÇááøóåõ íóÞúÈöÖõ æóíóÈúÓõØõ æóÅöáóíúåö ÊõÑúÌóÚõæäó (245) @Bani Israil mengingkari perkataan mereka sendiri dan menolak untuk berjihad di jalan Allah 2: 246 [2.246] Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israel sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: "Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah". Nabi mereka menjawab: "Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang." Mereka menjawab: "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?" Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang lalim Ãóáóãú ÊóÑó Åöáóì ÇáãóáÃö ãöäú Èóäöí ÅöÓúÑóÇÆöíáó ãöäú ÈóÚúÏö ãõæÓóì ÅöÐú ÞóÇáõæÇ áöäóÈöíòø áøóåõãõ ÇÈúÚóËú áóäóÇ ãóáößÇð äøõÞóÇÊöáú Ýöí ÓóÈöíáö Çááøóåö ÞóÇáó åóáú ÚóÓóíúÊõãú Åöä ßõÊöÈó Úóáóíúßõãõ ÇáÞöÊóÇáõ ÃóáÇøó ÊõÞóÇÊöáõæÇ ÞóÇáõæÇ æóãóÇ áóäóÇ ÃóáÇøó äõÞóÇÊöáó Ýöí ÓóÈöíáö Çááøóåö æóÞóÏú ÃõÎúÑöÌúäóÇ ãöä ÏöíóÇÑöäóÇ æóÃóÈúäóÇÆöäóÇ ÝóáóãøóÇ ßõÊöÈó Úóáóíúåöãõ ÇáÞöÊóÇáõ ÊóæóáøóæúÇ ÅöáÇøó ÞóáöíáÇð ãøöäúåõãú æóÇááøóåõ Úóáöíãñ ÈóÇáÙøóÇáöãöíäó (246) @Bani Israil iri hati terhadap diangkatnya Tholuut menjadi raja 2: 247 [2.247] Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang banyak?" (Nabi mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui æóÞóÇáó áóåõãú äóÈöíøõåõãú Åöäøó Çááøóåó ÞóÏú ÈóÚóËó áóßõãú ØóÇáõæÊó ãóáößÇð ÞóÇáõæÇ Ãóäøóì íóßõæäõ áóåõ Çáãõáúßõ ÚóáóíúäóÇ æóäóÍúäõ ÃóÍóÞøõ ÈöÇáúãõáúßö ãöäúåõ æóáóãú íõÄúÊó ÓóÚóÉð ãøöäó ÇáãóÇáö ÞóÇáó Åöäøó Çááøóåó ÇÕúØóÝóÇåõ Úóáóíúßõãú æóÒóÇÏóåõ ÈóÓúØóÉð Ýöí ÇáÚöáúãö æóÇáúÌöÓúãö æóÇááøóåõ íõÄúÊöí ãõáúßóåõ ãóä íóÔóÇÁõ æóÇááøóåõ æóÇÓöÚñ Úóáöíãñ (247) [2.248] Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman æóÞóÇáó áóåõãú äóÈöíøõåõãú Åöäøó ÂíóÉó ãõáúßöåö Ãóä íóÃúÊöíóßõãõ ÇáÊøóÇÈõæÊõ Ýöíåö ÓóßöíäóÉñ ãøöä ÑøóÈøößõãú æóÈóÞöíøóÉñ ãøöãøóÇ ÊóÑóßó Âáõ ãõæÓóì æóÂáõ åóÇÑõæäó ÊóÍúãöáõåõ ÇáãóáÇÆößóÉõ Åöäøó Ýöí Ðóáößó áÂíóÉð áøóßõãú Åöä ßõäÊõã ãøõÄúãöäöíäó (248) [2.249] Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." ÝóáóãøóÇ ÝóÕóáó ØóÇáõæÊõ ÈöÇáúÌõäõæÏö ÞóÇáó Åöäøó Çááøóåó ãõÈúÊóáöíßõã ÈöäóåóÑò Ýóãóä ÔóÑöÈó ãöäúåõ ÝóáóíúÓó ãöäøöí æóãóä áøóãú íóØúÚóãúåõ ÝóÅöäøóåõ ãöäøöí ÅöáÇøó ãóäö ÇÛúÊóÑóÝó ÛõÑúÝóÉð ÈöíóÏöåö ÝóÔóÑöÈõæÇ ãöäúåõ ÅöáÇøó ÞóáöíáÇð ãøöäúåõãú ÝóáóãøóÇ ÌóÇæóÒóåõ åõæó æóÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ãóÚóåõ ÞóÇáõæÇ áÇó ØóÇÞóÉó áóäóÇ Çáíóæúãó ÈöÌóÇáõæÊó æóÌõäõæÏöåö ÞóÇáó ÇáøóÐöíäó íóÙõäøõæäó Ãóäøóåõã ãøõáÇÞõæÇ Çááøóåö ßóã ãøöä ÝöÆóÉò ÞóáöíáóÉò ÛóáóÈóÊú ÝöÆóÉð ßóËöíÑóÉð ÈöÅöÐúäö Çááøóåö æóÇááøóåõ ãóÚó ÇáÕøóÇÈöÑöíäó (249) Diriwayatkan dari Al-Baroo’ bin ‘Aazib – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Kami para sahabat Nabi Muhammad – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – kami berbincang-bincang bahwa peserta perang Badr sama jumlahnya dengan tentara Thooluut yang melewati sungai bersamanya, dan tidak melewati sungai bersamanya kecuali mereka yang beriman, yaitu berjumlah tiga ratus belasan orang (antara 13 hingga 19).” Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Al-Bukhooriy dalam bab peperangan, dan Ibnu Jariir dan selain mereka. Ayat yang mulia itu datang untuk menerangkan tentang kisahThooluut ketika hendak berperang dengan Jaaluut, dan Allah memilih tentara dari Bani israil dengan cara menguji mereka dengan sebuah sungai, sedang mereka telah dilanda kehausan. Barangsiapa yang meminumnya maka orang itu berlepas diri darinya dan barangsiapa yang tidak minum maka ia berarti orang yang setia kepadanya dan murni atau ikhlas kepada Allah Yang Maha Luhur. Maka Thooluut dan tiga ratus belasan orang itu melewati sungai, yaitu mereka yang tidak minum (dari sungai itu) kecuali seciduk dengan tangannya. Lalu ketika mereka melihat tentara Jaaluut yang gesit mereka berkata: “Kita tidak memiliki cukup kekuatan hari ini untuk melawan mereka.” Maka orang-orang yang memiliki keyakinan teguh di antara para ulama dan orang-orang yang mulia lagi salih dari mereka menenangkan mereka bahwa kemenangan bukan semata karena banyaknya jumlah dan bilangan. Maka banyak pula terjadi kelompok yang sedikit mendapat kemenangan dari kelompok atau tentara yang sangat banyak jumlahnya dengan kehendak, pertollongan dan izin dari Allah, dan hanyasaja kemenangan itu dari sisi Allah yang mana Dia memenangkan siapa yang Dia kehendaki. Oleh karena itu ketika para pasukan sudah pada barisannya dan sudah saling menyerang, Nabi Allah Daawuud – semoga salam tetap aatsnya – membunuh ketua para orang-orang zalim itu yaitu Jaaluut, maka kalahlah tentaranya dan menanglah kaum muslimin. Dan kisahnya telah terbentangkan pada Al-Qur’an dan tafsir-tafsirnya. Tujuannya adalah bahwa Allah Yang Maha Luhur sebagaimana Dia memuliakan Thooluut dan tentaranya dengan kemenangan bersama dengan sedikitnya jumlah, dan mereka jauh lebih sedikit dari musuh mereka, begitu pula Allah memuliakan Nabi-Nya yaitu kekasih kita Muhammad – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dan para sahabat beliau lalu Allah menguatkan (memenangkan) mereka atas orang-orang kafir Quraisy di Badr meskipun tentara musuh banyak dan para sahabat – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi mereka – dan Allah menjadikan mereka seperti jumlah orang-orang yang berperang bersama Thooluut. Maka keperkasaan hanya milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mu’min. @Dawud dan Jalut 2: 250 – 251 [2.250] Tatkala mereka nampak oleh Jalut dan tentaranya, mereka pun (Thalut dan tentaranya) berdo`a: "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir" æóáóãøóÇ ÈóÑóÒõæÇ áöÌóÇáõæÊó æóÌõäõæÏöåö ÞóÇáõæÇ ÑóÈøóäóÇ ÃóÝúÑöÛú ÚóáóíúäóÇ ÕóÈúÑÇð æóËóÈøöÊú ÃóÞúÏóÇãóäóÇ æóÇäÕõÑúäóÇ Úóáóì ÇáÞóæúãö ÇáßóÇÝöÑöíäó (250) [2.251] Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah, (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam ÝóåóÒóãõæåõã ÈöÅöÐúäö Çááøóåö æóÞóÊóáó ÏóÇæõÏõ ÌóÇáõæÊó æóÂÊóÇåõ Çááøóåõ Çáãõáúßó æóÇáúÍößúãóÉó æóÚóáøóãóåõ ãöãøóÇ íóÔóÇÁõ æóáóæúáÇ ÏóÝúÚõ Çááøóåö ÇáäøóÇÓó ÈóÚúÖóåõã ÈöÈóÚúÖò áøóÝóÓóÏóÊö ÇáÃóÑúÖõ æóáóßöäøó Çááøóåó Ðõæ ÝóÖúáò Úóáóì ÇáÚóÇáóãöíäó (251) @Derajat para nabi dan para rasul 2: 252 [2.252] Itu adalah ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus Êóáúßó ÂíóÇÊõ Çááøóåö äóÊúáõæåóÇ Úóáóíúßó ÈöÇáúÍóÞøö æóÅöäøóßó áóãöäó ÇáãõÑúÓóáöíäó (252) [2.253] Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya Êöáúßó ÇáÑøõÓõáõ ÝóÖøóáúäóÇ ÈóÚúÖóåõãú Úóáóì ÈóÚúÖò ãøöäúåõã ãøóä ßóáøóãó Çááøóåõ æóÑóÝóÚó ÈóÚúÖóåõãú ÏóÑóÌóÇÊò æóÂÊóíúäóÇ ÚöíÓóì ÇÈúäó ãóÑúíóãó ÇáÈóíøöäóÇÊö æóÃóíøóÏúäóÇåõ ÈöÑõæÍö ÇáÞõÏõÓö æóáóæú ÔóÇÁó Çááøóåõ ãóÇ ÇÞúÊóÊóáó ÇáøóÐöíäó ãöäú ÈóÚúÏöåöã ãøöäú ÈóÚúÏö ãóÇ ÌóÇÁóÊúåõãõ ÇáÈóíøöäóÇÊõ æóáóßöäö ÇÎúÊóáóÝõæÇ Ýóãöäúåõã ãøóäú Âãóäó æóãöäúåõã ãøóä ßóÝóÑó æóáóæú ÔóÇÁó Çááøóåõ ãóÇ ÇÞúÊóÊóáõæÇ æóáóßöäøó Çááøóåó íóÝúÚóáõ ãóÇ íõÑöíÏõ (253) @Sedekah 2: 254 [2.254] Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang lalim íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÃóäÝöÞõæÇ ãöãøóÇ ÑóÒóÞúäóÇßõãú ãøöä ÞóÈúáö Ãóä íóÃúÊöíó íóæúãñ áÇøó ÈóíúÚñ Ýöíåö æóáÇó ÎõáøóÉñ æóáÇó ÔóÝóÇÚóÉñ æóÇáúßóÇÝöÑõæäó åõãõ ÇáÙøóÇáöãõæäó (254) @Keagungan Allah, ayat teragung dalam Al-Qur’an (ayat kursi) 2: 255 [2.255] Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar Çááøóåõ áÇó Åöáóåó ÅöáÇøó åõæó ÇáÍóíøõ ÇáÞóíøõæãõ áÇó ÊóÃúÎõÐõåõ ÓöäóÉñ æóáÇó äóæúãñ áøóåõ ãóÇ Ýöí ÇáÓøóãóæóÇÊö æóãóÇ Ýöí ÇáÃóÑúÖö ãóä ÐóÇ ÇáøóÐöí íóÔúÝóÚõ ÚöäÏóåõ ÅöáÇøó ÈöÅöÐúäöåö íóÚúáóãõ ãóÇ Èóíúäó ÃóíúÏöíåöãú æóãóÇ ÎóáúÝóåõãú æóáÇó íõÍöíØõæäó ÈöÔóíúÁò ãøöäú Úöáúãöåö ÅöáÇøó ÈöãóÇ ÔóÇÁó æóÓöÚó ßõÑúÓöíøõåõ ÇáÓøóãóæóÇÊö æóÇáÃóÑúÖó æóáÇó íóÆõæÏõåõ ÍöÝúÙõåõãóÇ æóåõæó ÇáÚóáöíøõ ÇáÚóÙöíãõ (255) Diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – menyerahlan kepada saya untuk menjaga zakat Romadhon, lalu datanglah kepadaku seseorang yang mengambil daripada makanan maka aku pun memegangnya dan aku berkata kepadanya: “Aku pasti akan mengangkat persoalanmu ini kepada Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – orang itu berkata: “Sesungguhnya aku seorang yang memerlukan (bantuan) dan aku memiliki keluarga, selain itu aku sangat memerlukannya.” Maka aku pun melepaskannya. Lalu ketika esok paginya Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Wahai Abu Huroiroh, apa yang diperbuat oleh tawananmu semalam?” Abu Huroiroh berkata: “Aku berkata: “Ya Rasululloh, ia mengeluhkan keperluannya yang sangat dan keluarga, maka aku kasihan kepadanya lalu aku melepaskannya.” Beliau bersabda: “Adapun dia maka ia telah bohong, dan dia akan kembali.” Maka aku pun yakin ia akan kembali karena sabda Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – yaitu: “Sesungguhnya dia akan kembali.” Maka aku mengawasinya dan ia pun mengambil makanan lagi, lalu aku berkata: “Aku pasti akan melaporkan masalah ini kepada Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau.” Maka terjadi kejadian seperti itu selama tiga malam, lalu berkatalah Abu Huroiroh: “Ini adalah akhir daripada tiga kali yang mana engkau yakin bahwa engkau tidak akan kembali lalu engkau kembali.” Orang itu berkata: “Biarkanlah aku mengajarkanmu beberapa kalimat yang mana Allah akan membveri manfaat kepadamu dengan berkatnya.” Aku berkata: “Apa itu?” Ia berkata: “Jika engkau telah berlindung pada tempat tidurmu maka bacalah ayat Kursiy, yaitu: Alloohu laailaaha illaa huwal chayyul qoyyuum hingga akhir ayat itu, maka engkau senantiasa akan di jaga dari sisi Allah dan tidak ada satu setan pun yang akan mendekatimu sehingga esok pagi.” Lalu aku pun melepaskannya dan ketika esok pagi Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Apa yang dieprbuat oleh tawanamu tadi malam?” Aku berkata: “Ya Rasululloh ia menduga bahwa ia telah mengajarkanku beberapa kalimat yang mana dengannya Allah akan memberi manfaat kepadaku maka aku melepaskannya.” Beliau bersabda: “Apa itu?” Aku berkata: “Dia berkata kepadaku: “Ketika engkau telah pergi ke pembaringanmu maka bacalah ayat kursi dari awalnya hingga akhir ayat, yaitu: “Alloohu laa ilaaha illaa huwal chayyul qoyyuum….” Maka ia berkata kepadaku: senantiasa engkau berada dalam penjagaan Allah dan satu setan pun tidak aka nada yang dekat kepadamu hingga esok pagi.” Maka beliau – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Adapun dia telah berkata jujur kepadamu meskipun ia pendusta (pembohong). Engkau tahu siapakah yang bebrbicara kepadamu sejak tiga malam yang lalu wahai Abu Huroiroh?” Abu Huroiroh berkata: “Tidak.” Beliau menjawab: “Itu setan.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab perwakilan, dalam bab permulaan penciptaan, dan pada bab keutamaan Al-Qur’an, dan diriwayatkan pula oleh An-Nasaa-iy secara bersambung (rantai sanadnya), dan hadits yang senada juga diriwayatkan dari Abu Ayyuub dan selainnya. Dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa membaca ayat ini merupakan penjagaan dari setan dan bahwasanya ayat ini memiliki malaikat yang ditugaskan dari sisi Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung untuk menjaga orang yang membacanya. Dan di situ terdapat dalil bolehnya atau mungkinnya seseorang melihat Jin. Adapun yang tersebut dalam surat Al-A’roof bahwasanya tidak mungkin melihatnya, maka ditafsirkan dalam makna melihatnya dalam wujudnya yang asli (sedangkan yang sering dilihat orang adalah wujud jelmaannya) maka di sini tidak terdapat pertentangan sebab Al-Qur’an tidak mungkin bertentangan dengan kenyataan selamanya. Diriwayatkan dari Asmaa’ binti Yaziid – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Aku mendengar Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda tentang dua ayat ini: Çóááåõ áÇó Åöáåó ÅöáÇøó åõæó ÇáúÍóíøõ ÇáúÞóíøõæúãõ...... (ÇáÈÞÑÉ: 255) Ãáã. Çóááåõ áÇó Åöáåó ÅöáÇøó åõæó ÇáúÍóíøõ ÇáúÞóíøõæøãõ (Âá ÚãÑÇä: 1 – 2) Bahwasanya pada kedua ayat itu terdapat ismullooh Al-‘Azhom (nama Allah yang teragung). Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawuud, At-Turmudziy dalam bab doa-doa, dan dihasankan serta disahihkan oleh At-Turmudziy, lafazhnya riwayat Ahmad, dan kedua orang yang terakhir (Abu Daawuud dan At-Turmudziy) sebagai ganti ayat kursi adalah: æóÅöáóåõßõãú Åöáåñ æóÇÍöÏñ áÇó Åöáåó ÅöáÇøó åõæó ÇáÑøóÍúãäõ ÇáÑøóÍöíúãõ (ÇáÈÞÑÉ: 163) Pada ayat tersebut terdapat Ismullooh Al-A’zhom yang mana jika seorang berdoa dengannya maka ia akan diijabah doanya dan ia meminta dengannya maka ia akan diberi, yaitu ayat-ayat yang disebut di atas yaitu ayat Kursiy dan awal surat Aalu ‘Imroon dan satu ayat yang lain, yaitu: æóÅöáóåõßõãú Åöáåñ æóÇÍöÏñ áÇó Åöáåó ÅöáÇøó åõæó ÇáÑøóÍúãäõ ÇáÑøóÍöíúãõ (ÇáÈÞÑÉ: 163) dan telah datang hadits-hadits yang menentukan Ismullooh Al-A’zhom ini dan yang paling banyak dan paling sahih dalam kitab Zaadul Muttaqiin. Dan lihatlah keterangan yang akan datang tentang keterangan awal surat Aalu ‘Imroon. Diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ariy – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – berdiri di antara kami dengan (mengucapkan) empat kalimat: “Sesungguhnya Allah tidak tidur dan tidak mungkin ia tidur, ia merendahkan neraca dan mengangkatnya, dianhgkat kepadanya amal siang hari sebelum amal malam hari, dan amal malam sebelum amal siang hijabnya berupa cahaya atau api, seandainya disingkap maka cahaya ‘wajah’-Nya akan membakar segala yang dipandang oleh penglihatan-Nya (yakni segala sesuatu).” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dalam bab Iman, Ibnu Maajah, Ibnu Chibbaan dalam sahihnya, Abu Ya’laa dan Al-Baghowiy dalam Syarchus Sunnah, dan yang selain mereka. Adapun hadits di atas termasuk hadits-hadits tentang sifat-sifat Allah, yang mana kita wajaib mengimaninya dan mensucikan Allah dari segala yang dapat memberi pengertian penyerupaan dengan makhluk-Nya. Maka yang wajib adalah membeirkannya menurut aslinya tanpa penjelasan bagaimana dan bagaimana atau ta’thiil (mengosongkan atau mengingkari sifat tersebut), atau penyerupaan. Adapun mazhab orang-orang dalam hadits ini berbeda-beda, maka tidak perlu sibuk dengan hal tersebut. Dan maksud daraipada mengetengahkan hadits ini adalah sabda beliau: “Sesungguhnya Allah tidak tidur,……” maka itu sesuai dengan ayat yang mulia: “…..Dia tidak tersentuh oleh rasa kantuk dan tidak pula tidur.....” Faedah: ayat ini mengandung sepuluh kalimat, yang mana setiap kalimatnya berdiri sendiri dengan makna khusus, yaitu sebagai berikut: Pertama: bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia Kedua: bahwasanya ia Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri Ketiga: bahwasanya Dia tidak tersentuh oleh rasa kantuk dan tidak pula tidur Keempat: bahwasanya hanya milik-Nya lah segala yang ada di tujuh lapis langit dan bumi Kelima: bahwasanya tidak ada yang dapat memberi syafa’at dengan izin-Nya Keenam: bahwasanya ilmu-Nya meliputi segala yang ada Ketujuh: bahwasanya tidak seorang pun mengetahui dari ilmu-Nya kecuali apa yang Dia kehendaki Kedelapan: bahwasanya Kursiy-Nya meliputi tujuh lapis langit dan bumi Kesembilan: bahwasanya Dia Yang Maha Luhur tidak memberatkannya dan tidak memayahkannya menjaga tujuh lapis langit dan bumi dan apa yang ada pada keduanya dan apa yang ada di antara keduanya. Kesepuluh: bahwasanya Allah itu Maha Tinggi lagi Maha Agung Dan untuk mengetahui tentang rahasia-rahasia ayat ini dan keagungannya dan tauhid yang terkandung di dalamnya maka harus merujuk ke kitab-kitab tafsir yang besar. @Tali yang tidak dapat terputuskan 2: 256 – 257 [2.256] Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui áÇó ÅößúÑóÇåó Ýöí ÇáÏøöíäö ÞóÏ ÊøóÈóíøóäó ÇáÑøõÔúÏõ ãöäó ÇáÛóíøö Ýóãóä íóßúÝõÑú ÈöÇáØøóÇÛõæÊö æóíõÄúãöäú ÈöÇááøóåö ÝóÞóÏö ÇÓúÊóãúÓóßó ÈöÇáúÚõÑúæóÉö ÇáæõËúÞóì áÇó ÇäÝöÕóÇãó áóåóÇ æóÇááøóåõ ÓóãöíÚñ Úóáöíãñ (256) Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Dahulu ada seorang wanita dari Anshoor ia tidak memiliki anak, dan ia berjanji kepada dirinya jika ia memiliki anak maka ia akan menjadikannya Yahudi, ketika orang-orang Anshoor masuk Islam, mereka berkata: “Bagaimana yang harus kita perbuat terhadap anak-anak kita?” lalu turunlah ayat ini.” Dalam riwayat lain: “Ketika (Yahudi) bani Nadhiir di usir (dari Madinah) sedangkan di antara mereka ada anak-anak orang Anshoor, mereka berkata: “Kami tidak akan membiarkan anak-anak kami.” Lalu Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menurunkan: áÇó ÅößúÑóÇåó Ýöí ÇáÏøöíäö ÞóÏ ÊøóÈóíøóäó ÇáÑøõÔúÏõ ãöäó ÇáÛóíøö Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daawuud dalam bab Jihad, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo, Ibnu Chibbaan dalam Al-Mawaarid, dan Al-Bayhaqiy dalam Al-Kubroo den gan sanad yang sahih. Sebagian besar dari para ahli tafsir berpendapat bahwa ayat yang mulia tersebut dinasakh, dan bahwasanya itu sebelum turun perintah untuk memerangi orang-orang kafir secara menyeluruh, dengan dali firman Allah Yang Maha Luhur: íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáäøóÈöíøõ ÌóÇåöÏö ÇáßõÝøóÇÑó æóÇáúãõäóÇÝöÞöíäó æóÇÛúáõÙú Úóáóíúåöãú..... (ÇáÊæÈÉ:73) Artinya: Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya….. (Q.S At-Taubah: 73) Dan firman Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung: æóÞóÇÊöáõæÇ ÇáãõÔúÑößöíäó ßóÇÝøóÉð ßóãóÇ íõÞóÇÊöáõæäóßõãú ßóÇÝøóÉð..... (ÇáÊæÈÉ: 36) Artinya: “….dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka memerangi kalian semuanya…” (Q.S At-Tawbah: 36) Dan firman Allah Yang Mala Agung dan Maha Tinggi: æóÞóÇÊöáõæóåõãú ÍóÊøóì áÇó Êóßõæäó ÝöÊúäóÉñ æóíóßõæäó ÇáÏøöíäõ áöáøóåö...... (ÇáÈÞÑÉ: 193) Artinya: “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah……” (Q.S Al-Baqoroh: 193) Bersama dengan sabda Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – yang mutawatir dari beliau: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sehingg mereka mengatakan laa ilaaha illallaah (tiada Tuhan selain Allah)…..” (Al-Hadits) Dan telah tetap bahwasanya Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – memerangi orang-orang Arab karena Islam, dan begitulah keadaan para kholifah beliau setelahnya. Sekelompok ulama mengatakan bahwasanya surat Al-Baqoroh ayat 256 khusus untuk hali kitab, dan bahwasanya mereka jika menerima untuk membayar Jizyah maka mereka tidak akan dipaksa untuk masuk Islam, dan yang memperkuat hal ini adalah firman Allah Yang Maha Luhur: ÞóÇÊöáõæÇ ÇáøóÐöíäó áÇó íõÄúãöäõæäó ÈöÇááøóåö æóáÇó ÈöÇáúíóæúãö ÇáÂÎöÑö æóáÇó íõÍóÑøöãõæäó ãóÇ ÍóÑøóãó Çááøóåõ æóÑóÓõæáõåõ æóáÇó íóÏöíäõæäó Ïöíäó ÇáÍóÞøö ãöäó ÇáøóÐöíäó ÃõæÊõæÇ ÇáßöÊóÇÈó ÍóÊøóì íõÚúØõæÇ ÇáÌöÒúíóÉó Úóä íóÏò æóåõãú ÕóÇÛöÑõæäó (ÇáÊæÈÉ: 29) Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (Q.S At-Tawbah: 29) Maka beliau diperintahkan untuk memerangi mereka dan menjadikan batasnya adalah ketika mereka telah memberikan jizyah, dan ini adalah jelas, alchamdulillaah. Dan sungguh sekelompok orang telah menyimpang dalam memaknainya karena mengikuti tuan-tuan mereka yaitu orang-orang kafie orientalis. Sedangkan firman-Nya: ÞóÏ ÊøóÈóíøóäó ÇáÑøõÔúÏõ ãöäó ÇáÛóíøö Artinya: “…..Telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat……” Yakni telah jelas dan terang antara yang hak dan yang batil, dan petunjuk dari kesesatan. Adapun tentang firman-Nya Yang Maha Luhur: Ýóãóä íóßúÝõÑú ÈöÇáØøóÇÛõæÊö æóíõÄúãöäú ÈöÇááøóåö ÝóÞóÏö ÇÓúÊóãúÓóßó ÈöÇáúÚõÑúæóÉö ÇáæõËúÞóì (256) Artinya: ......karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat…… (Q.S Al-Baqoroh: 256) Diriwayatkan dari Qois bin ‘Ubaad, ia berkata: “Aku berkata kepada Abdulloh bin Sallaam: “Sesungguhnya ketika engkau masuk sebelum ini seseorang berkata: bagini dan begitu [yakni: orang ini adalah penduduk surga] Abdulloh bin Sallaam berkata: “Maha Suci Allah, tidak boleh seseorang mengatakan apa yang dia tidak ketahui, dan aku akan memberitahukannmu kenapa hal itu? Aku melihat sebuah mimpi pada masa Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – maka aku menceritakannya kepada beliau. Aku melihat seolah diriku berada di sebuah kebun, yang disebutkan tentang luasnya, rumputnya, dan kehijauannya, dan ditengah kebun itu terdapat tiang dari besar, bagian bawahnya menancap di bumi sedangkan bagian atasnya di langit, dan di atas ada simpul tali, lalu dikatakan kepadaku: “Naiklah!” aku berkata: “Aku tidak bias.” Maka datanglah kepadaku seorang pelayan, lalu pembantu itu mengangkatku dari belakang dengan tangannya. Lalu aku pun naik hingga sampai di atas tiang itu dan aku memegang tali itu. Lalu dikatakan kepadaku: “Peganglah terus dengan kuat!” sungguh ketika aku bangun dari tidur tali itu berada ditanganku lalu aku menceritakannya kepada Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – lalu beliau bersabda: “Kebun itu adalah Islam. Tiang itu adalah tiang Islam. Simpul tali itu adalah simpul tali yangb kuat. Dan engkau berada dalam Islam sehingga engkau meninggal.” Dalam riwayat lain: “Abdulloh akan meninggal dalam keadaan memegang tali (agama) yang kuat.” Dalam riwayat yang lain lagi: “Engkau senantiasa akan memegangnya dengan teguh sehingga engkau meninggal dunia.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy, Muslim, lafazhnya milik Muslim. Maknanya barangsiapa yang ingkar terhadap Thooghuut (yang disembah yang selain Allah) dan sekutu-sekutu dan beriman kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung maka ia sungguh telah berpegang teguh kepada suatu tali yang amat kuat yaitu Agama Islam. Dan mimpi Abdulloh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – menafsirkan bahwa tali yang kuat itu adalah Agama Islam yang ia pegangi dan ia meninggal dengannya. [2.257] Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya Çááøóåõ æóáöíøõ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ íõÎúÑöÌõåõã ãøöäó ÇáÙøõáõãóÇÊö Åöáóì ÇáäøõæÑö æóÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ ÃóæúáöíóÇÄõåõãõ ÇáØøóÇÛõæÊõ íõÎúÑöÌõæäóåõã ãøöäó ÇáäøõæÑö Åöáóì ÇáÙøõáõãóÇÊö ÃõæúáóÆößó ÃóÕúÍóÇÈõ ÇáäøóÇÑö åõãú ÝöíåóÇ ÎóÇáöÏõæäó (257) @Ibrahim – semoga salam tetap atasnya – dan Raja Namrud 2: 258 [2.258] Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim Ãóáóãú ÊóÑó Åöáóì ÇáøóÐöí ÍóÇÌøó ÅöÈúÑóÇåöíãó Ýöí ÑóÈøöåö Ãóäú ÂÊóÇåõ Çááøóåõ Çáãõáúßó ÅöÐú ÞóÇáó ÅöÈúÑóÇåöíãõ ÑóÈøöíó ÇáøóÐöí íõÍúíöí æóíõãöíÊõ ÞóÇáó ÃóäóÇ ÃõÍúíöí æóÃõãöíÊõ ÞóÇáó ÅöÈúÑóÇåöíãõ ÝóÅöäøó Çááøóåó íóÃúÊöí ÈöÇáÔøóãúÓö ãöäó ÇáãóÔúÑöÞö ÝóÃúÊö ÈöåóÇ ãöäó ÇáãóÛúÑöÈö ÝóÈõåöÊó ÇáøóÐöí ßóÝóÑó æóÇááøóåõ áÇó íóåúÏöí ÇáÞóæúãó ÇáÙøóÇáöãöíäó (258) @Tanda bagi manusia, Allah hanya cukup mengucapkan jadilah maka sesuatu yang dikehendakinya terjadi 2: 259 [2.259] Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapa lama kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari". Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berobah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging". Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) dia pun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu" Ãóæú ßóÇáøóÐöí ãóÑøó Úóáóì ÞóÑúíóÉò æóåöíó ÎóÇæöíóÉñ Úóáóì ÚõÑõæÔöåóÇ ÞóÇáó Ãóäøóì íõÍúíöí åóÐöåö Çááøóåõ ÈóÚúÏó ãóæúÊöåóÇ ÝóÃóãóÇÊóåõ Çááøóåõ ãöÇÆóÉó ÚóÇãò Ëõãøó ÈóÚóËóåõ ÞóÇáó ßóãú áóÈöËúÊó ÞóÇáó áóÈöËúÊõ íóæúãÇð Ãóæú ÈóÚúÖó íóæúãò ÞóÇáó Èóá áøóÈöËúÊó ãöÇÆóÉó ÚóÇãò ÝóÇäÙõÑú Åöáóì ØóÚóÇãößó æóÔóÑóÇÈößó áóãú íóÊóÓóäøóåú æóÇäÙõÑú Åöáóì ÍöãóÇÑößó æóáöäóÌúÚóáóßó ÂíóÉð áøöáäøóÇÓö æóÇäÙõÑú Åöáóì ÇáÚöÙóÇãö ßóíúÝó äõäÔöÒõåóÇ Ëõãøó äóßúÓõæåóÇ áóÍúãÇð ÝóáóãøóÇ ÊóÈóíøóäó áóåõ ÞóÇáó ÃóÚúáóãõ Ãóäøó Çááøóåó Úóáóì ßõáøö ÔóíúÁò ÞóÏöíÑñ (259) @Allah memperlihatkan kepada Ibrahim bagaimana Dia membangkitkan orang mati 2: 260 [2.260] Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?". Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)". Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cingcanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana æóÅöÐú ÞóÇáó ÅöÈúÑóÇåöíãõ ÑóÈøö ÃóÑöäöí ßóíúÝó ÊõÍúíöí ÇáãóæúÊóì ÞóÇáó Ãóæóáóãú ÊõÄúãöä ÞóÇáó Èóáóì æóáóßöä áøöíóØúãóÆöäøó ÞóáúÈöí ÞóÇáó ÝóÎõÐú ÃóÑúÈóÚóÉð ãøöäó ÇáØøóíúÑö ÝóÕõÑúåõäøó Åöáóíúßó Ëõãøó ÇÌúÚóáú Úóáóì ßõáøö ÌóÈóáò ãøöäúåõäøó ÌõÒúÁÇð Ëõãøó ÇÏúÚõåõäøó íóÃúÊöíäóßó ÓóÚúíÇð æóÇÚúáóãú Ãóäøó Çááøóåó ÚóÒöíÒñ Íóßöíãñ (260) Diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Kita lebih berhak untuk ragu-ragu daripada Ibroohiim, ketika ia berkata: “Wahai Tuhanku perlihatkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan orang-orang mati….” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab tafsir dan dalam bab permulaan penciptaan, dan Muslim dalam bab Iman dan bab keutamaan, dan yang selain mereka. Makna lahiria hadits tersebut bahwasanya Kholiilulloh Nabi Ibroohiim – semoga salawat dan salam tetap terlimpah kepadanya dan kepada Nabi kita – ragu-ragu tentang tatacara penghidupan orang-orang mati, sedangkan ayat tersebut berbeda dengan makna ini. Maka para ulama telah mengarahkan hadits tersebut bahwa Ibroohiim tidak ragu seandainya ia ragu maka kita lebih pantas untuk ragu, akan tetapi sama sekali tidak hinggap sedikit pun keraguan, dan bagaimana bias seorang nabi dihinggapi oleh sifat ragu terhadap salah satu sifat dari sifat-sifat Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung, sedangkan mereka adalah para pemimpin orang-orang yang bertauhid (mengesakan Allah), semoga salawat dan salam dari Allah tetap atas mereka semuanya. @Perumpamaan bagi orang yang memberikan sedekah dan balasannya 2: 261 – 274 [2.261] Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui ãóËóáõ ÇáøóÐöíäó íõäÝöÞõæäó ÃóãúæóÇáóåõãú Ýöí ÓóÈöíáö Çááøóåö ßóãóËóáö ÍóÈøóÉò ÃóäúÈóÊóÊú ÓóÈúÚó ÓóäóÇÈöáó Ýöí ßõáøö ÓõäúÈõáóÉò ãøöÇÆóÉõ ÍóÈøóÉò æóÇááøóåõ íõÖóÇÚöÝõ áöãóä íóÔóÇÁõ æóÇááøóåõ æóÇÓöÚñ Úóáöíãñ (261) íõÖóÇÚöÝõ áöãóä íóÔóÇÁõ Tujuh ratus sampai batas yang dikehendaki oleh Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung Diriwayatkan dari Abu Mas’uud – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Datanglah seseorang dengan membawa seekor unta yang telah diberi tali kekang, lalu ia berkata: “Ya Rasululloh, unta ini saya infaqkan di jalan Allah. Maka Rasululloh bersabda: “Dengan ini engkau akan mendapatka pada hari kiamat tujuh ratus unta.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dalam bab kepemimpinan, dan An-Nasaa-iy dalam Al-Kubroo, dan lafazhnya milik Muslim. Diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Setiap amal bani Adam akan dilipat-gandakan, satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kali ganda hingga tujuh ratus kali lipat hingga yang dikehendaki oleh Allah……” Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam bab puasa dan selainnya dengan panjang dalam bab keutamaan puasa, dan dalam masalah ini terdapat benyak hadits. Dalam ayat yang mulia tersebut dan dua hadits di atas terdapat keutamaan sedekah dan infaq dan khususnya dalam jalan Allah, dan bahwasanya hal itu akan dilipat-gandakan bagi pelakunya pada hari kiamat hingga tujuh ratus kali lipat, dan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung telah membuat suatu permisalan denagn sebuah biji yang menumbuhkan tujuh tangkai dan setiap tangkai menumbuhkan seratus bulir. [2.262] Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati ÇáøóÐöíäó íõäÝöÞõæäó ÃóãúæóÇáóåõãú Ýöí ÓóÈöíáö Çááøóåö Ëõãøó áÇó íõÊúÈöÚõæäó ãóÇ ÃóäÝóÞõæÇ ãóäÇøð æóáÇó ÃóÐðì áøóåõãú ÃóÌúÑõåõãú ÚöäÏó ÑóÈøöåöãú æóáÇó ÎóæúÝñ Úóáóíúåöãú æóáÇó åõãú íóÍúÒóäõæäó (262) @Berkata-kata baik dan memberi maaf 2: 263 [2.263] Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun Þõæúáñ ãøóÚúÑõæÝñ æóãóÛúÝöÑóÉñ ÎóíúÑñ ãøöä ÕóÏóÞóÉò íóÊúÈóÚõåóÇ ÃóÐðì æóÇááøóåõ Ûóäöíñ Íóáöíãñ (263) íóÊúÈóÚõåóÇ ÃóÐðì Mengungkit-ungkit pemberian æóÇááøóåõ Ûóäöíñ Íóáöíãñ Maha Kaya lagi Maha Bijaksana [2.264] Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ áÇó ÊõÈúØöáõæÇ ÕóÏóÞóÇÊößõã ÈöÇáúãóäøö æóÇáÃóÐóì ßóÇáøóÐöí íõäÝöÞõ ãóÇáóåõ ÑöÆóÇÁó ÇáäøóÇÓö æóáÇó íõÄúãöäõ ÈöÇááøóåö æóÇáúíóæúãö ÇáÂÎöÑö ÝóãóËóáõåõ ßóãóËóáö ÕóÝúæóÇäò ÚóáóíúÜåö ÊõÑóÇÈñ ÝóÃóÕóÇÈóåõ æóÇÈöáñ ÝóÊóÑóßóåõ ÕóáúÏÇð áÇøó íóÞúÏöÑõæäó Úóáóì ÔóíúÁò ãøöãøóÇ ßóÓóÈõæÇ æóÇááøóåõ áÇó íóåúÏöí ÇáÞóæúãó ÇáßóÇÝöÑöíäó (264) ÑöÆóÇÁó ÇáäøóÇÓö Bukan karena (ridho)Allah, supaya dikatakan: “Ia seorang yang dermawan atau saleh” yakni mengharap akan pujian dan sebutan. ÕóÝúæóÇäò Semakna dengan shofaa yaitu batu yang permukaannya halus. æóÇÈöáñ Hujan deras ÕóáúÏÇð Shold adalah batu yang tidak ada apa-apa di atasnya dan tidak ada tumbuhan sama sekali (tandus). Diriwayatkan dari Abu Dzarr – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “ Ada tiga macam orang yang mana Allah tidak akan berbicara dengan mereka pada hari kiamat, dan tidak memandangnya serta tidak mensucikannya dan bagi mereka azab yang pedih: orang yang suka mengungkit apa yang telah ia beri, orang yang menjuntaikan sarungnya (hingga ke bawah mata kaki dengan sombong), dan orang yang mengembangkan barang dagangannya dengan sumpah palsu.” Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam bab Iman, Ahmad, Abu Daawuud dalam bab pakaian, At-Turmudziy dalam bab jual-beli, dan para ahli hadits lain selain Al-Bukhooriy. Dalam hadits tersebut terdapat besarnya dosa maksiat-maksiat yang tersebut itu dan bahwa para pelakunya akan binasa dan dimurkai jika mereka tidak bertaubat. Sifat mengungkit-ungkit adlaah termasuk hal yang menyakiti perasaan orang yang diberi, oleh karena itu Allah Yang Maha Luhur menjadikannya dalam ayat ini sebagai hal yang dapat membatalkan pahala sedekah, yang mana Dia berfirman pada ayat yang sebelumnya: Þõæúáñ ãøóÚúÑõæÝñ æóãóÛúÝöÑóÉñ ÎóíúÑñ ãøöä ÕóÏóÞóÉò íóÊúÈóÚõåóÇ ÃóÐðì..... (263) Artinya: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima)…..” (Al-Baqoroh: 263) @Sedekah diberikan untuk mengharap ridho Allah 2: 265 [2.265] Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat æóãóËóáõ ÇáøóÐöíäó íõäÝöÞõæäó ÃóãúæóÇáóåõãõ ÇÈúÊöÛóÇÁó ãóÑúÖóÇÊö Çááøóåö æóÊóËúÈöíÊÇð ãøöäú ÃóäÝõÓöåöãú ßóãóËóáö ÌóäøóÉò ÈöÑóÈúæóÉò ÃóÕóÇÈóåóÇ æóÇÈöáñ ÝóÂÊóÊú ÃõßõáóåóÇ ÖöÚúÝóíúäö ÝóÅöä áøóãú íõÕöÈúåóÇ æóÇÈöáñ ÝóØóáøñ æóÇááøóåõ ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó ÈóÕöíÑñ (265) æóÊóËúÈöíÊÇð Kami mencari pahala dari Allah dan didasari keteguhan niat. ÈöÑóÈúæóÉò Dataran tinggi yang keras dan rata. Dikatakan robwah itu robwah karena ia tinggi dan mengeras / menebal (dalam bahasa arab robaa-yarbuu). ÃõßõáóåóÇ Sesuatu yang dimakan ÝóØóáøñ gerimis @Berfikir (tafakkur) 2: 266 [2.266] Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya ÃóíóæóÏøõ ÃóÍóÏõßõãú Ãóä Êóßõæäó áóåõ ÌóäøóÉñ ãøöä äøóÎöíáò æóÃóÚúäóÇÈò ÊóÌúÑöí ãöä ÊóÍúÊöåóÇ ÇáÃóäúåóÇÑõ áóåõ ÝöíåóÇ ãöä ßõáøö ÇáËøóãóÑóÇÊö æóÃóÕóÇÈóåõ ÇáßöÈóÑõ æóáóåõ ÐõÑøöíøóÉñ ÖõÚóÝóÇÁõ ÝóÃóÕóÇÈóåóÇ ÅöÚúÕóÇÑñ Ýöíåö äóÇÑñ ÝóÇÍúÊóÑóÞóÊú ßóÐóáößó íõÈóíøöäõ Çááøóåõ áóßõãõ ÇáÂíóÇÊö áóÚóáøóßõãú ÊóÊóÝóßøóÑõæäó (266) ÅöÚúÕóÇÑñ Angin kencang yang didalamnya terdapat hawa yang panas. (266) @Sedekah 2: 267 [2.267] Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÃóäÝöÞõæÇ ãöä ØóíøöÈóÇÊö ãóÇ ßóÓóÈúÊõãú æóãöãøóÇ ÃóÎúÑóÌúäóÇ áóßõã ãøöäó ÇáÃóÑúÖö æóáÇó ÊóíóãøóãõæÇ ÇáÎóÈöíËó ãöäúåõ ÊõäÝöÞõæäó æóáóÓúÊõã ÈöÂÎöÐöíåö ÅöáÇøó Ãóä ÊõÛúãöÖõæÇ Ýöíåö æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøó Çááøóåó Ûóäöíøñ ÍóãöíÏñ (267) æóãöãøóÇ ÃóÎúÑóÌúäóÇ áóßõã ãøöäó ÇáÃóÑúÖö Dari tanaman dan buah-buahan yang wajib dizakati ÊóíóãøóãõæÇ Kalian menuju ÇáÎóÈöíËó Yang rendah dan tidak bagus ÅöáÇøó Ãóä ÊõÛúãöÖõæÇ Ýöíåö Maknanya: Sesungguhnya kalian tidak akan mengambil barang-barang hina ini dari orang yang berhutang padamu, dan tidak pula pada perdaganganmu kecuali dengan menambah takarannya jika ditukarkan dengan yang baik atau bagus. (267) Diriwayatkan dari Al-Baroo’ bin ‘Aazib – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Ayat tersebut turun berkenaan dengan kami, orang-orang Anshoor, kami adalah orang yang berkebun kurma, maka salah seorang kita membawa kurma untuk disedekahkan menurut kadar banyak dan sedikitnya (kurma yang dimilikinya). Adalah seorang ada yang membawa satu tandan kurma atau dua tandan lalu digantungkan di dekat Masjid. Sedangkan ahli shuffah (para sahabat yang dating dari jauh yang ditampung untuk tinggal di serambi Masjid Nabawiy) adalah orang-orang yang tidak memiliki makanan. Maka salah seorang dari mereka ketika datang, ia akan mengambil tongkat dan memukul tandan kurma (yang diletakkan di dekat Masjid) tersebut sehingga berjatuhanlah kurma-kurma yang hampir masak ataupun yang masak lalu ia makan. Dan sebagian orang yang tidak mencintai kebaikan datang dengan membawa tanda kurma yang berisi kurma yang buruk dan dengan tandan kurma yang telah rusak. Maka Allah Yang Maha Suci dan Maha Luhur menurunkan: íÇ ÃíøõåóÇ ÇáøóÐöíúäó ÂãóäõæúÇ ÃóäúÝöÞõæúÇ ãöäú ØóíöøÈóÇÊö ãóÇ ßóÓóÈúÊõãú..... Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…..” Al-Baroo’ berkata: “Seandainya salah seorang dari kalian diberi hadiah semacam itu maka ia tidak akan mengambilnya kecuali dengan memicingkan matanya atau dengan malu”, Al-Baroo’ berkata: “Maka setelah itu setiap orang dari kami memberikan sesuatu yang bagus yang ia punya.” Hadits ini diriwayatkan oleh At-Turmudziy, Ibnu Maajah, Ibnu Jariir, Ibnu Abi Chaatim, Al-Chaakim dengan sanad yang sahih, dan dihasankan oleh At-Turmudziy serta disahihkan olehnya, dan juga disahihkan oleh Al-Chaakim menurut syarat Muslim dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy. Dalam ayat yang mulia di atas terdapat petunjuk bagi para hamba Allah untuk menginfakkan sebagian dari hasil usaha yang baik dan bagus yang ia sukai dan ia senangi, bukan sesuatu yang buruk dan rendah, yang mana ia sendiri tidak menyukainya, dan ia tidak akan menerimanya jika ia menerimanya dengan mudah (tanpa memilih-milih) atau jika ia memejamkan matanya. @Janji atau sumpah setan 2: 268 [2.268] Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui ÇáÔøóíúØóÇäõ íóÚöÏõßõãõ ÇáÝóÞúÑó æóíóÃúãõÑõßõã ÈöÇáúÝóÍúÔóÇÁö æóÇááøóåõ íóÚöÏõßõã ãøóÛúÝöÑóÉð ãøöäúåõ æóÝóÖúáÇð æóÇááøóåõ æóÇÓöÚñ Úóáöíãñ (268) @Kebijaksaan 2: 269 [2.269] Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah) íõÄúÊöí ÇáÍößúãóÉó ãóä íóÔóÇÁõ æóãóä íõÄúÊó ÇáÍößúãóÉó ÝóÞóÏú ÃõæÊöíó ÎóíúÑÇð ßóËöíÑÇð æóãóÇ íóÐøóßøóÑõ ÅöáÇøó ÃõæúáõæÇ ÇáÃóáúÈóÇÈö (269) Diriwayatkan dari Ibnu Mas’uud – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Saya mendengar Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Tidak ada rasa hasud (yang diperbolehkan) kecuali dalam dua hal: seorang lelaki yang Allah berikan kepadanya harta lalu ia menghabiskannya dalam kebaikan, dan seorang yang diberikan hikmah (kebijaksanaan) lalu ia menghukum dengannya dan mengajarkannya kepada manusia.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab ilmu, Muslim dalam bab sholat. Sedangkan Dallam riwayat Ibnu Umar: “dan seorang lelaki yang Allah berikan ia Al-Qur’an lalu ia menegakkannya siang dan malam (yakni membaca dan mengamalkannya).” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dan Muslim, serta yang selain mereka. Sedangkan dalam riwayat lain dari Abu Huroiroh: “Seorang lelaki yang Allah ajarkan kepadanya Al-Qur’an sedangkan ia membacanya di saat-saat siang dan malam hari.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Al-Bukhooriy. Hikmah atau kebijaksanaan dapat dipakai dalam beberapa makna, namun yang dimaksud di sini adalah pengetahun tentang Al-Qur’an, As-Sunnah, dan pengamalan keduanya. Adapun hdits di atas merupakan keterangan jelas bahwa yang dimaksud dengan hikmah adalah Al-Qur’an, dan tidak ragu lagi bahwasanya Al-Hadits (atau As-Sunnah) mengikutinya sebab ia merupakan penjelas bagi Al-Qur’an dengan ketentuan dari Al-Qur’an sendiri. Hasud yang dimaksud dalam hadits di atas adalah ghibthoh (iri dalam kebaikan) yaitu menginginkan apa yang dia lihat daripada kebaikan yang dimiliki oleh orang lain tanpa berkeinginan agar kebaikan itu hilang dari orang tersebut. Dan itu terpuji dan ia adalah berlomba-lomba dalam kebaikan.dan ayat yang mulia tersebut telah menyatakan bahwasanya barangsiapa yang diberi hikmah maka ia telah diberi sesuatu yang banyak. Semoga Allah Yang Maha Luhur menjadikan kita termasuk golongan mereka. @Allah memiliki pengetahuan atas segala apa yang kita buat 2: 270 [2.270] Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat lalim tidak ada seorang penolong pun baginya æóãóÇ ÃóäÝóÞúÊõã ãøöä äøóÝóÞóÉò Ãóæú äóÐóÑúÊõã ãøöä äøóÐúÑò ÝóÅöäøó Çááøóåó íóÚúáóãõåõ æóãóÇ áöáÙøóÇáöãöíäó ãöäú ÃóäÕóÇÑò (270) äóÐóÑúÊõã Nadzar adalah segala sedeka atau amal baik yang telah diwajibkan oleh seseorang atas dirinya sendiri pada jiwanya dari berbuat untuk mendekatkan diri pada Allah. (270) Åöä ÊõÈúÏõæÇ ÇáÕøóÏóÞóÇÊö Menampakkan shodaqoh. Menampakkan shodaqoh yang diwajibkan (zakat) lebih baik daripada menyembunyikannya, dan menyembunyikan shodaqoh sunnah lebih baik daripada menampakkannya. [2.271] Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan Åöä ÊõÈúÏõæÇ ÇáÕøóÏóÞóÇÊö ÝóäöÚöãøóÇ åöíó æóÅöä ÊõÎúÝõæåóÇ æóÊõÄúÊõæåóÇ ÇáÝõÞóÑóÇÁó Ýóåõæó ÎóíúÑñ áøóßõãú æóíõßóÝøöÑõ Úóäßõã ãøöä ÓóíøöÆóÇÊößõãú æóÇááøóåõ ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó ÎóÈöíÑñ (271) æóÇááøóåõ ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó ÎóÈöíÑñ (271) Maha Mengetahui, tiada yang tersembunyi bagi-Nya Diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Aamir – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Saya mendengar Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Orang yang mengeraskan bacakan Al-Qur’an seperti orang yang bersedekah secara terang-terangan, dan orang yang membaca Al-Qur’an secara perlahan sama dengan orang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi.” Hadits riwayat Ahmad, Abu Daawuud, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy dengan sanad yang sahih. Ayat yang mulia dan hadits yang mulia menunjukkan bahwa menyembunyikan sedekah lebih utama daripada menampakkannya. Sebab hal itu lebih dekat kepada keikhlasan dan penerimaan amal, dan lebih jauh dari riya’ (suka dilihat amalnya) dan ‘ujub (bangga diri dengan amal), sekaligus sebagai pemberitahuan bahwa menampakkannya bersama dengan keikhlasan adalah amal yang diterima juga dan termasuk hal-hal yang dapat menghapus dosa. Dan sungguh telah datang keterangan dalam hadits tujuh golongan yang diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat di bawah naungan-Nya, diantaranya: “Seorang yang bersedekah dengan sebuah sedekah yang ia sembunyikan sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.” Dan hadits ini terdapat dalam sahih Al-Bukhooriy dan sahih Muslim riwayat dari Abu Huroiroh. @Sedekah itu dibalas oleh Allah 2: 272 – 274 [2.272] Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan) áóíúÓó Úóáóíúßó åõÏóÇåõãú æóáóßöäøó Çááøóåó íóåúÏöí ãóä íóÔóÇÁõ æóãóÇ ÊõäÝöÞõæÇ ãöäú ÎóíúÑò ÝóáÃóäÝõÓößõãú æóãóÇ ÊõäÝöÞõæäó ÅöáÇøó ÇÈúÊöÛóÇÁó æóÌúåö Çááøóåö æóãóÇ ÊõäÝöÞõæÇ ãöäú ÎóíúÑò íõæóÝøó Åöáóíúßõãú æóÃóäúÊõãú áÇó ÊõÙúáóãõæäó (272) Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Dahulu mereka tidak suka untuk memberikan sesuatu walaupun sedikit kepada kerabat mereka dari kalangan kaum musyrikin. Lalu mereka bertanya tentang itu maka mereka diberi keringanan dan turunlah ayat ini: laysa ‘alaika hudaahum hingga wa antum laa tuzhlamuun. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Jariir, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo, Ibnu Abi Chaatim, Al-Chaakim, Al-Bayhaqiy dalam sunan-nya dengan sanad yang sahih, dan disahihkan oleh Al-Chaakim serta disetujui oleh Adz-Dzahabiy. Ibnu Jariir – semoga Allah Yang Maha Luhur merahmatinya – ia berkata tentang makna ayat tersebut: yang dimaksud oleh Allah Yang Maha Luhur adalah: “Bukanlah urusanmu, wahai Muhammad, memberi petunjuk kepada orang-orang musyrik agar mereka menerima Islam, sehingga engkau mencegah mereka untuk menerima sedekah sunnah, dan engkau tidak memberikan kepada mereka agar mereka masuk Islam karena sangat membutuhkan pemberian tersebut, akan tetapi Allah-lah yang memberi hidayat (petunjuk) kepada siapa saja yang Dia kehendaki dari makhluk-Nya kepada Islam lalu Dia memberi mereka pertolongan kepada kebaikan. Maka janganlah engkau mencegah sedekah dari mereka. Yang dimaksud di sini daripada memberi orang-orang musyrik sebagian dari sedekah dan harta fay’ untuk menjinakkan mereka agar mereka masuk Islam. Dan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung telah menjadikan bagi mereka (orang-orang yang baru masuk Islam, lagi lemah imannya) bagian khusus dalam zakat yang mana Dia berfirman: ÅöäøóãóÇ ÇáÕøóÏóÞóÇÊõ áöáúÝõÞóÑóÇÁö æóÇáúãóÓóÇßöíúäö æóÇáúÚóÇãöáöíúäó ÚóáóíúåóÇ æóÇáúãõÄóáøóÝóÉö ÞõáõæúÈõåõãú.....(ÇáÊæÈÉ: 60) Artinya: “Hanyasaja sedekah (yakni zakat) untuk orang-orang faqir, miskin, para ‘amil (petugas) zakat, orang-orang yang dijinakkan hatinya (untuk masuk Islam, atau mu-allaf)……” (Q.S At-Tawbah: 60) @Orang-orang yang miskin hakikatnya adalah orang-orang yang tak mampu dan ia enggan (tidak mau) meminta-minta sedekah 2: 273 [2.273] (Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui áöáúÝõÞóÑÇÁö ÇáøóÐöíäó ÃõÍúÕöÑõæÇ Ýöí ÓóÈöíáö Çááøóåö áÇó íóÓúÊóØöíÚõæäó ÖóÑúÈÇð Ýöí ÇáÃóÑúÖö íóÍúÓóÈõåõãõ ÇáÌóÇåöáõ ÃóÛúäöíóÇÁó ãöäó ÇáÊøóÚóÝøõÝö ÊóÚúÑöÝõåõã ÈöÓöíãóÇåõãú áÇó íóÓúÃóáõæäó ÇáäøóÇÓó ÅöáúÍóÇÝÇð æóãóÇ ÊõäÝöÞõæÇ ãöäú ÎóíúÑò ÝóÅöäøó Çááøóåó Èöåö Úóáöíãñ (273) ÖóÑúÈÇð Ýöí ÇáÃóÑúÖö Perdagangan dan bisnis (usaha) ãöäó ÇáÊøóÚóÝøõÝö Meninggalkan meminta-minta ÈöÓöíãóÇåõãú Dengan hal-hal yang tampak bagi mereka daripada kekhusyu’an dan kesulitan keadaannya. ÅöáúÍóÇÝÇð Dengan memaksa. (Berasal dari kata) alchafa semakna dengan kata alachcha. Diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Bukanlah orang miskin orang yang meminta-minat satu butir kurma atau dua butir, atau satu suap atau dua suap. Orang-orang miskin itu adalah orang-orang yang menjaga kehormatan dirinya. Bacalah jika kalian mau, yakni firman-Nya Yang Maha Luhur: ......áÇó íóÓúÃóáõæúäó ÇáäøóÇÓó ÅöáúÍóÇÝðÇ..... Artinya: “……mereka tidak meminta kepada orang-orang dengan cara mendesak (atau memaksa)……” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad melalui beberapa jalur, Al-Bukhooriy dalam bab zakat dan bab tafsir, Muslim dalam bab Zakat, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Mujtabaa dan Al-Kubroo, dan yang selain mereka. Dalam hadits tersebut terdapat penjelasan tentang faqir menurut keterangan Al-Qur’an yang hendaknya disedekahi (atau paling berhal menerima sedekah) adalah orang miskin yang menjaga kehormatan dirinya dan tidak diketahui oleh orang-orang, dan bukan orang-orang yang menghinakan dirinya menjadi gelandangan (atau meminta-minta) dengan mendesak atau memaksa. [2.274] Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati ÇáøóÐöíäó íõäÝöÞõæäó ÃóãúæóÇáóåõã ÈöÇáøóáíúáö æóÇáäøóåóÇÑö ÓöÑÇøð æóÚóáÇäöíóÉð Ýóáóåõãú ÃóÌúÑõåõãú ÚöäÏó ÑóÈøöåöãú æóáÇó ÎóæúÝñ Úóáóíúåöãú æóáÇó åõãú íóÍúÒóäõæäó (274) @Riba dan Perdagangan (Jual-Beli) 2: 275 – 276 [2.275] Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya ÇáøóÐöíäó íóÃúßõáõæäó ÇáÑøöÈóÇ áÇó íóÞõæãõæäó ÅöáÇøó ßóãóÇ íóÞõæãõ ÇáøóÐöí íóÊóÎóÈøóØõåõ ÇáÔøóíúØóÇäõ ãöäó ÇáãóÓøö Ðóáößó ÈöÃóäøóåõãú ÞóÇáõæÇ ÅöäøóãóÇ ÇáÈóíúÚõ ãöËúáõ ÇáÑøöÈóÇ æóÃóÍóáøó Çááøóåõ ÇáÈóíúÚó æóÍóÑøóãó ÇáÑøöÈóÇ Ýóãóä ÌóÇÁóåõ ãóæúÚöÙóÉñ ãøöä ÑøóÈøöåö ÝóÇäÊóåóì Ýóáóåõ ãóÇ ÓóáóÝó æóÃóãúÑõåõ Åöáóì Çááøóåö æóãóäú ÚóÇÏó ÝóÃõæúáóÆößó ÃóÕúÍóÇÈõ ÇáäøóÇÑö åõãú ÝöíåóÇ ÎóÇáöÏõæäó (275) ÇáÑøöÈóÇ Telah dikethaui maknanya secara syari’at. Adapun asal maknanya adalah bertambah dan berkembang. íóÊóÎóÈøóØõåõ Hilang kesadarannya akibat kesurupan atau dicekik (oleh setan) ÇáãóÓøö gila ãóÇ ÓóáóÝó Apa yang telah dimakan dan telah berlalu Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “ayat terakhir yang turun atas Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – adalah ayat tentang riba. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir. Dan diriwayatkan dari Umar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Termasuk yang terakhir turun adalah ayat riba, dan bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – wafat sebelum menjelaskannya kepada kita maka tinggalkanlah riba dan keragu-raguan.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Maajah, dan selain keduanya dengan sanad yang sahih, dan hadits ini memiliki hadits pendukung dari Abu Sa’iid Al-Khudriy menurut periwayatan Ibnu Maajah. Dan diriwayatkan dari ‘Aa-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Ketika turun beberapa ayat dari akhir surat Al-Baqoroh tentang riba, maka Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – membacakannya di atas mimbar kemudian beliau mengharamkan perdagangan khomr.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir dan bab jual-beli, dan bab musaaqooh, juga oleh Abu Daawuud, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo dan Al-Mujtabaa. Dan diriwayatkan dari Samuroh ia berkata: “Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Aku melihat dua orang lelaki mendatangiku dan membawaku keluar ke sebuah tanah yang suci, maka kami pergi sehingga kami tiba di sebuah sungai dari darah padanya terdapat seorang lelaki yang berdiri, dan di tengah sungai terdapat seorang lelaki yang dihadapannya terdapat batu, maka lelaki yang di sungai menuju ke arah kami. Lalu jika lelaki itu ingin keluar (dari sungai itu) maka lelaki (yang di tepi) melemparinya dengan batu di mulutnya maka lelaki itu mengembalikannya ke tempat sebelumnya ia berada. Maka demikianlah setiap kali ia hendak keluar maka lelaki (yang di pinggir sungai) itu melemparinya dengan batu sehingga ia kembali ke tempat semula. Aku berkata: “Apa ini?” maka orang (yang membawaku) itu berkata: “Yang engkau lihat di sungai itu adalah orang yang memakan harta riba.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab jenazah dan bab jual-beli, dan dalam bab ta’bir (mimpi) diriwayatkan secara panjang lebar. Dan diriwayatkan dari Abdulloh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – melaknat orang yang memakan riba (yakni yang meminjamkan uang dengan cara riba), yang menerima riba (yang meminjam), dua orang saksinya, dan juru tulisnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dalam bab Musaaqooh, Abu Daawuud, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo dan Al-Mujtabaa, juga oleh Ibnu Maajah, Ibnu Chibbaan, juga hadits yang sama dari Jaabir yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, dan Ibnul Jaaruud, da nada tambahana padanya: “mereka semua adalah sama (dalam hal dosa).” Dan diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Pada malam aku di-isro’-kan aku tiba pada sebuah kaum yang perut mereka seperti rumah di dalam perutnya terdapat ular-ular yang berjalan (masuk) dari luar perut mereka.” Aku bertanya: “Siapa mereka itu wahai Jibril?” Jibril berkata: “Mereka itu adalah para pemakan riba.” Hadits riwayat Ahmad, Ibnu Chibbaan, dan para perawinya adalah orang-orang yang terpercaya, kecuali Ibnu Jad’an sebab ia lemah, namun sebagian menghukuminya hasan. Riba secara bahasa pada dasarnya berarti ‘tambahan’ secara mutlak, kemudian orang-orang memakainya untuk menyebut tambahan pada modal atau pokok harta. Lalu dating Islam dan membatalkannya serta mengharamkannya. Riba dalan syari’at Islam ada tiga macam: Yang pertama: riba Nasii-ah adalah riba yang di ambil oleh sang pemilik hutang untuk hutangnya, macam inilah yang menyebar di kalangan masyarakat jahiliah, dan inilah pula yang dipakai secara internasional di bank-bank Negara yang ribawi. Yang kedua: riba fadhl yaitu yang terjadi ketika pertukaran barang-barang ini yang mana dijelaskan dalam teks hadits Nabi, yaitu: gandum, kurma, kismis, garama, emas, dan perak. Maka kelebihan pada pertukaran barang-barang tersebut adalah riba. Yang ketiga: riba ta’khiir yaitu yang terjadi ketika pertukaran barang-barang tadi dengan tempo waktu, di antaranya adalah penukaran uang, maka tidak boleh menunda menyerahkan salah satu dari dua mata uang yang dipertukarkan, sebab sabda Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dalam hadits sahih: jika berbeda jenis maka perjual-belikanlah bagaimanapun caranya yang kalian kehendaki dengan syarat kontan. Adapun hadits-hadits tersebut di atas menunjukkan kepada dua hal: Pertama: bahwasanya ayat riba termasuk ayat yang terakhir turun sebagaimana kejelasan dari perkataan Ibnu ‘Abbaas dan Umar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi mereka semua – hanya saja ini bertentangan dengan yang akan datang dalam akhir surat An-Nisaa’ yang diriwayatkan dari Al-Baroo’ yang mana surat terakhir turun adalah surat Al-Baroo-ah (yakni At-Tawbah) dan ayat yang terakhir turun adalah: íóÓúÊóÝúÊõæäóßó Þõáö Çááøóåõ íõÝúÊöíßõãú Ýöí ÇáßóáÇáóÉö (ÇáäÓÇÁ: 176) Artinya: “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalaalah), katakanlah: “Allah memberi fatwa kepada kalian tentang Kalaalah…….” (Q.S An-Nisaa’: 176) Adapun Al-Chaafizh telah mengumpulkan pendapat-pendapat itu dalam kitab Fatchul Baarii dan yang lainnya dan penjelasan itu akan datang nanti pada ayat yang telah ditunjukkan di atas. Adapun perkataan Sayyiduna Umar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwa Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – wafat sebelum beliau menjelaskannya kepada kita, yang ia maksud adalah perincian bagian-bagian riba yang tidak terbatas itu, sebagaimana ia juga pernah berkata: “Ada tiga hal yang mana saya sangat ingin bahwasanya Rasululloh menjelaskan kepada kita dengan sebuah penjelasan yang mencukupi (yang memuaskan): yakni masalah kakek (dalam hak warisnya), Kalaalah (seorang yang meninggal namun tidak memiliki anak), dan jenis-jenis riba.” Yakni beberapa masalah yang padanya terdapat sangkutan atau campuran riba, seperti muzaabanah (jual-beli barang yang tudak diketahui takaran atau timbangannya), muchaaqolah (jual-beli tanam-tanaman sewaktu masih di ladang), mukhoobaroh (penggarapan tanah dengan upah yang tidak jelas), ‘iinah (penjualan secara kredit dengan tambahan harga), dan yang selainnya yang banyak terjadi. Dan sunnguh telah datang pada hadits sahih dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – yaitu: “Riba itu memiliki 73 (tujuh puluh tiga) pintu, yang paling rendah adalah seperti seseorang berzina dengan ibunya sendiri, dan sesungguhnya riba yang paling besar adalah (merusak) kehormatan seorang muslim.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Chaakim dari Ibnu Mas’uud dengan sanad yang sahih, Ibnu Maajah dari Abu Huroiroh, juga oleh Ath-Thobroniy dari Al-Baroo’, dan yang selain mereka. Maka yang dimaksud dengan riba di sini adalah dalam maknanya yang lebih umum, dan itulah yang dimaksud oleh Amiirul Mu’miniin Sayyiduna Umar. Yang kedua: dalam hadits-hadits tersebut sebagaimana dalam ayat yang mulia di atas terdapat ancaman keras bagi orang-orang yang melakukan praktek riba dan bahwasanya mereka dilaknat (yakni dijauhkan dari rahmat Allah) baik yang mengambil riba, maupun yang memberi riba, juga juru tulisnya, saksinya, yang memakan, dan yang memberi makan dengan uang riba, semuanya sama. Dan bahwasanya orang yang melakukan praktek riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan tidak dapat berdiri tegak, namun seperti orang yang kerasukan setan atau seperti orang gila, dan disiksa di barzakh di sungai dari darah dan dilempari dengan batu, kemudian dibalas lagi dengan siksaan yaitu disengat oleh ular-ular berbisa di dalam perutnya, semoga Allah melindungi kita. Dan cukuplah ancaman yang keras ini sebagai pencegah bagi orang yang suka melakukan riba dan juga para pembantunya. Kecuali orang yang bertaubat dan berhenti dari itu. Dan firman Allah Yang Maha Luhur: .....æóãóäú ÚóÇÏó ÝóÃõæáóÆößó ÃóÕúÍóÇÈõ ÇáäøóÇÑö åõãú ÝöíúåóÇ ÎóÇáöÏõæúäó (ÇáÈÞÑÉ: 275) Artinya: “…..dan barangsiapa yang kembali (melakukannya) maka mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (Q.S Al-Baqoroh: 275) Maknanya jelas bahwasanya orang-orang yang melakukan riba akan kekal dalam neraka, namun ini hanyalah bagi mereka yang menghalakannya atau menganggapnya boleh. Sebab, suatu kemaksiatan walaupun besar tidak dapat menjadikan pelakunya sebagai orang kafir, jika ia masih meyakini keharaman perbuatan yang ia lakukan itu, berbeda dengan pendapat khowaarij. Dan dalam firman-Nya terdapat hikayat tentang perkataan orang-orang kafir: ....Ðáößó ÈöÃóäøóåõãú ÞóÇáõæúÇ ÅöäøóãóÇ ÇáúÈóíúÚõ ãöËúáõ ÇáÑöøÈóÇ..... (ÇáÈÞÑÉ: 275) Artinya: “…..itu dikarenakan mereka mengatakan: “Hanya saja jual beli itu seperti (sama dengan) riba…..” (Q.S Al-Baqoroh: 275) Itu karena kebodohan dan kedunguan mereka, dan suatu perbandingan (analogi) yang batil dan menunjukkan atas kejahilan mereka. Sebab sesungguhnya riba itu menyedot harta orang-orang yang sangat membutuhkan tanpa rasa payah yang banyak, berbeda dengan jual-beli sebab di situ terdapat tukar menukar antara dua pihak. Dan munculnya riba dan juga perzinaan adalah penyebab kebinasaan ummat-ummat sebagaimana datang keterangannya dalam hadits: “Tidaklah muncul riba dan zina pada suatu kaum kecuali mereka mengundang sendiri azab Allah.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan yang lainnya. [2.276] Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa íóãúÍóÞõ Çááøóåõ ÇáÑøöÈóÇ æóíõÑúÈöí ÇáÕøóÏóÞóÇÊö æóÇááøóåõ áÇó íõÍöÈøõ ßõáøó ßõÝøóÇÑò ÃóËöíãò (276) íóãúÍóÞõ kurang Çááøóåõ ÇáÑøöÈóÇ æóíõÑúÈöí Memperkembangkan Diriwayatkan dari Ibnu Mas’uud – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – beliau bersabda: “Sesungguhnya riba meskipun (hasilnya) banyak akan tetapi kesudahannya menghantarkan kepada kesedikitan (kefakiran).” Dan dalam riwayat lain: “Tidak ada seorang pun menjadi banyak (hartanya) karena riba kecuali kesudahan urusannya akan menjadi sedikit.” Hadits ini diriwayakan oleh Ahmad, Ibnu Maajah, Al-Chaakim dari jakur Ahmad, dan disahihkan oleh Al-Chaakim serta disetujui oleh Adz-Dzahabiy, Al-Buushiiriy berkata dalam Az-Zawaa-id: “Sanadnya sahih.” Dan diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Barangsiapa yang bersedekah dengan satu butir kurma (atau yang semisalnya) dari hasil usaha yang baik (halal) – dan Allah tidak akan men erima kecuali dari yang baik – maka sesungguhnya Allah akan menerimanya dengan ‘tangan kanan’-Nya, kemudian Dia akan memperkembangkannya sebagaimana seseorang dari kalian merawat anak kudanya, sehingga menkadi seperti gunung.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab zakat dan bab tauhid, juga oleh Muslim dalam bab zakat. Hadits pertama menafsirkan firman Allah Yang Maha Luhur: yamchaqullohur ribaa [artinya: Allah memusnahkan riba] yamchaqu terambil dari kata al-machqu yang artinya mengurangi sedikit demi sedikit, maka riba akhirnya akan berujung pada kerugian dan kebangkrutan sebagaimana disaksikan. Adapun hadits kedua menjelaskan makna firman-Nya Yang Maha Luhur: wayurbish shodaqoot [artinya: Dia menyuburkan sedekah] yakni memperbanyak sedekah dan menumbuhkannya, oleh karenanya datang keterangan di hadits tersebut bahwasanya Allah mengambilnya dengan tangan kanan sebagaimana salah seorang kita merawat anak unta (atau sebangsanya) sehingga besarnya seperti gunung. Dan Allah memeiliki karunia yang agung. Adapun firman Allah: walloohu laayuchibbu kulla kafaarin atsiim [artinya: dan Allah tidak menyukai orang-orang yang suka kufur (nikmat) dan berbuat dosa] Ibnu Katsiir – semoga Allagh merahmatinya – ia berkata: “Haruslah ada kesesuai ketika Allah menutup ayat ini dengan sifat (yang tersebut dalam kata-kata) tersebut. Yaitu bahwasanya orang yang melakukan riba tidak rela dengan apa yang telah dibagikan oleh Allah daripada harta yang halal, dan tidak merasa cukup dengan apa yang disyari’atkan-Nya dari hal-hal yang mubah. Maka ia terus berusaha memakan harta orang lain dengan cara yang batil dengan berbagai cara usaha yang buruk. Maka hal tersebut merupakan pengingkaran nikmat yang telah ada padanya, dan ia sangat zalim dan berdosa dengan memakan harta orang lain secara batil , dan Allah tidak menyukai yang seperti ini.” @Nilai sholat dan zakat 2: 277 [2.277] Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati Åöäøó ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ æóÚóãöáõæÇ ÇáÕøóÇáöÍóÇÊö æóÃóÞóÇãõæÇ ÇáÕøóáÇÉó æóÂÊóæõÇ ÇáÒøóßóÇÉó áóåõãú ÃóÌúÑõåõãú ÚöäÏó ÑóÈøöåöãú æóáÇó ÎóæúÝñ Úóáóíúåöãú æóáÇó åõãú íóÍúÒóäõæäó (277) @Riba 278 – 279 [2.278] Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó æóÐóÑõæÇ ãóÇ ÈóÞöíó ãöäó ÇáÑøöÈóÇ Åöä ßõäÊõã ãøõÄúãöäöíäó (278) [2.279] Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya ÝóÅöä áøóãú ÊóÝúÚóáõæÇ ÝóÃúÐóäõæÇ ÈöÍóÑúÈò ãøöäó Çááøóåö æóÑóÓõæáöåö æóÅöä ÊõÈúÊõãú Ýóáóßõãú ÑõÁõæÓõ ÃóãúæóÇáößõãú áÇó ÊóÙúáöãõæäó æóáÇó ÊõÙúáóãõæäó (279) Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – firman-Nya Yang Maha Luhur: íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíúäó ÂãóäõæúÇ ÇÊøóÞõæÇ Çááåó æóÐóÑõæúÇ ãóÇ ÈóÞöíó hingga firman-Nya: ÝóÃúÐóäõæúÇ ÈöÍóÑúÈò ãöäó Çááåö æóÑóÓõæúáöåö Ibnu ‘Abbaas berkata: “Barangsiapa yang tetap melakukan praktek riba dan dia tidak menarik diri darinya maka sudah menjadi hak bagi pemimpin kaum muslimin untuk memintanya bertaubat, jika ia menarik diri (maka ia bebas), namun jika tidak maka dipotong lehernya (dihukum mati).” Dan diriwayatkan darinya pula bahwa ia (Ibnu ‘Abbaas) berkata: “Akan dikatakan nanti pada hari kiamat kepada orang yang memakan riba: “Ambillah senjatamu untuk berperang.” Allah berfirman: “jika kalian tidak melakukan (yakni tidak bertaubat) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian.” Hadits tersebut di atas di riwayatkan oleh Ibnu Jariir, Ibnu Abi Chaatim, dan kedua riwayat itu sanadnya sahih, kecuali pendpaat para ulama tentang Abdulloh bin Sholih, maka ia hasan haditsnya. Dan diriwayatkan dari ‘Amr bin Al-Achwash – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya ia menyaksikan peristiwa hajji wada’ bersama Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – lalu beliau memuji dan menyanjung Allah, mengingatkan serta memberi wejangan, kemudian beliau bersabda: “Hari apa yang paling mulia....” lalu periwayat menyebutkan lanjutan haditsnya, di antaranya: “Ketahuilah bahwasanya setiap riba yang dahulu berlaku pada masa jahiliah semuanya telah dibatalkan, bagi kalian pokok harta kalian, tidak boleh kaliab menzalimi dan tidak pula dizalimi. Kecuali riba Al-‘Abbaas bin Abdul Muththolib, maka ia terbatalkan semuanya.” Akan datang pula hadits ini di surat At-Tawbah, dan yang lainnya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daawuud dalam bab jual beli, At-Turmudziy dalam tafsir surat At-Tawbah, An-Nasaa-iy dalam bab hajji dalam kitab Al-Kubroo, Ibnu Maajah dalam bab manasik dengan sanad yang sahih, dan dihasankan serta disahihkan oleh At-Turmudziy, dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Chaatim, dan padanya terdapat: “Dan riba yang pertama kali digugurkan adalah riba Al-‘Abbaas bin Abdul Muththolib, ia digugurkan semuanya.” Para ahli tafsir menyebutkan bahwasanya sekelompok kaun dari bani ‘Amr bin Umair dari kabilah Tsaqiif, dan bani Mughiiroh dari kabilah bani Makhzuum mereka memiliki kaitan transaksi riba pada masa jahiliah. Lalu ketika datang Islam dan mereka masuk Islam mereka berselisih pendapat tentang hal itu, lalu mereka pun memberitahukan kepada Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – tentang apa yang terjadi, lalu turunlah ayat maka Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – (menyuruh untuk) menuliskan ayat itu, maka mereka berkata: “Kami bertubat kepada Allah dan kami akan meninggalkan apa yang masih tersisa dari riba.” Dalam ayat yang mulia tersebut terdapat ancaman yang keras dan kuat bagi orang yang terus melakukan riba setelah datang peringatan. Oleh karena itu Ibnu ‘Abbaas berpendapat untuk membunuh orang-orang yang terus melakukan riba jika mereka tidak mau bertaubat, sebab mereka berarti menantang perang dengan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung, karena firman Allah Yang Maha Luhur: “maka jika kalian tidak melakukannya maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya memerangi kalian....” yakni jika kalian tidak bertaubat dan meninggalkan praktek riba atau apa yang masih tersisa darinya maka ketahuilah dan yakinilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Maka cukuplah itu sebagai sebuah kerugian. Hadits ‘Amr bin Al-Achwash menunjukkan atas waibnya menggugurkan riba secara mutlak dan tidaklah boleh diambil kecuali pokok harta, sebagaimana tersebut di ayat yang mulia di atas. @Menunjukkan sikap belas-kasih kepada penghutang 2: 280 [2.280] Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui æóÅöä ßóÇäó Ðõæ ÚõÓúÑóÉò ÝóäóÙöÑóÉñ Åöáóì ãóíúÓóÑóÉò æóÃóä ÊóÕóÏøóÞõæÇ ÎóíúÑñ áøóßõãú Åöä ßõäÊõãú ÊóÚúáóãõæäó (280) Diriwayatkan dari Abul Yasar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Saya mendengar Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Barangsiapa yang memberi tangguh kepada orang yang kesulitan (dalam melunasi hutang) atau menggugurka (hutang)nya maka ia akan Allah naungi di bawha naungan-Nya pada hari tiada naungan kecuali naungannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dalam akhir bab zuhud, dan hadits yang senada juga dari Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Turmudziy. Dan diriwayatkan dari Buroidah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Saya mendengar Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Barangsiapa yang memberi tangguh kepada orang yang sulit (membayar hutang) maka untuknya pada setiap hari pahala sedekah yang sama dengan jumlah hurtangnya selama belum jatuh tempo. Namun jika telah jatuh tempo lalu ia beri tangguh lagi maka baginya pahala sedekah dua kali lipat dari jumlah hutangnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Maajah, Al-Chaakim dan disahihkan olehnya menurut syarat Al-Bukhooriy dan Muslim serta disetujui oleh Adz-Dzahabiy. Adalah dahulu orang-orang jahiliah ketika jatuh tempo maka seorang dari mereka berkata kepada orang yang berhutang: “Sekarang engkau lunasi hutangmu atau engkau beri tambahan, yakni menambah keuntungan baginya agar diberi tangguh, lalu datanglah Islam, maka Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menyuruh orang yang menghutangi agar memberi tangguh kepada orang-orang yang sedang kesulitan (dalam membayar hutang) sehingga waktu lapangnya, kemudian Allah menganjurkan mereka untuk menggugurkan hutang mereka sama sekali (yakni menganggapnya lunas) dan bersedekah dengan harta mereka yang menjadi tanggungan mereka itu. Datang pula hadits yang mulia menjelaskan pahala yang banyak dan ganjaran yang besar atas hal itu, dan bahwasanya yang memberi tangguh kepada orang yang kesulitan atau menggugurkan hutangnya maka ia nanti di hari kiamat akan berada di bawah naungan Allah yang mana di situ tiada naungan kecuali naungan-Nya, dan bahwasanya ia akan diganjar dengan pahala sedekah sejumlah hutang orang tersebut setiap harinya sebelum datang waktu pelunasan, dan jika telah datang waktunya lalu ia memberi tangguh lagi maka baginya pahala sedekah dua kali lipat dari jumlah harta yang dihutangkannya setiap harinya. Dan ini adalah sesuatu yang agung yang diberikan oleh Allah kepada orang yang menghutangi yang memberi tangguh, maka tidaklah menganggap rendah janji ini kecuali orang yang tidak ada kebaikan pada dirinya. @Hari Penghakiman 2: 281 [2.281] Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan) æóÇÊøóÞõæÇ íóæúãÇð ÊõÑúÌóÚõæäó Ýöíåö Åöáóì Çááøóåö Ëõãøó ÊõæóÝøóì ßõáøõ äóÝúÓò ãøóÇ ßóÓóÈóÊú æóåõãú áÇó íõÙúáóãõæäó (281) Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Yang terakhir yang turun daripada Al-Qur’an adalah: æóÇÊøóÞõæúÇ íóæúãðÇ ÊõÑúÌóÚõæúäó Ýöíúåö Åöáóì Çááåö....” Hadits ini diriwayatkan oleh An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo, Ibnu Jariir, Al-Bayhaqiy dalam Dalaa-ilun Nubuwwah dengan sanad yang sahih. Atsar ini secara zahir bertentangan dengan keterangan yang terdahulu yang juga dari Ibnu ‘Abbaas dalam ayat riba bahwasanya itu adalah dan bahwasanya ayat riba itu adalah yang terakhir kali turun, dan riwayat tersebut terdapat dalam sahih Al-Bukhooriy dan sebenarnya tidak ada pertentangan antara keduanya, sebab ayat ini adalah penutup ayat riba, maka kedua riwayat itu bersesuaian maknanya, dan kedua atsar ini menunjukkan bahwa ayat ini adalah ayat yang terakhir turun dari Al-Qur’an. Sehingga Sa’iid bin Al-Musayyib – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – mengatakan: “Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – hidup setelah turunnya ayat ini sembilan malam kemudian beliau wafat pada hari senin, hari kedua dari bulan Robi’ul Awwal.” Hal tersebut diriwayakan oleh Ibnu Abi Chaatim, Ibnu Mardawaih, dan demikian pula diriwayatkan oleh Ibnu Jariir dari Ibnu Juraij ia berkata: “Mereka (para sahabat) berkata: “Sesungguhnya Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – hidup setelahnya sembilan malam......” Adapun makan ayat yang mulia tersebut adalah: hati-hatilah terhadap hari yang dahsyat itu yang mana pda hari itu kalian akan dikembalikan kepada Allah dan digenapi setiap jiwa hisabnya dan balasannya masing-masing tanpa kezaliman atau pengurangan atau penambahan. Maka jadikanlah antara engkau dan antara kedahsyatan pada hari itu penjagaan berupa iman yang sungguh-sungguh, dan amal salih yang ikhlas, dan meninggalkan perbuatan-perbuatan keji dan dosa-dosa besar. Dan Allah Yang Maha Suci telah menyandarkan taqwa di sini kepada hari tersebut dan dalam kebanyakan ayat lain Dia menyndarkannya kepada diri-Nya Yang Suci, sebagaimana di ayat lain Dia menyandarkannya kepada neraka, dan semuanya itu memiliki satu makna yaitu menjaga diri dari murkan Allah dan azab-Nya. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui. @Akad atau perjanjian (kontrak) 2: 282 – 283 [2.282] Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÅöÐóÇ ÊóÏóÇíóäÊõã ÈöÏóíúäò Åöáóì ÃóÌóáò ãøõÓóãøðì ÝóÇßúÊõÈõæåõ æóáúíóßúÊõÈ Èøóíúäóßõãú ßóÇÊöÈñ ÈöÇáúÚóÏúáö æóáÇó íóÃúÈó ßóÇÊöÈñ Ãóä íóßúÊõÈó ßóãóÇ Úóáøóãóåõ Çááøóåõ ÝóáúíóßúÊõÈú æóáúíõãúáöáö ÇáøóÐöí Úóáóíúåö ÇáÍóÞøõ æóáúíóÊøóÞö Çááøóåó ÑóÈøóåõ æóáÇó íóÈúÎóÓú ãöäúåõ ÔóíúÆÇð ÝóÅöä ßóÇäó ÇáøóÐöí Úóáóíúåö ÇáÍóÞøõ ÓóÝöíåÇð Ãóæú ÖóÚöíÝÇð Ãóæú áÇó íóÓúÊóØöíÚõ Ãóä íõãöáøó åõæó Ýóáúíõãúáöáú æóáöíøõåõ ÈöÇáúÚóÏúáö æóÇÓúÊóÔúåöÏõæÇ ÔóåöíÏóíúäö ãöä ÑøöÌóÇáößõãú ÝóÅöä áøóãú íóßõæäóÇ ÑóÌõáóíúäö ÝóÑóÌõáñ æóÇãúÑóÃóÊóÇäö ãöãøóä ÊóÑúÖóæúäó ãöäó ÇáÔøõåóÏóÇÁö Ãóä ÊóÖöáøó ÅöÍúÏóÇåõãóÇ ÝóÊõÐóßøöÑó ÅöÍúÏóÇåõãóÇ ÇáÃõÎúÑóì æóáÇó íóÃúÈó ÇáÔøõåóÏóÇÁõ ÅöÐóÇ ãóÇ ÏõÚõæÇ æóáÇó ÊóÓúÃóãõæÇ Ãóä ÊóßúÊõÈõæåõ ÕóÛöíÑÇð Ãóæú ßÈöíÑÇð Åöáóì ÃóÌóáöåö Ðóáößõãú ÃóÞúÓóØõ ÚöäÏó Çááøóåö æóÃóÞúæóãõ áöáÔøóåóÇÏóÉö æóÃóÏúäóì ÃóáÇøó ÊóÑúÊóÇÈõæÇ ÅöáÇøó Ãóä Êóßõæäó ÊöÌóÇÑóÉð ÍóÇÖöÑóÉð ÊõÏöíÑõæäóåóÇ Èóíúäóßõãú ÝóáóíúÓó Úóáóíúßõãú ÌõäóÇÍñ ÃáÇøó ÊóßúÊõÈõæåóÇ æóÃóÔúåöÏõæÇ ÅöÐóÇ ÊóÈóÇíóÚúÊõãú æóáÇó íõÖóÇÑøó ßóÇÊöÈñ æóáÇó ÔóåöíÏñ æóÅöä ÊóÝúÚóáõæÇ ÝóÅöäøóåõ ÝõÓõæÞñ Èößõãú æóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó æóíõÚóáøöãõßõãõ Çááøóåõ æóÇááøóåõ Èößõáøö ÔóíúÁò Úóáöíãñ (282) ßóÇÊöÈñ ÈöÇáúÚóÏúáö Dengan kebenaran æóáÇó íóÈúÎóÓú Jangan mengurangi æóáÇó ÊóÓúÃóãõæÇ Kalian bosan ÃóÞúÓóØõ Paling adil. Dikatakan: aqsatho al-chaakim - yuqsithu, iqsaathon – yakni haim itu berbuat adil. Dan dikatakan: qosatho yaqsithu qusuuthon jika ia zalim. ÃóÏúäóì Paling dekat ÃóáÇøó ÊóÑúÊóÇÈõæÇ Jangan kalian ragu æóáÇó íõÖóÇÑøó ßóÇÊöÈñ æóáÇó ÔóåöíÏñ Seorang juru tulis menulis apa yang tidak didektekan kepadanya dan saksi tidak bersaksi dengan yang sebenarnya. Adapula yang mengatakan bahwa maknanya adalah: seseorang memanggil juru tulis dan saksi sedang keduanya tengah ada hajat / keperluan yang sangat penting maka keduanya meminta maaf kepada orang itu, lalu orang itu berkata: “Kalian berdua telah ddiperintah oleh Allah – Yang Maha Mulia lagi Maha Agung – untuk memenuhi panggilanku” (yakni ia mengatakan demikian untuk memaksa keduanya berbsaksi dan menulis untuknya) maka janganlah ia melakukan itu kepada kedunya sehingga menghalangi keduanya dari keperluan mereka, sedangkan ia dapat mencari orang lain selain keduanya. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – tiba di Madinah sedangkan mereka (penduduk Madinah) biasa memesan kurma untuk setahun atau dua tahun, lalu beliau bersabda: “Barangsiapa yang memesan kurma (atau menjualnya dengan cara hutang) maka hendaknya ia lakukan dengan takaran yang diketahui, dan timbangan yang diketahui, hingga batas waktu yang diketahui.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dan Muslim, keduanya dalam bab jual-beli dalam amasalah salam (akad pemesanan). Dan diriwayatkan pula darinya (yakni Ibnu ‘Abbaas) ia berkata: “Aku bersaksi bahwasanya pemesanan yang dijamin hingga batas waktu tertentu bahwasanya Allah menghalalkannya dan mengizinkannya, kemudian ia membacakan ayat: íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíúäó ÃóãóäõæúÇ ÅöÐóÇ ÊóÏóÇíóäúÊõãú ÈöÏóíúäò Åöáóì ÃóÌóáò ãõÓóãøðì.... Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman jika kalian bertransaksi dengan hutang hingga batas waktu tertentu……” Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Chaatim dan Al-Chaakim dan disahihkan olehnya menurut syarat Al-Bukhooriy dan Muslim.” Dan diriwayatkan pula darinya (yakni Ibnu ‘Abbaas) ia berkata: “Ketika turun ayat hutang (yang tersebut di atas) Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Sesungguhnya orang yang pertama kali ingkar adalah Adam – semoga salam tetap atasnya – bahwasanya Allah ketika Dia menciptakan Adam, Dia mengusap punggungnya dan mengekuarkan Dia mengekuarkan darinya segala manusia yang akan ada hingga hari kiamat, maka Allah memaparkan keturunannya kepada Adam, maka ia melihat di antara mereka ada keturunannya yang bercahaya, maka ia berkata: “Wahai Tuhanku, siapa dia?” Allah berfirman: “Dia anakmu Daud.” Adam berkata: “Wahai Tuhanku berapa umurnya?” Allah menajwab: “Enam puluh tahun.” Adam berkata: “Tuhanku, tambahkanlah umurnya.” Allah berfirman: “Tidak, kecuali jika aku menambahkannya dari umurmu.” Adalah umur Adam seribu tahun, maka ia menambahkan umur Dawud empat puluh tahun, maka Allah menuliskan hal itu dan mempersaksikan para malaikat atas hal itu. Lalu ketika Adam sekarat, malaikat mendatanginya. Adam berkata: “Sesungguhnya umurku masih tersisa empat puluh tahun.” Maka dikatakanlah kepadanya: “Sesungguhnya engkau telah memberikannya kepada puteramu Dawud.” Adam berkata: “Aku tidak melakukannya.” Maka Allah menampakkan kepadanya tulisan terdahulu dan mempersaksikan para malaikat atas hal itu maka Dia menggenapkan umur Dawud seratus tahun, dan menggenapkan bagi Adam seribu tahun.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Ath-Thoyaalisiy, Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah, Ibnu Abi Chaatim, Ibnu Sa’d dalam Ath-Thobaqoot, dan Al-Bayhaqiy, dan para perawinya adalah orang-orang terpercaya, kecuali Ibnu Jad’aan, maka ia masih diperselisihkan. Akan tetapi hadits tersebut sahih dan ia memiliki hadits pendukung dari Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dan Al-Chaakim dari jalur-jalur dan sanad yang sahih, dan disahihkan oleh Al-Chaakim dengan syarat Muslim dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy. Hadits pertama seperti ayat di atas menunjukkan tentang penentuan bats waktu, dan ini tidak ada perselisihan di antara para ulama, sedangkan hadits kedua bersesuaian dengan firman-Nya: faktubuuh [tulislah atau catatlah] dan bahwasanya yang demikian itu lebih adil, dan lebih lurus dan lebih dekat kepada ketidak-raguan dalam jumlah hutang dan jangka waktunya. Terutama jika jangkanya lama, sebagaimana terjadi pada ayah kita Adam – semoga salam tetap atasnya – sebab sesungguhnya dia mengingkari umur yang telah dia berikan kepada puteranya, Dawud – semoga salam tetap atasnya – , karena panjangnya masa. Akan tetapi karena hal itu telah ditulis dan dipersaksikan oleh para malaikat maka ia tidak mendapati jalan lain kecuali mengakuinya. Adapun firman-Nya Yang Maha Luhur: .....æóÇÓúÊóÔúåöÏõæúÇ ÔóåöíúÏóíúäö ãöäú ÑöÌóÇáößõãú ÝóÅöäú áóãú íóßõæúäóÇ ÑóÌõáóíúäö ÝóÑóÌõáñ æøóÇãúÑóÃóÊóÇäö ãöãøóäú ÊóÑúÖóæúäó ãöäó ÇáÔøõåóÏóÇÁö Ãóäú ÊóÖöáøó ÅöÍúÏóÇåõãóÇ ÝóÊõÐóßöøÑó ÅöÍúÏóÇåõãóÇ ÇúáÃõÎúÑóì..... Artinya: “...... dan datangkanlah dua saksi dari lelaki kalangan kalian (kaum muslimin) lalu jika tidak ada dua orang lelaki maka seorang lelaki dan dua orang perempuan dari orang-orang yang kalian senangi dari para saksi agar bila salah satu dari keduanya tersesat maka salah satu yang lain dapat mengingatkannya......” Diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bahwasanya beliau bersabda: “Wahai para wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaklah oleh kalian istighfar meminta ampun, sebab aku melihat kalian adalah penghuni neraka yang terbanyak.” Maka salah satu wanita dari mereka berkata dengan fasih: “Mengapa kami menjadi penghuni neraka yang paling banyak, wahai Rasululloh?” Beliau bersabda: “Kalian banyak mela’nat dan mengkufuri (tidak berterimakasih kepada) suami. Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akalnya dan agamanya yang lebih dapat menguasai terhadap lelaki yang berakal sekalipun melebihi kalian (para wanita).” Perempuan tadi bertanya lagi: “Ya Rasululloh, apakah yang kekurangan akal dan agama itu?” Beliau bersabda: “Adapun kekurangan akal dari wanita adalah karena persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki, maka itu adalah kekurangan dari segi akal. Sedangkan kekurangan dari sisi agama adalah wanita berdiam diri tidak sholat beberapa malam (karena haidh atau nifas) dan berbuka (tidak berpuasa) di bulan Romadhon, maka itu termasuk kekurangan dari sisi agama.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dalam bab keimanan, At-Turmudziy dalam bab keimanan, sedangkan hadits serupa ini ada dalam sahih Al-Bukhooriy dan sahih Muslim dari Abu Sa’iid, dan dalam riwayat Muslim dan yang lainnya dari Ibnu Umar, dan lain-lain. Yang dijadikan dalil dalam hadits di atas adalah bahwa persaksian dua orang perempuan sama dengan persaksian dua orang lelaki, dan itu sesuai dengan ayat yang mulia, dan di hadits tersebut terdapat beberapa faedah yang mana tidak tepat jika disampaikan di sini. Adapun firman-Nya Yang Maha Luhur: .....æóáÇó íóÃúÈó ÇáÔøõåóÏóÇÁõ ÅöÐóÇ ãóÇ ÏõÚõæúÇ.... Artinya: “.....janganlah saksi itu enggan apabila mereka dipanggil....” Diriwayatkan dari Zaid bin Khoolid Al-Juhaniy – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Ketahuilah, aku akan mengabarkan kepada kalian tentang saksi yang paling bail, yaitu orang yang menyampaikan persaksiannya sebelum ia ditanya (yakni memudahkan persaksian).” Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Abu Daawuud, At-Turmudziy, dalam awal bab persaksian, dan Ibnu Maajah dalam bab hukum-hukum. Dalam hadits tersebut terdapat keutamaan menyampaikan persaksian jika ia memang orang yang memilikinya, sebagaimana ayat yang mulia di atas melarang seseorang yang memiliki persaksian mencegah dirinya dari menyampaikan persaksiannya ketika ia diminta ata diundang untuk itu. Adapun tentang firman-Nya Yang Maha Luhur: .....æóÃóÔúåöÏõæÇ ÅöÐóÇ ÊóÈóÇíóÚúÊõãú...... Artinya: “….dan persaksikanlah (ambillah saksi) jika kalian berjual-beli……” Diriwayatkan oleh Umaaroh bin Khuzaymah bahwasanya pamannya adalah termasuk sahabat Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bahwasanya Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – membeli sebuah kuda dari seorang arab badwi (pedesaan) maka Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – memintanya untuk mengikuti beliau (kerumah beliau) agar beliau dapat membayar harga kudanya maka Rasuulloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersegera dalam berjalan sedangkan orang arab badwi tersebut lambat dalam jalannya maka mulailah beberapa orang mencegat orang arab badwi tersebut dan menawar kuda tadi, sedangkan orang-orang itu tidak mengetahui bahwa Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – telah membelinya. Maka orang arab tersebut menyeru Rassululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dan berkata kepada beliau: “Jika engkau ingin membeli kuda ini (maka bersegeralah) namun jika tidak aku akan menjualnya.” Maka Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bangkit ketika mendengar panggilan orang arab tersebut dan beliau bersabda: “Bukankah aku telah memebelinya darimu.” Lalu orang itu berkata: “Tidak, demi Allah aku tidak pernah menjualnya kepadamu.” Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Ya. Aku telah membelinya darimu.” Maka orang arab itu mulai berkata: “Datangkanlah seorang saksi.” Maka Khuzaymah bin Tsaabit berkata: “Aku bersaksi bahwasanya anda telah membelinya.” Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Dengan apa engkau bersaksi.” Ia berkata: “Dengan pembenaranmu (kepercayaan kepadamu) wahai Rasululloh.” Maka Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – meenjadikan persaksian Khuzaymah seperti persaksian dua orang lelaki.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawuud dalam bab peradilan, An-Nasaa-iy dalam bab jual-beli, Ibnu Sa’d, Al-Chaakim, Al-Bayhaqiy, Ath-Thochaawiy dalam Ma’aanil Aatsaar dengan sanad yang sahih, dan juga disahihkan oleh Al-Chaakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy. Dalam hadits tersebut terdapat kesyari’atan pendatangan saksi dalam jual-beli karena Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – menetapkan perbuatan Khuzaymah yang menjadikan dirinya sebagai saksi untuk Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – ketika orang arab badwi itu meminta saksi ketika itu. Adapun ayat maka telah jelas memerintahkan hal itu namun hal tersebut tidaklah wajib menurut umumnya para ulama. Walloohu a’lam. Ringkasan ayat tentang hutang-piutang Telah kami ketengahkan dalam awal surat ini bahwa ayat hutang ini merupakan ayat terpanjang dalam Al-Qur’an secara mutlak, dan ia mengandung beberapa hukum: Yang pertama: kesyari’atan akad utang-piutang hingga batas waktu tertentu Yang kedua: penulisan terhadap hal tersebut agar menjadi lebih kuat dan lebih teguh. Yang ketiga: penjelasan tentang kewajiban juru tulis dan orang yang berhutang dalam hal itu. Yang keempat: penjelasan tentang saksi yang diakui secara syari’at Yang kelima: tidak enggan untuk memberikan kesaksian ketika diminta untuk itu Yang keenam: tidaklah bosan untuk mencatat apa yang harus dicatat baik kecil atau besar Yang ketujuh: mendatangkan saksi ketika jual-beli Yang kedelapan: hendaknya para pemilik hak tidak memberatkan para juru tulis dan saksi [2.283] Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan æóÅöä ßõäÊõãú Úóáóì ÓóÝóÑò æóáóãú ÊóÌöÏõæÇ ßóÇÊöÈÇð ÝóÑöåóÇäñ ãøóÞúÈõæÖóÉñ ÝóÅöäú Ãóãöäó ÈóÚúÖõßõã ÈóÚúÖÇð ÝóáúíõÄóÏøö ÇáøóÐöí ÇÄúÊõãöäó ÃóãóÇäóÊóåõ æóáúíóÊøóÞö Çááøóåó ÑóÈøóåõ æóáÇó ÊóßúÊõãõæÇ ÇáÔøóåóÇÏóÉó æóãóä íóßúÊõãúåóÇ ÝóÅöäøóåõ ÂËöãñ ÞóáúÈõåõ æóÇááøóåõ ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó Úóáöíãñ (283) ÂËöãñ ÞóáúÈõåõ Berusaha untuk menyembunyikannya merupakan dosa besar Diriwayatkan dari Anas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – meninggal dunia sedangkan baju perang beliau masih tergadai di seorang Yahudi karena hutang beliau sejumlah 30 wasaq dari gandum, beliau menggadaikannya untuk makan keluarga beliau. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab jula-beli dalam bab gadai, juga oleh At-Turmudziy dan An-Nasaa-iy. Dan hadits serupa juga diriwayatkan dari ‘Aa-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – yang diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab gadai, babjihad, dan akhir bab peperangan, juga oleh Muslim dalam bab gadai, dan juga hadits dari Ibnu ‘Abbaas menurut riwayat Ibnu Maajah dengan sanad yang sahih. Adapun firman Allah Yang Maha Luhur: .....ÝóÅöäú Ãóãöäó ÈóÚúÖõßõãú ÈóÚúÖðÇ ÝóáúíõÄóÏöø ÇáøóÐöí ÇÄúÊõãöäó ÃóãóÇäóÊóåõ æóáúíóÊøóÞö Çááåó ÑóÈøóåõ..... Artinya: “lalu jika salah satu saling percaya kepada yang lain maka hendaklah ia menunaikan yang telah menjadi amanatnya itu dan hendaklah ia bertaqwa (takut) kepada Allah Tuhannya…..” Diriwayatkan dari Abu Sa’iid Al-Khudriy – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya ia membaca ayat ini: íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíúäó ÂãóäõæúÇ ÅöÐóÇ ÊóÏóÇíóäúÊõãú ÈöÏóíúäò.... Hingga kalimat yang berbunyi: ÝóÅöäú Ãóãöäó ÈóÚúÖõßõãú ÈóÚúÖðÇ Ia berkata: “Kalimat (pada ayat) ini menasakh ayat yang sebelumnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam A-Taariikh Al-Kabiir, juga oleh Ibnu Maajah dalam bab hukum-hukum, juga oleh Ibnu Jariir dan iBnu Abi Chaatim dengan sanad yang baik sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsiir dan As-Suyuuthiy. Ayat yang mulia di atas bermakna: apabila telah saling percaya antara kedua belah pihak maka tidak ada dosa jika tidak ditulis dan tidak disertai saksi, sebab tujuan dari semua itu adalah untuk menambah kekuatan atau kepercayaan. Oleh karenanya, jika telah dihasilkan keamanan dari pengkhianatan maka akad tersebut tidaklah butuh kepada sesuatu yang lain. Dari sini maka nampaklah jlas apa yang dikatakan oleh Abu Sa’iid bahwa ayat ini menasakh ayat sebelumnya. Dan diriwayatkan dari Samuroh dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – beliau bersabda: “Pada tanganlah terletak tanggung jawab atas apa yang telah diambil oleh tangan tersebut hingga ditunaikannya sesuatu itu (sebagai amanat).” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawuud, At-Turmudziy, Ibnu Maajah, Ad-Daarimiy, Al-Chaakim. At-Turmudziy berkata: “Ini hadits hasan sahih.” Dalam hadits tersebut terdapat kewajiban menunaikan segala sesuatu yang telah diambil oleh seseorang berupa amanat dan yang lainnya, sama baik itu berupa hutang, pinjaman barang atau yang lainnya, dan maknanya sesuai dengan ayat yang mulia di atas. Dan akan datang hadits: “Tunaikanlah amanah itu kepada orang yang berhak menerimanya” dalam surat An-Nisaa’ insyaa Allooh. @Allah Maha mengetahui apa yang ada dalam hatimu 2: 284 [2.284] Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu áöáøóåö ãóÇ Ýöí ÇáÓøóãóæóÇÊö æóãóÇ Ýöí ÇáÃóÑúÖö æóÅöä ÊõÈúÏõæÇ ãóÇ Ýöí ÃóäÝõÓößõãú Ãóæú ÊõÎúÝõæåõ íõÍóÇÓöÈúßõã Èöåö Çááøóåõ ÝóíóÛúÝöÑõ áöãóä íóÔóÇÁõ æóíõÚóÐøöÈõ ãóä íóÔóÇÁõ æóÇááøóåõ Úóáóì ßõáøö ÔóíúÁò ÞóÏöíÑñ (284) @Para rasul Allah adalah setara atau sama dalm tugas kenabian (yakni wajib bagi kita mengimani kesemuanya tanpa membada-bedakan dalam hal keimanan, walaupun derajat mereka berbeda-beda di hadapan Allah) 2: 285 [2.285] Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali" Âãóäó ÇáÑøóÓõæáõ ÈöãóÇ ÃõäÒöáó Åöáóíúåö ãöä ÑøóÈøöåö æóÇáúãõÄúãöäõæäó ßõáøñ Âãóäó ÈöÇááøóåö æóãóáÇÆößóÊöåö æóßõÊõÈöåö æóÑõÓõáöåö áÇó äõÝóÑøöÞõ Èóíúäó ÃóÍóÏò ãøöä ÑøõÓõáöåö æóÞóÇáõæÇ ÓóãöÚúäóÇ æóÃóØóÚúäóÇ ÛõÝúÑóÇäóßó ÑóÈøóäóÇ æóÅöáóíúßó ÇáãóÕöíÑõ (285) @Permohonan akan ampunan dan kasih sayang 2: 286 [2.286] Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir" áÇó íõßóáøöÝõ Çááøóåõ äóÝúÓÇð ÅöáÇøó æõÓúÚóåóÇ áóåóÇ ãóÇ ßóÓóÈóÊú æóÚóáóíúåóÇ ãóÇ ÇßúÊóÓóÈóÊú ÑóÈøóäóÇ áÇó ÊõÄóÇÎöÐúäóÇ Åöä äøóÓöíäóÇ Ãóæú ÃóÎúØóÃúäóÇ ÑóÈøóäóÇ æóáÇó ÊóÍúãöáú ÚóáóíúäóÇ ÅöÕúÑÇð ßóãóÇ ÍóãóáúÊóåõ Úóáóì ÇáøóÐöíäó ãöä ÞóÈúáöäóÇ ÑóÈøóäóÇ æóáÇó ÊõÍóãøöáúäóÇ ãóÇ áÇó ØóÇÞóÉó áóäóÇ Èöåö æóÇÚúÝõ ÚóäøóÇ æóÇÛúÝöÑú áóäóÇ æóÇÑúÍóãúäóÇ ÃóäúÊó ãóæúáÇäóÇ ÝóÇäÕõÑúäóÇ Úóáóì ÇáÞóæúãö ÇáßóÇÝöÑöíäó (286) æóáÇó ÊóÍúãöáú ÚóáóíúäóÇ ÅöÕúÑÇð Perjanjian yang kami tidak mampu melaksanakannya Dan diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Ketika turun kepada Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – ayat ini: öááåö ãóÇ Ýöí ÇáÓøóãæóÇÊö æóãóÇ Ýöí ÇúáÃóÑúÖö æóÅöäú ÊõÈúÏõæúÇ ãóÇ Ýöí ÃóäúÝõÓößõãú Ãóæú ÊõÎúÝõæúåõ íõÍóÇÓöÈúßõãú Èöåö Çááåö....... Artinya: “Hanya milik Allah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan jika kalian menampakkan apa yang ada dalam diri kalian atau kalian sembunyikan maka pasti Allah akan menghisabnya......” Abu Huroiroh berkata: “Maka isi ayat tersebut membuat berat para sahabat Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – lalu mereka pun mendatangi Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dan mereka berlutut di atas lutut mereka (di hadapan Rasul), lalu mereka berkata: “Wahai Rasululloh, kami diberi perintah sesuatu yang kami mampu: sholat, puasa, jihad, sedekah, dan sekarang telah turun ayat itu sedangkan kami tidak mampu menanggungnya.” Lalu Rasululloh bersabda: “Apakah engkau hendak mengatakan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang diberikan kepada mereka dua kitab (Taurat dan Injil) sebelum kalian: “Kami dengar dan kami taati.” Katakanlah: “Kami dengan dan kami taati, (kami memohon) ampunan-Mu wahai Tuhan-Mu, dan hanya kepada-Mu tempat kembali.” Maka mereka pun sama berkata: “Kami dengar dan kami taati.....dst” lalu ketika kaum itu membacanya maka lisan mereka menjadi pun menjadi tunduk. Lalu Allah menurunkan setelahnya: aamanar Rosuulu bimaa unzila ilayhi mirrobbihi wal mu’minuun....hingga firman-Nya: Al-Mashiir ketika mereka melakukan hal itu (yakni mengatakannya) Allah me-nasakh (membatalkan hukumnya) lalu Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menurunkan: laa yukallifulloohu nafsan illaa wus’ahaa. Dan dalam riwayat ini setelah selesai setiap doa mereka (yang tersebut dalam ayat 286) Allah mejawabnya dengan firman-Nya: “Ya, Ya dan Ya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dalam bab Iman, juga oleh Ibnu Jariir, dan Ibnu Abi Chaatim. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Ketika turun ayat ini: ....æóÅöä ÊõÈúÏõæÇ ãóÇ Ýöí ÃóäÝõÓößõãú Ãóæú ÊõÎúÝõæåõ íõÍóÇÓöÈúßõã Èöåö Çááøóåõ..... Artinya: “....dan jika kalian menampakkan apa yang ada dalam diri kalian atau kalian sembunyikan maka pasti Allah akan menghisabnya......” masuklah ke dalam hati para sahabat sesuatu yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya (yakni perasaan berat terhadap ayat tersebut). Lalu Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Katakanlah: “Kami dengar dan kami taati dan kami berserah diri.” Maka Allah pun memasukkan keimanan ke dalam hati mereka, lalu Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menurunkan: Âãóäó ÇáÑøóÓõæáõ ÈöãóÇ ÃõäÒöáó Åöáóíúåö ãöä ÑøóÈøöåö æóÇáúãõÄúãöäõæäó...... Artinya: “Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman......” áÇó íõßóáøöÝõ Çááøóåõ äóÝúÓÇð ÅöáÇøó æõÓúÚóåóÇ........ Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya....” ÑóÈøóäóÇ áÇó ÊõÄóÇÎöÐúäóÇ Åöä äøóÓöíäóÇ Ãóæú ÃóÎúØóÃúäóÇ Artinya: (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” Lalu Allah berfirman: “Aku telah melakukannya.” ÑóÈøóäóÇ æóáÇó ÊóÍúãöáú ÚóáóíúäóÇ ÅöÕúÑÇð ßóãóÇ ÍóãóáúÊóåõ Úóáóì ÇáøóÐöíäó ãöä ÞóÈúáöäóÇ Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami.” Lalu Allah berfirman: “Aku telah melakukannya.” ÑóÈøóäóÇ æóáÇó ÊõÍóãøöáúäóÇ ãóÇ áÇó ØóÇÞóÉó áóäóÇ Èöåö æóÇÚúÝõ ÚóäøóÇ æóÇÛúÝöÑú áóäóÇ æóÇÑúÍóãúäóÇ ÃóäúÊó ãóæúáÇäóÇ ÝóÇäÕõÑúäóÇ Úóáóì ÇáÞóæúãö ÇáßóÇÝöÑöíäó (286) Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” Lalu Allah berfirman: “Aku telah melakukannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dalam bab Iman, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo, Ibnu Jariir, Al-Chaakim, semuanya dalam bab tafsir. Dan diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Sesungguhnya Allah Yang Maha Luhur memaafkan untukku dari ummatku apa yang mereka bicarakan dalam diri (hati) mereka selama mereka belum mengucapkannya atau melakukannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab pembebaan hamba sahaya, bab talak, bab sumpah dan nadzar, juga oleh Muslim dalam bab Iman, juga oleh Abu Daawuud, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo, dan Ibnu Maajah, keempatnya meriwayatkan dalam bab talak. Hadits –hadits dalam masalah ini menunjukkan bahwa firman Allah Yang Maha Luhur: ....æóÅöä ÊõÈúÏõæÇ ãóÇ Ýöí ÃóäÝõÓößõãú Ãóæú ÊõÎúÝõæåõ íõÍóÇÓöÈúßõã Èöåö Çááøóåõ..... Artinya: “....dan jika kalian menampakkan apa yang ada dalam diri kalian atau kalian sembunyikan maka pasti Allah akan menghisabnya......” Telah di nasakh oleh dua ayat yang mulia yang ada setelahnya atau dikhususkan. Sedangkan dalam hadits Abu Huroiroh yang terakhir terdapat penjelasan tentang karunia Allah Yang Maha Luhur atas ummat ini dengan tidak disiksanya mereka karena apa yang terlintas di hati mereka daripada was-was atau lintasan hati (yang berisi) seperti: kekafiran, pembunuhan, zina, talak dan sebagainya selama ia belum menjadi niatan, atau perkataan atau perbuatan. Ini termasuk rahmat Allah Yang Maha Lunur dan kelembutan-Nya terhadap para hamba-Nya. Sedangkan dalam dua hadits Abu Huroiroh yang awal dan juga Ibnu ‘Abbaas terdapat isyarat yang agung bagi ummat Islam dengan diangkatanya kesulitan dan beban berat juga perintah yang tidak mampu kita lakukan, tambahana lagi jawanban dari Allah atas orang yang mmebaca dua ayat tersebut dengan firman-Nya: “Aku telah lakukan, Aku telah lakukan, Aku telah lakukan.” Atau (dalam riwayat lain): “Ya, Ya, dan Ya.” Alangkah seb uah kabar gembiran yang sangat baik, dan kebaikan serta karunia yang sangat besar (menakjubkan). Semoga Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung – dengan karunia dan kedermawanan-Nya – menjadikan kita termasuk orang-orang yang pantas menerimanya. Amiin. Di Antara Keutamaan Penutup Surat Al-Baqoroh ini Diriwayatkan dari Abdulloh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Ketika Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – di-Isro’-kan beliau sampai kepada Sidratul Muntahaa, dan ia berada di langit ketujuh, di sanalah terhaneti segaa apa yang naik dari bumi, sehingga dipeganglah olehnya, dan kepadanyalah terhenti segala yang turun dari atasnya maka dipeganglah olehnya. Allah berfirman: ÅöÐú íóÛúÔóì ÇáÓöøÏúÑóÉó ãóÇ íóÛúÔóì (ÇáäÌã: 16) Artinya: “(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.” (Q.S An-Najm: 16) Perawi (periwayat) berkata: “Kupu-kupu dari emas.” Perawi berkata: “Maka Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – diberi tiga hal: beliau diberi sholat lima waktu, beliau di beri akhir dari surat Al-Baqoroh, dan Allah mengampuni dosa besar dari siapa saja yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dari kalangan ummat beliau.” Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam bab Iman. Dan diriwayatkan dari Abu Dzarr – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Aku diberi akhir surat Al-Baqoroh ini dari perbendaharaan di bawah ‘Arsy, yang mana ia tidak pernah diberikan kepada seorang Nabi pun sebelumku.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan Al-Chaakim dengan sanad yang sahih dan disahihkan oleh Al-Chaakim menurut syarat Al-Bukhooriy. Dan diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Aamir – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasulullohc– semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Bacalah dua ayat terakhir dari surat Al-Baqoroh sebab aku diberi dua ayat itu dari perbendaharaan di bawah ‘Arsy.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad hasan. Dan diriwayatkan dari An-Nu’maan bin Basyiir – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah menulis tulisan (ketentuan) dua ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, dan Allah turunkan dari tulisan itu, dua ayat terakhir yang ia pakai untuk menutup surah Al-Baqoroh, yang mana tidak ada seorang pun yang membacanya di sebuah rumah tiga hari kecuali setan tidak akan mendekati rumah itu.” Hadits ini diriwayatkan oleh At-Turmudziy dalam bab tafsir, dan Al-Chaakim, dan ia mensahihkannya dengan syarat Muslim dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ad-Darimiy, Ibnu Chibbaan, dan Ahmad. Adapun tentang perkataan ‘perbendaharaan di bawah ‘Arys’ dalam hadits di atas maka itu termasuk hal ghaib yang wajib kita imani dan cukuplah bahwa tidak ada satu pun keterangan yang menjelaskan kepada kita tentang bentuk dan sifat perbendaharaan (gudang / tempat penyimpanan) itu. Sedangkan kata-kata ‘di bawah ‘Arsy’ itu mencakup semua alam, sebab ‘Arsy terletak di atas tujuh lapis langit dan di atas surga, bahkan ‘Arsy merupakan atap surga firdaus, sebagaimana datang keterangannya dalam hadits sahih. Adapun perkataan ‘sesungguhnya Allah telah menulis ketetapan (tulisan) dua ribu tahun sebelum Dia menciptakan tujuh lapis langit dan bumi’ secara lahir ini nampak bertentangan dengan riwayat dalam hadits sahih Muslim dan yang lainnya yaitu bahwasanya Allah telah menentukan taqdir lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan tujuh lapis langit dan bumi, dan dapat dikumpulkan antara dua riwayat itu yaitu bahwasanya waktu penulisan di Lauchul Machfuuzh (yang dijelaskan dalam dua hadits itu) berbeda, atau dua penulisan yang tersebut dalam masing-masing hadits tersebut adalam berbeda, atau bilangan dalam dua hadits tersebit hanya berfungsi untuk menunjukkan sangat banyaknya sesuatu bukan membatasi sesuatu dalam jumlah bilangan tertentu. Walloohu a’lam. Bagaimana pun juga hadits-hadits tersebut di atas menunjukkan atas keutamaan penutup surat Al-Baqoroh ini dan bahwa ia memiliki kedudukan mulia di sisi Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung. Termasuk kekhususannya adalah ia dapat mencukupkan (melindungi) pembacanya dari segala sesuatu, sebagaimana hal ini telah dijelaskan di awal surat, dan rumah yang dibacakan ayat ini selama tiga harti tidak akan didekati oleh setan. Dan itu semua tidak lain karena rahasia-rahasia ilahi yang mana kita tidak mengetahuinya. Dengan ini, maka sempurnalah tafsir surat Al-Baqoroh dengan hadits sahih, dan selesainya adalah pada pagi hari kami tanggal 25 (dua puluh lima) shofar tahun 1419 (seribu empat ratus sembilan belas) hijriah. Dan segala puji bagi Allah Yang hanya dengan nikmat-Nya dapat sempurna segala hal yang baik. Dan semoga Allah selalu mencurahkan salawat, salam serta berkahnya, kepada junjungan kita Nabi Muhammad, dan atas keluarga beliau yang baik dan para sahabat beliau yang mulia, maka cukuplah bagi kami Allah dan Dia sebaik-baik pemelihara, dan tiada daya dan upaya melainkan dengan (pertolongan) Allah Yang Maha Luhur lagi Maha Agung.